Sebabkan Kematian Mendadak Saat Tidur, Waspadai Aritmia!
01 December 2022 |
22:57 WIB
Genhype, gangguan irama jantung atau aritmia patut diwaspadai. Kondisi yang menyebabkan interval detak jantung bisa menjadi lebih cepat, lebih lambat, atau tidak teratur ini tergolong sebagai silent killer, yaitu penyebab kematian yang minim atau hampir tidak menunjukan gejala sama sekali.
Penyakit ini pun kerap dikaitkan kematian mendadak atau Sudden Adult Death Syndrome (SADS). Pada banyak kasus, penderita aritmia bisa saja terlihat dalam keadaan sehat dan bugar sebelum akhirnya gangguan pada jantung tersebut menyerang mereka.
Akibatnya, banyak orang yang terlambat untuk mendapatkan pertolongan karena penyakit ini menyerang pada saat yang tidak terduga, seperti pada saat kita tidur.
Konsultan Kardiologi Intervensi & Aritmia Eka Hospital BSD dr. Ignatius Yansen menerangkan bahwa aritmia jantung disebabkan oleh aktivitas sinyal listrik yang tidak normal dan menyebabkan irama detak jantung menjadi tidak stabil.
Kondisi tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor, mulai dari bawaan genetik, penyakit jantung koroner, kelainan otot jantung, gangguan elektrolit, penyakit bawaan lainnya seperti diabetes, hingga penggunaan obat-obatan dan gaya hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi alkohol.
Baca juga: Faktor Gaya Hidup Jadi Penentu, Waspadai Penyebab dan Gejala Jantung Koroner
Meskipun sebagian besar kasus aritmia tidak menunjukan gejala, kata Yansen ada beberapa gejala awal yang bisa diwaspadai seperti sakit kepala, detak jantung tidak beraturan seperti lebih cepat atau lebih lambat. Kemudian sering kelelahan, pingsan atau pandangan gelap, nyeri dada, sesak napas, hingga kejang.
"Gejala tersebut bisa timbul kapan saja, baik itu saat penyakit masih ringan atau saat penyakit sudah memburuk," ujarnya dikutip Hypeabis.id, Kamis (1/12/2022).
Dengan risiko kematian, menurut Yansen penting mendeteksi aritmia. Adapun cara yang paling efektif dalam mendeteksi apakah kamu memiliki kelainan pada irama detak jantung yakni dengan memeriksakan diri kepada dokter.
Dalam mendeteksi aritmia jantung, dokter dapat menganalisis aktifitas listrik jantung secara langsung dengan menggunakan alat seperti elektrokardiogram (EKG) atau holter. Pemeriksaan penunjang lain berupa ekokardiografi, tes treadmill atau melakukan pemeriksaan invasif berupa pemeriksaan listrik jantung (studi elektrofisiologi), yang merupakan standard baku emas untuk diagnosa gangguan aritmia.
Genhype juga bisa melakukan pemeriksaan skrining genetik melalui tes DNA untuk mengetahui apakah tubuh memiliki mutasi genetik yang berpotensi untuk menimbulkan terjadinya aritmia jantung. Namun demikian, Yansen menyebut pemeriksaan ini belum bisa dikerjakan di Indonesia.
Baca juga: Jangan Panik, Begini Langkah Pertolongan Pertama Pada Henti Jantung
Dalam pemeriksaan mandiri, dia menyarankan untuk menghitung denyut nadi. Caranya yaitu dengan menempelkan 2 jari pada denyut nadi di pergelangan tangan atau bagian leher samping lalu hitung denyut nadi selama 1 menit dengan bantuan stopwatch.
Yansen menerangkan bahwa detak jantung yang normal umumnya akan berdetak sebanyak 60-100 kali dalam 1 menit. "Kalau menemukan jumlah detak jantung Anda berada di atas, di bawah normal, atau tidak beraturan, segera periksakan diri Anda kepada dokter," tegasnya.
Sayangnya, aritmia saat ini tidak bisa dicegah dan diobati. Namun Genhype dapat mengantisipasi dan menurunkan risikonya dengan rutin memeriksakan diri kepada dokter, terutama jika memiliki riwayat keluarga dengan kematian mendadak yang disebabkan oleh aritmia atau riwayat keluarga dengan kematian pada usia muda.
Selain itu, penerapan gaya hidup sehat juga sebaiknya dilakukan untuk menurunkan risiko dari aritmia. Hindari konsumsi alkohol, kurangi asupan makanan berlemak tinggi, kelola stres dengan bijak, dan rutin melatih jantung dengan giat berolahraga ya, Genhype!
