Review Film Waktu Maghrib: Sajian Horor Mitologi Klasik Orang Indonesia
29 March 2023 |
17:00 WIB
Melalui film Waktu Maghrib, Sidharta Tata mengawali debut penyutradaraan film panjang pertamanya. Sampai Rabu (29/3/2023), film arahannya tersebut sudah meraih lebih dari dua juta penonton bioskop. Waktu Maghrib jadi film Indonesia pertama yang meraih jumlah penonton di atas dua juta pada 2023.
Waktu Maghrib memiliki premis yang sangat kuat. Film ini mengangkat mitologi yang dekat dengan kehidupan banyak masyarakat Indonesia. Waktu magrib merupakan periode yang memiliki banyak mitos menakutkan.
Baca juga: Sinopsis & Fakta Unik Waktu Maghrib, Film Horor Besutan Sidharta Tata
Dalam film tersebut, semua warga desa juga percaya bahwa saat hari mulai petang, terlebih azan Magrib telah berkumandang, segala aktivitas harus dihentikan. Semua mesti berada di dalam rumah sebelum waktu itu tiba.
Sebab, pergantian waktu siang ke malam kerap menjadi penanda banyak makhluk gaib bermunculan dan bisa mengganggu manusia. Anak-anak konon jadi sasaran empuk makhluk gaib tersebut.
Adi (Ali Fikry) dan Saman (Bima Sena) menjadi anak-anak yang tidak memedulikan mitos tersebut. Remaja yang baru duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) itu sering kali masih bermain saat magrib tiba. Kemudian, mitos-mitos soal makhluk gaib itu menjadi nyata dan menghantui seluruh penduduk desa.
Dalam 20 menit awal, film Waktu Maghrib sungguh menegangkan. Film ini terasa sangat intens. Tidak hanya karena sudah ada memori kolektif yang terbentuk, lantaran mengangkat mitologi yang dimiliki hampir semua daerah, film ini juga punya gaya bertutur rapi pada awal-awal cerita berjalan.
Baca juga: Debut Film Panjang Sutradara Sidharta Tata, Waktu Maghrib Tayang 9 Februari
Pada adegan-adegan awal, penonton seolah diperkenalkan dengan latar suasana pedesaan. Pembentukan mitos, yang kemudian diyakini oleh semua warga juga berjalan mulus. Penonton dibuat memiliki keyakinan yang sama, waktu Magrib adalah waktu yang rawan untuk berada di luar rumah.
Ada beberapa penampakan setan yang mulai dimunculkan. Namun, kehadirannya masih minimalis. Kecerdikan sutradara dalam mengelola ketegangan membuat film ini punya atmosfer yang seram, alih-alih hanya menjual jump scare.
Sebagian besar adegan di film ini juga mengambil waktu magrib. Jadi, suasana gelap hampir mendominasi sepanjang film ini. Suasana yang dihadirkan jadi makin mencekam dengan peningkatan ritme konflik.
Beberapa teknik penggunaan kamera juga makin membuat ketegangan terasa. Dengan mengambil gambar low angle, close up, dan kamera mengikuti pergerakan pemain, adegan Ady yang sedang kerasukan setan, lalu mengejar Ayu jadi terasa sangat mendebarkan. Di sisi lain, sejumlah adegan gore juga jadi bumbu yang makin membuat suasana di desa tersebut ngeri.
Sayangnya, film horor ini masih memiliki kekurangan. Beberapa elemen horor dihadirkan berulang kali, sehingga penonton tampak jenuh. Alih-alih takut, penonton justru jadi mudah menebak adegan lanjutannya.
Kemudian, adegan jump scare tadinya minim pada awal film. Akan tetapi, formula tersebut seolah jadi langganan agar bisa menakut-nakuti penonton sepanjang pertengahan hingga akhir film.
Terlepas dari kekurangannya, para pemain cilik yang ada di film ini, dari Ali Fikry, Nafiza Fatia Rani, dan Bima Sena patut diacungi jempol. Akting ketiganya berhasil mencuri perhatian penonton dan membuat film ini terasa lebih nyata.
