Ilustrasi kepenuliusan. (Sumber foto:Unsplash/Aaron Burden)

Hari Pers Nasional, Simak Profil 5 Jurnalis Perempuan Berpengaruh pada Masa Kemerdekaan

09 February 2023   |   11:32 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Pekik dan sorak kemerdekaan Indonesia tidak bisa lepas dari peran banyak orang. Selain militer, ada juga jurnalis yang mengabarkan informasi di garda terdepan kepada rakyat. Dengan bersenjatakan pena alih-alih bambu runcing, peran mereka tidak bisa dipandang sebelah mata saat membebaskan bangsa dari kungkungan penjajahan.

Namun, sosok-sosok jurnalis yang turut mengobarkan semangat nasionalisme lewat tulisan-tulisan kritis mereka tak hanya didominasi kaum Adam saja. Pasalnya, sejarah juga mencatat ada banyak jurnalis perempuan yang turut mengemukakan pemikiran dan memperjuangkan kesetaran kaumnya di tengah pekik revolusi.

Baca juga: Begini Cikal Bakal Pers Indonesia & Peringatan HPN yang Diperingati Tiap 9 Februari

Para perempuan itu dengan berani menyuarakan hak mereka sebagai manusia berdaulat di ranah privat dan publik meski terancam diterungku dan diasingkan. Sikap kritis yang mereka tuangkan lewat tulisan-tulisan itu pun kelak turut membangun iklim kebebasan berpendapat di Indonesia pasca kemerdekaan serta mendorong lahirnya emansipasi.

Lantas, siapa sajakah perempuan-perempuan hebat itu? Dihimpun Hypeabis.id dari berbagai sumber berikut profil 5 wartawati perempuan yang lewat berbagai pemikirannya turut mengentaskan Indonesia dari kolonialisme serta memperjuangkan martabat kaumnya dari cengkraman patriarki.


1. Roehana Koeddoes

 

Jurnalis perempuan bernama asli Siti Roehana ini merupakan perempuan pertama yang menjadi simbol kesetaraan gender dan kebebasan berekspresi bagi para perempuan di Indonesia. Roehana lahir pada 20 Desember 1884 di kota kecil Gadang, Sumatera Barat.

Roehana dibesarkan pada era ketika kaum perempuan pada saat itu umumnya tidak bisa mendapatkan akses pendidikan formal. Namun, dia cukup beruntung karena memiliki ayah yang mau mengajarkan banyak hal, terutama soal membaca, menulis, dan mengemukakan pendapat.

Dari sinilah dia kemudian mengembangkan hobi membacanya dengan melahap  halaman-halaman surat kabar dan berbagi berita lokal sejak berusia 7 tahun. Tak hanya itu,  pada 1911 dia juga mendirikan tempat belajar bernama Sekolah Koeddoes yang diperuntukkan bagi para perempuan di kota kelahirannya.

Selain itu, untuk menyalurkan berbagai pemikirannya yang kritis Roehana merintis surat kabar wanita bernama Soenting Melajoe. Koran tersebut kelak juga turut menginspirasi perkembangan beberapa surat kabar perempuan Indonesia yang berpengaruh. Atas prestasi dan sumbangsih luar biasanya itu, pemerintah Indonesia menobatkan Roehana sebagai pahlawan nasional pada 8 November 2019.
 

2. Rasuna said

Rasuna Said dikenal sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia, serta aktivis pembela hak-hak kaumnya lewat berbagai tulisan dan orasinya kritis. Singa betina gerakan kemerdekaan Indonesia itu lahir di Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 14 september 1910.

Rasuna cukup beruntung jika dibandingkan perempuan pada masanya. Sebab dia lahir di kalangan bangsawan sehingga bisa mengenyam pendidikan tinggi. Yaitu di pesantren Ar-Rasyidiyah dan Madrasah Diniyah putri yang didirikan oleh Rahmah El Yanusiyah, salah satu tokoh emansipasi wanita di Sumatera Barat.

Sikap kritis Rasuna dan orasinya dalam mengecam ketidakadilan  bahkan sempat membuatnya diterungku pada zaman Hindia Belanda. Hal itu terjadi pada 1932, saat dia berpidato bersama Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI). Rasuna ditangkap dan dibui selama 1 tahun 2 bulan di Semarang. 

Namun, dinginya terali besi tidak membuat nyali Rasuna kendor. Usai bebas pada 1934, dia kembali ke kampung halaman dan membuat gebrakan di kancah jurnalistik dengan menulis jurnal untuk Raya, Menara Poetri, dan Suntiang Nagari. Tak hanya itu, dia juga membuka sekolah khusus untuk anak perempuan bernama Kelompok Wanita Muslim untuk mengangkat derajat kaum hawa.


3. S.K Trimurti

 

Surastri Karma Trimurti atau akrab dipanggil S.K Trimurti merupakan jurnalis, penulis  dan guru pada zaman kemerdekaan Indonesia. Perempuan kelahiran Solo, 11 Mei 1912 ini juga dikenal sebagai sosok yang kritis terhadap pemerintahan kolonial lewat berbagai tulisan dan orasi yang dilakukan pada zaman penjajahan.

Mengawali kariernya sebagai guru sekolah, bahkan S.K Trimurti sempat ditangkap pemerintah Belanda pada 1930-an saat dia menyebarkan pamflet anti kolonialisme hingga dijebloskan ke penjara selama 9 bulan di Semarang. Namun, hal itu tidak mengendorkan sikapnya terhadap penjajahan, bahkan hingga zaman pendudukan Jepang.

S.K Trimurti kemudian beralih ke jurnalisme untuk menyuarakan kegelisahannya setelah bebas dari bui. Hal ini dilakukan dengan menulis untuk berbagai surat kabar seperti, Pikiran Rakyat, Genderang, dan Bedung. Tak hanya itu, bersama suaminya Sayuti Melik, dia juga menerbitkan surat kabarnya sendiri yang bernama Pesat.

Adapun, setelah Indonesia merdeka S.K Trimurti sempat diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama di Indonesia. Tak hanya itu dia pun sempat ditawari posisi Menteri Sosial tapi menolaknya dan memilih fokus melanjutkan kuliah meski telah berkepala empat. S.K Trimurti meninggal pada  20 Mei 2008 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
1
2


SEBELUMNYA

Sempat Diblokir, Elon Musk Pastikan Akses Twitter di Turki Segera Normal

BERIKUTNYA

Wow, Setelah Gucci, Hanni NewJeans Jadi Brand Ambassador Armani Beauty

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: