Mengulik Karya Goenawan Mohamad di Pameran Tunggalnya, Di Muka Jendela: Enigma
19 August 2021 |
14:14 WIB
Karya seni drawing yang ditampilkan oleh Goenawan Mohamad (GM) dalam pameran Di Muka Jendela: Enigma cukup unik, kuat dengan garis yang liris, dan warna-warna yang kelam. Hal itu disampaikan pemerhati seni rupa Bambang Bujono yang akrab disapa Bambu.
Liris dalam gambar yang ditorehkan oleh GM diartikan sebagai garis-garis yang tidak membentuk benda nyata seperti yang tampak oleh mata, tetapi menampilkan irama. Seperti pada sketsa Jembatan Manggarai dan Jembartan Charles di Praha.
“Ini on the spot. Memang sketsa dianjurkan on the spot. Mas Goen lakukan itu, tetapi karyanya ini tidak menangkap bentuk, yang dia gariskan adalah kesan, boleh dibilang ekspresif,” ujar Bambu dalam bincang karya GM, Di Muka Jendela: Enigma, secara virtual, Rabu (18/8/2021).
Sketsa yang ditampilkan oleh GM sangat berbeda dengan sketsa-sketsa yang muncul dalam 15 tahun terakhir ini. Menurut Bambu, sketsa GM dipengaruhi oleh tokoh pelukis Indonesia, Zaini.
Seniman ini juga melukis secara on the spot seperti dalam karyanya yang menggambarkan suasana Glodok. Namun Zaini sama sekali tidak menangkap bentuk dan hanya memberi kesan corak coret. Namun menurut Bambu tetap enak dilihat dan membawa kita menikmati suasana yang digambarkan, itu pula yang dirasakan ketika melihat karya GM.
“Goresan, tarikan garis bisa saja menangkap bentuk namun ala kadarnya dalam gambar dan sketsa GM. Bahkan garis tak menyarankan bentuk apapun. Ya sudah nikmati saja sebagai garis. Namun itu menghidupkan pada gambar GM,” sebut Bambu.
Menurutnya, GM mengajak kita melihat dan mengalami pengalaman estetik yang jika ditelisik tidak ada gunanya. Namun pengalaman itu menangkap gagasan-gagasan imajinatif yang ditawarkan. “Gagasan yang tidak sepenuhnya jelas namun terasa ada. Dia tidak hanya menghadirkan suasana tapi juga memancing gagasan imajinatif,” tegas Bambu.
Dia menyebut dalam karyanya baik melalui sketsa, gambar, maupun lukisan, GM sangat bebas berekspresi. Selain menghadirkan suasana dengan garis, dia juga menghadirkan bentuk yang seakan saling berdialog tapi tidak jelas.
Liris dalam gambar yang ditorehkan oleh GM diartikan sebagai garis-garis yang tidak membentuk benda nyata seperti yang tampak oleh mata, tetapi menampilkan irama. Seperti pada sketsa Jembatan Manggarai dan Jembartan Charles di Praha.
“Ini on the spot. Memang sketsa dianjurkan on the spot. Mas Goen lakukan itu, tetapi karyanya ini tidak menangkap bentuk, yang dia gariskan adalah kesan, boleh dibilang ekspresif,” ujar Bambu dalam bincang karya GM, Di Muka Jendela: Enigma, secara virtual, Rabu (18/8/2021).
Sketsa yang ditampilkan oleh GM sangat berbeda dengan sketsa-sketsa yang muncul dalam 15 tahun terakhir ini. Menurut Bambu, sketsa GM dipengaruhi oleh tokoh pelukis Indonesia, Zaini.
Seniman ini juga melukis secara on the spot seperti dalam karyanya yang menggambarkan suasana Glodok. Namun Zaini sama sekali tidak menangkap bentuk dan hanya memberi kesan corak coret. Namun menurut Bambu tetap enak dilihat dan membawa kita menikmati suasana yang digambarkan, itu pula yang dirasakan ketika melihat karya GM.