Baca juga: Review Film Berbalas Kejam, Eksplorasi Rasa Kehilangan & Dendam yang Tajam
Editor: Dika Irawan
Waktu Maghrib memiliki premis yang sangat kuat. Film ini mengangkat mitologi yang dekat dengan kehidupan banyak masyarakat Indonesia. Waktu magrib merupakan periode yang memiliki banyak mitos menakutkan.
Baca juga: Sinopsis & Fakta Unik Waktu Maghrib, Film Horor Besutan Sidharta Tata
Dalam film tersebut, semua warga desa juga percaya bahwa saat hari mulai petang, terlebih azan Magrib telah berkumandang, segala aktivitas harus dihentikan. Semua mesti berada di dalam rumah sebelum waktu itu tiba.
Sebab, pergantian waktu siang ke malam kerap menjadi penanda banyak makhluk gaib bermunculan dan bisa mengganggu manusia. Anak-anak konon jadi sasaran empuk makhluk gaib tersebut.
Adi (Ali Fikry) dan Saman (Bima Sena) menjadi anak-anak yang tidak memedulikan mitos tersebut. Remaja yang baru duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) itu sering kali masih bermain saat magrib tiba. Kemudian, mitos-mitos soal makhluk gaib itu menjadi nyata dan menghantui seluruh penduduk desa.
Dalam 20 menit awal, film Waktu Maghrib sungguh menegangkan. Film ini terasa sangat intens. Tidak hanya karena sudah ada memori kolektif yang terbentuk, lantaran mengangkat mitologi yang dimiliki hampir semua daerah, film ini juga punya gaya bertutur rapi pada awal-awal cerita berjalan.
Baca juga: Debut Film Panjang Sutradara Sidharta Tata, Waktu Maghrib Tayang 9 Februari
Pada adegan-adegan awal, penonton seolah diperkenalkan dengan latar suasana pedesaan. Pembentukan mitos, yang kemudian diyakini oleh semua warga juga berjalan mulus. Penonton dibuat memiliki keyakinan yang sama, waktu Magrib adalah waktu yang rawan untuk berada di luar rumah.
Ada beberapa penampakan setan yang mulai dimunculkan. Namun, kehadirannya masih minimalis. Kecerdikan sutradara dalam mengelola ketegangan membuat film ini punya atmosfer yang seram, alih-alih hanya menjual jump scare.
Sebagian besar adegan di film ini juga mengambil waktu magrib. Jadi, suasana gelap hampir mendominasi sepanjang film ini. Suasana yang dihadirkan jadi makin mencekam dengan peningkatan ritme konflik.
Beberapa teknik penggunaan kamera juga makin membuat ketegangan terasa. Dengan mengambil gambar low angle, close up, dan kamera mengikuti pergerakan pemain, adegan Ady yang sedang kerasukan setan, lalu mengejar Ayu jadi terasa sangat mendebarkan. Di sisi lain, sejumlah adegan gore juga jadi bumbu yang makin membuat suasana di desa tersebut ngeri.
Sayangnya, film horor ini masih memiliki kekurangan. Beberapa elemen horor dihadirkan berulang kali, sehingga penonton tampak jenuh. Alih-alih takut, penonton justru jadi mudah menebak adegan lanjutannya.
Kemudian, adegan jump scare tadinya minim pada awal film. Akan tetapi, formula tersebut seolah jadi langganan agar bisa menakut-nakuti penonton sepanjang pertengahan hingga akhir film.
Terlepas dari kekurangannya, para pemain cilik yang ada di film ini, dari Ali Fikry, Nafiza Fatia Rani, dan Bima Sena patut diacungi jempol. Akting ketiganya berhasil mencuri perhatian penonton dan membuat film ini terasa lebih nyata.
Baca juga: Review Film Berbalas Kejam, Eksplorasi Rasa Kehilangan & Dendam yang Tajam
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.