Resensi: Memaknai Hidup lewat Buku Love Is The Answer
15 December 2022 |
17:25 WIB
Di sebuah kedai kopi, seorang teman pernah berkata dirinya ingin memegang jabatan penting di sebuah perusahaan ternama saat berumur 26 tahun. Dia seolah ingin membuktikan dirinya bisa lebih sukses dari teman-temannya di tongkrongan tersebut.
Nasib baik berpihak kepadanya. Ucapannya di kedai kopi itu telah jadi kenyataan. Namun, di kedai kopi yang sama, dia justru lebih banyak murung. Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, dirinya justru malah merasa biasa-biasa saja. Tidak ada euforia seperti dahulu.
Baca juga: Petualangan Terbaru Alex Cross di Triple Cross Masuk Daftar Buku Terlaris
Di dalam hidup, kita kerap terpaku pada pencapaian-pencapaian. Sayangnya, sinar kesuksesan itu sering disandarkan pada hal yang rapuh, seperti pembuktian diri. Itulah yang membuat perasaan hampa muncul saat kita mendapatkan keberhasilan.
Hal ini tampaknya disadari betul oleh Arvan Pradiansyah dalam bukunya Love is The Answer. Buku ke-11 karya Arvan ini seolah menjadi petunjuk soal kehampaan yang dirasakan sebagian orang saat berhasil mendapatkan yang diinginkannya.
Penulis beranggapan hidup dengan konsep “berpikir menang-menang” akan membuat kehidupan jadi berpatokan pada kesuksesan materi. Berpikir menang-menang memang akan menghasilkan kesuksesan, tetapi tidak selalu berujung kebahagiaan.
Bagi Arvan, rumus kesuksesan dan kebahagiaan bisa sejalan, tetapi bisa juga tidak. Jika ingin bahagia, pendekatan seseorang dalam melakukan sesuatu haruslah berdasarkan cinta dan kasih.
Sebab, berpikir menang-menang hanya akan menciptakan hubungan transaksional, baik kepada orang lain maupun diri sendiri. Dengan menempatkan cinta di landasan pertama, segala keterbatasan soal transaksional akan terlampaui.
Ketika itu terjadi, ikatan emosional akan muncul. Inilah yang kemudian membuat hubungan kita, baik kepada orang lain maupun diri sendiri, dapat menghasilkan kebahagiaan.
Buku setebal 181 ini sangat layak dibaca bagi orang yang sedang resah dalam menghadapi kehidupannya. Melalui buku ini, penulis akan memotivasi dan mengajak pembaca merenungi makna cinta.
Secara garis besar, ada empat bentuk cinta menurut Yunani Kuno. Pertama, eros, yakni cinta birahi. Kedua, philia atau cinta persahabatan. Ketiga, agape atau cinta tak bersyarat. Keempat, forge atau cinta antara orang tua dan anak.
Baca juga: 5 Buku tentang Ratu Elizabeth II Ini Menarik Untuk Dibaca
Arvan akan membawa pembaca menyelami keempat bentuk cinta tersebut ke dalam buku ini. Namun, kisah-kisah paling banyak akan berputar pada bentuk cinta yang tulus dan tanpa syarat.
Terdengar sulit, tetapi Arvan bisa menerjemahkan itu dengan gaya bahasa yang menarik dan enak dibaca. Pada setiap konsep cinta yang diperkenalkannya, Arvan sering memakai ilustrasi cerita yang relevan. Hal ini memudahkan pembaca memahami situasi ril dari proses berpikir soal cinta yang dipahami Arvan.
Buku ini juga akan membuat pembaca untuk mencoba memakai cinta dalam setiap perjalanan kehidupan personalnya maupun kehidupan profesionalnya. Tidak ada yang salah dengan itu, karena cinta membuat hidup jadi lebih bermakna.
Di kehidupan personal, cinta mungkin lebih sering digunakan sebagai ekspresi kepada orang yang disayang. Namun, di kehidupan profesional, cinta tampaknya masih jadi hal asing.
Banyak orang menganggap cinta tak perlu ada di kehidupan profesional. Seseorang yang bekerja di sebuah kantor hanya perlu menjalankan tugasnya dan mendapatkan imbalan. Namun, lagi-lagi pola seperti ini sangat transaksional.
Ketika semua didasarkan pada transaksional. Seseorang akan jadi mudah tersulut. Saat bertemu dengan atasan yang dianggap selalu mau menang sendiri, seseorang akan langsung kesal dan marah. Padahal, pikiran mau menang sendiri bisa jadi hanya anggapan, bukan fakta.
Itulah kelemahan mendasarkan hidup pada transaksional semata. Seseorang jadi lebih mengedepankan ego dan kemarahan dibanding menyebarkan cinta.
Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln memiliki kalimat menyejukkan untuk situasi tersebut. Dia bilang “Saya tidak suka orang itu. Karena itu, saya harus lebih mengenalnya,”.
Arvan tidak berbicara soal cinta yang menye-menye belaka. Arvan menggambarkan bahwa cinta adalah energi yang besar sehingga kita bisa menjalani hidup dengan utuh.