Baca juga: Rekomendasi Olahraga yang Aman untuk Penderita Jantung
Editor: Roni Yunianto
Penyakit ini pun kerap dikaitkan kematian mendadak atau Sudden Adult Death Syndrome (SADS). Pada banyak kasus, penderita aritmia bisa saja terlihat dalam keadaan sehat dan bugar sebelum akhirnya gangguan pada jantung tersebut menyerang mereka.
Akibatnya, banyak orang yang terlambat untuk mendapatkan pertolongan karena penyakit ini menyerang pada saat yang tidak terduga, seperti pada saat kita tidur.
Konsultan Kardiologi Intervensi & Aritmia Eka Hospital BSD dr. Ignatius Yansen menerangkan bahwa aritmia jantung disebabkan oleh aktivitas sinyal listrik yang tidak normal dan menyebabkan irama detak jantung menjadi tidak stabil.
Kondisi tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor, mulai dari bawaan genetik, penyakit jantung koroner, kelainan otot jantung, gangguan elektrolit, penyakit bawaan lainnya seperti diabetes, hingga penggunaan obat-obatan dan gaya hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi alkohol.
Baca juga: Faktor Gaya Hidup Jadi Penentu, Waspadai Penyebab dan Gejala Jantung Koroner
Meskipun sebagian besar kasus aritmia tidak menunjukan gejala, kata Yansen ada beberapa gejala awal yang bisa diwaspadai seperti sakit kepala, detak jantung tidak beraturan seperti lebih cepat atau lebih lambat. Kemudian sering kelelahan, pingsan atau pandangan gelap, nyeri dada, sesak napas, hingga kejang.
"Gejala tersebut bisa timbul kapan saja, baik itu saat penyakit masih ringan atau saat penyakit sudah memburuk," ujarnya dikutip Hypeabis.id, Kamis (1/12/2022).
Dengan risiko kematian, menurut Yansen penting mendeteksi aritmia. Adapun cara yang paling efektif dalam mendeteksi apakah kamu memiliki kelainan pada irama detak jantung yakni dengan memeriksakan diri kepada dokter.
Dalam mendeteksi aritmia jantung, dokter dapat menganalisis aktifitas listrik jantung secara langsung dengan menggunakan alat seperti elektrokardiogram (EKG) atau holter. Pemeriksaan penunjang lain berupa ekokardiografi, tes treadmill atau melakukan pemeriksaan invasif berupa pemeriksaan listrik jantung (studi elektrofisiologi), yang merupakan standard baku emas untuk diagnosa gangguan aritmia.
Genhype juga bisa melakukan pemeriksaan skrining genetik melalui tes DNA untuk mengetahui apakah tubuh memiliki mutasi genetik yang berpotensi untuk menimbulkan terjadinya aritmia jantung. Namun demikian, Yansen menyebut pemeriksaan ini belum bisa dikerjakan di Indonesia.
Baca juga: Jangan Panik, Begini Langkah Pertolongan Pertama Pada Henti Jantung
Dalam pemeriksaan mandiri, dia menyarankan untuk menghitung denyut nadi. Caranya yaitu dengan menempelkan 2 jari pada denyut nadi di pergelangan tangan atau bagian leher samping lalu hitung denyut nadi selama 1 menit dengan bantuan stopwatch.
Yansen menerangkan bahwa detak jantung yang normal umumnya akan berdetak sebanyak 60-100 kali dalam 1 menit. "Kalau menemukan jumlah detak jantung Anda berada di atas, di bawah normal, atau tidak beraturan, segera periksakan diri Anda kepada dokter," tegasnya.
Sayangnya, aritmia saat ini tidak bisa dicegah dan diobati. Namun Genhype dapat mengantisipasi dan menurunkan risikonya dengan rutin memeriksakan diri kepada dokter, terutama jika memiliki riwayat keluarga dengan kematian mendadak yang disebabkan oleh aritmia atau riwayat keluarga dengan kematian pada usia muda.
Selain itu, penerapan gaya hidup sehat juga sebaiknya dilakukan untuk menurunkan risiko dari aritmia. Hindari konsumsi alkohol, kurangi asupan makanan berlemak tinggi, kelola stres dengan bijak, dan rutin melatih jantung dengan giat berolahraga ya, Genhype!
Baca juga: Rekomendasi Olahraga yang Aman untuk Penderita Jantung
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.