“Goresan, tarikan garis bisa saja menangkap bentuk namun ala kadarnya dalam gambar dan sketsa GM. Bahkan garis tak menyarankan bentuk apapun. Ya sudah nikmati saja sebagai garis. Namun itu menghidupkan pada gambar GM,” sebut Bambu.
Menurutnya, GM mengajak kita melihat dan mengalami pengalaman estetik yang jika ditelisik tidak ada gunanya. Namun pengalaman itu menangkap gagasan-gagasan imajinatif yang ditawarkan. “Gagasan yang tidak sepenuhnya jelas namun terasa ada. Dia tidak hanya menghadirkan suasana tapi juga memancing gagasan imajinatif,” tegas Bambu.
Dia menyebut dalam karyanya baik melalui sketsa, gambar, maupun lukisan, GM sangat bebas berekspresi. Selain menghadirkan suasana dengan garis, dia juga menghadirkan bentuk yang seakan saling berdialog tapi tidak jelas.
Contohnya pada gambar berupa topeng dan kuda yang dihubungkan sebuah garis plus. Apa artinya? Tentu tidak jelas. Namun menurut Bambu garis dan dua bentuk yang dihadirkan ini menyarankan ada suatu dialog.
“Apakah topeng dan kuda relevan bersatu? Secara visual, teori komposisi, otomatis disatukan oleh putih kertas yang dibiarkan putih. Ada teori warna, bentuk apapun bisa menyatu kalau backgroudnnya itu putih dan hitam,” tuturnya.
Entah disengaja atau tidak, GM membiarkan putih kertas dengan gambar dan bentuk yang seolah tidak berhubungan itu terasa menjadi satu. Ini juga tercermin pada gambar potret perempuan dengan naga dan bangunan garis. Apa korelasi dari tiga gambar dalam sebuah wadah putih itu juga tidak jelas namun menurut Bambu tetap bisa kita terima untuk dinikmati mata.
“Sebagai visual itu menarik dan ada sesuatu yang kita nikmati. Apalagi kalau tau potret perempuan itu ternyata penyair Rusia,” sebutnya.
Kompanyon atau suasana dialog yang ditampilkan GM pada karyanya tidak selalu sesama benda atau bentuk, namun juga huruf-huruf seperti yang tampil pada pameran Dia.Lo.Gue. Huruf-huruf itu membentuk kata, dan kata membentuk kalimat, yang mungkin sepotong puisi, cerita anekdot atau mungkin semacam pemikiran.
Pada pameran itu ada beberapa gambar dan tulisan yang terasa ada relevansinya. Sementara di pameran Di Muka Jendela: Enigma, ada gambar burung yang dilengkapi pepatah seperti pungguk merindukan bulan yang dipelesetkan menjadi dialog antara bulan dan burung.
“Kata bulan, burung betulkan kamu merindukanku? Kata burung, itu cuma gosip. Gambarnya itu luar biasa. Ini dibuat 2021,” imbuhnya.
Diakui Bambu, kemajuan keterampilan GM dalam menggambar cukup pesat. Dalam percakapan, GM mengaku menggambar setiap siang dan malam hingga kini sudah menguasai keterampilan membuat bentuk dengan garis dan warna.
Sementara itu, garis yang ekspresif hingga hadirnya huruf dan adanya kompanyon dalam satu bidang warna juga terjadi di dalam lukisan GM. Misal potret sastrawan Sapardi Djoko Darmono yang tiba-tiba terdapat payung di belakangnya.
“Apa hubungannya tidak jelas. Cuma oke saja kita terima itu dan membentuk sebuah suasana yang enak dinikmati, membawa kita mengembara di pengalaman estetik dan memancing pemikiran penontonnya,” terang Bambu.
Beberapa lukisan yang menggabungkan beberapa objek seperti anjing yang di ekornya terdapat balon, dan benda di kejauhan tentu sangat abstrak bagi yang melihat. Namun Bambu menilai itu seperti puisi yang mungkin kalimatnya tidak berhubungan, tidak membentuk kalimat, namun kita tetap menerimanya.