Namun, selayaknya kehidupan, selalu ada hitam dan putih. Penulis tak menampik bahwa di antara cinta selalu ada haters. Di buku ini, penulis juga mengulas soal cara merespons haters dan tetap mengedepankan cinta. Sebab, cinta adalah jawaban bagi semuanya. Selamat membaca, Genhype!
Baca juga: 5 Rekomendasi Buku dan Novel Filsafat untuk Pemula
Editor: Dika Irawan
Nasib baik berpihak kepadanya. Ucapannya di kedai kopi itu telah jadi kenyataan. Namun, di kedai kopi yang sama, dia justru lebih banyak murung. Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, dirinya justru malah merasa biasa-biasa saja. Tidak ada euforia seperti dahulu.
Baca juga: Petualangan Terbaru Alex Cross di Triple Cross Masuk Daftar Buku Terlaris
Di dalam hidup, kita kerap terpaku pada pencapaian-pencapaian. Sayangnya, sinar kesuksesan itu sering disandarkan pada hal yang rapuh, seperti pembuktian diri. Itulah yang membuat perasaan hampa muncul saat kita mendapatkan keberhasilan.
Hal ini tampaknya disadari betul oleh Arvan Pradiansyah dalam bukunya Love is The Answer. Buku ke-11 karya Arvan ini seolah menjadi petunjuk soal kehampaan yang dirasakan sebagian orang saat berhasil mendapatkan yang diinginkannya.
Penulis beranggapan hidup dengan konsep “berpikir menang-menang” akan membuat kehidupan jadi berpatokan pada kesuksesan materi. Berpikir menang-menang memang akan menghasilkan kesuksesan, tetapi tidak selalu berujung kebahagiaan.
Bagi Arvan, rumus kesuksesan dan kebahagiaan bisa sejalan, tetapi bisa juga tidak. Jika ingin bahagia, pendekatan seseorang dalam melakukan sesuatu haruslah berdasarkan cinta dan kasih.
Sebab, berpikir menang-menang hanya akan menciptakan hubungan transaksional, baik kepada orang lain maupun diri sendiri. Dengan menempatkan cinta di landasan pertama, segala keterbatasan soal transaksional akan terlampaui.
Ketika itu terjadi, ikatan emosional akan muncul. Inilah yang kemudian membuat hubungan kita, baik kepada orang lain maupun diri sendiri, dapat menghasilkan kebahagiaan.
Buku Love Is The Answer (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Secara garis besar, ada empat bentuk cinta menurut Yunani Kuno. Pertama, eros, yakni cinta birahi. Kedua, philia atau cinta persahabatan. Ketiga, agape atau cinta tak bersyarat. Keempat, forge atau cinta antara orang tua dan anak.
Baca juga: 5 Buku tentang Ratu Elizabeth II Ini Menarik Untuk Dibaca
Arvan akan membawa pembaca menyelami keempat bentuk cinta tersebut ke dalam buku ini. Namun, kisah-kisah paling banyak akan berputar pada bentuk cinta yang tulus dan tanpa syarat.
Terdengar sulit, tetapi Arvan bisa menerjemahkan itu dengan gaya bahasa yang menarik dan enak dibaca. Pada setiap konsep cinta yang diperkenalkannya, Arvan sering memakai ilustrasi cerita yang relevan. Hal ini memudahkan pembaca memahami situasi ril dari proses berpikir soal cinta yang dipahami Arvan.
Buku ini juga akan membuat pembaca untuk mencoba memakai cinta dalam setiap perjalanan kehidupan personalnya maupun kehidupan profesionalnya. Tidak ada yang salah dengan itu, karena cinta membuat hidup jadi lebih bermakna.
Di kehidupan personal, cinta mungkin lebih sering digunakan sebagai ekspresi kepada orang yang disayang. Namun, di kehidupan profesional, cinta tampaknya masih jadi hal asing.
Banyak orang menganggap cinta tak perlu ada di kehidupan profesional. Seseorang yang bekerja di sebuah kantor hanya perlu menjalankan tugasnya dan mendapatkan imbalan. Namun, lagi-lagi pola seperti ini sangat transaksional.
Ketika semua didasarkan pada transaksional. Seseorang akan jadi mudah tersulut. Saat bertemu dengan atasan yang dianggap selalu mau menang sendiri, seseorang akan langsung kesal dan marah. Padahal, pikiran mau menang sendiri bisa jadi hanya anggapan, bukan fakta.
Itulah kelemahan mendasarkan hidup pada transaksional semata. Seseorang jadi lebih mengedepankan ego dan kemarahan dibanding menyebarkan cinta.
Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln memiliki kalimat menyejukkan untuk situasi tersebut. Dia bilang “Saya tidak suka orang itu. Karena itu, saya harus lebih mengenalnya,”.
Arvan tidak berbicara soal cinta yang menye-menye belaka. Arvan menggambarkan bahwa cinta adalah energi yang besar sehingga kita bisa menjalani hidup dengan utuh.
Namun, selayaknya kehidupan, selalu ada hitam dan putih. Penulis tak menampik bahwa di antara cinta selalu ada haters. Di buku ini, penulis juga mengulas soal cara merespons haters dan tetap mengedepankan cinta. Sebab, cinta adalah jawaban bagi semuanya. Selamat membaca, Genhype!
Baca juga: 5 Rekomendasi Buku dan Novel Filsafat untuk Pemula
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.