“Warna-warna kelam pada lukisan GM sama fungsinya dengan fungsi kertas, warna kelam ini menyatukan,” tegasnya,
Di sisi lain, Bambu menilai GM sangat spontanitas dalam melukis. Seperti pada lukisan wajah Melati, W.S Rendra, Avanti. Seolah-olah dikerjakan spontan. Kendati demikian, Bambu sendiri lebih menikmati gambar yang dibuat GM ketimbang lukisannya. Namanya juga selera.
Editor: Dika Irawan
“Apakah topeng dan kuda relevan bersatu? Secara visual, teori komposisi, otomatis disatukan oleh putih kertas yang dibiarkan putih. Ada teori warna, bentuk apapun bisa menyatu kalau backgroudnnya itu putih dan hitam,” tuturnya.
Entah disengaja atau tidak, GM membiarkan putih kertas dengan gambar dan bentuk yang seolah tidak berhubungan itu terasa menjadi satu. Ini juga tercermin pada gambar potret perempuan dengan naga dan bangunan garis. Apa korelasi dari tiga gambar dalam sebuah wadah putih itu juga tidak jelas namun menurut Bambu tetap bisa kita terima untuk dinikmati mata.
“Sebagai visual itu menarik dan ada sesuatu yang kita nikmati. Apalagi kalau tau potret perempuan itu ternyata penyair Rusia,” sebutnya.
Kompanyon atau suasana dialog yang ditampilkan GM pada karyanya tidak selalu sesama benda atau bentuk, namun juga huruf-huruf seperti yang tampil pada pameran Dia.Lo.Gue. Huruf-huruf itu membentuk kata, dan kata membentuk kalimat, yang mungkin sepotong puisi, cerita anekdot atau mungkin semacam pemikiran.
Pada pameran itu ada beberapa gambar dan tulisan yang terasa ada relevansinya. Sementara di pameran Di Muka Jendela: Enigma, ada gambar burung yang dilengkapi pepatah seperti pungguk merindukan bulan yang dipelesetkan menjadi dialog antara bulan dan burung.
“Kata bulan, burung betulkan kamu merindukanku? Kata burung, itu cuma gosip. Gambarnya itu luar biasa. Ini dibuat 2021,” imbuhnya.
Diakui Bambu, kemajuan keterampilan GM dalam menggambar cukup pesat. Dalam percakapan, GM mengaku menggambar setiap siang dan malam hingga kini sudah menguasai keterampilan membuat bentuk dengan garis dan warna.
Sementara itu, garis yang ekspresif hingga hadirnya huruf dan adanya kompanyon dalam satu bidang warna juga terjadi di dalam lukisan GM. Misal potret sastrawan Sapardi Djoko Darmono yang tiba-tiba terdapat payung di belakangnya.
“Apa hubungannya tidak jelas. Cuma oke saja kita terima itu dan membentuk sebuah suasana yang enak dinikmati, membawa kita mengembara di pengalaman estetik dan memancing pemikiran penontonnya,” terang Bambu.
Beberapa lukisan yang menggabungkan beberapa objek seperti anjing yang di ekornya terdapat balon, dan benda di kejauhan tentu sangat abstrak bagi yang melihat. Namun Bambu menilai itu seperti puisi yang mungkin kalimatnya tidak berhubungan, tidak membentuk kalimat, namun kita tetap menerimanya.
“Warna-warna kelam pada lukisan GM sama fungsinya dengan fungsi kertas, warna kelam ini menyatukan,” tegasnya,
Di sisi lain, Bambu menilai GM sangat spontanitas dalam melukis. Seperti pada lukisan wajah Melati, W.S Rendra, Avanti. Seolah-olah dikerjakan spontan. Kendati demikian, Bambu sendiri lebih menikmati gambar yang dibuat GM ketimbang lukisannya. Namanya juga selera.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.