Kekerasan fisik adalah salah satu bentuk tindak KDRT (Sumber gambar ilustrasi: pexels/ Kat Smith)

Perhatikan 4 Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

20 November 2022   |   07:08 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan persoalan serius yang belum terselesaikan. Beberapa waktu lalu, bahkan, publik digemparkan oleh dugaan KDRT yang menimpa oleh public figure. Di luar kasus itu, tentu ada banyak KDRT lain yang belum terekspos. 

Kekerasan dalam rumah tangga adalah sebuah aksi atau tindakan yang perlu diperhatikan dan tidak boleh dilakukan oleh setiap pasangan, terlebih telah memiliki anak. Agar kita tidak melakukan tindak kekerasan di dalam negeri, tidak ada salahnya jika kita mengetahui lebih jauh tentang kekerasan dalam rumah tangga.

Baca juga: Genhype, Simak Langkah yang Harus ditempuh Saat Mengalami KDRT

Psikolog Klinis Anak, Rendra Yoanda, mengatakan bahwa rujukan penjelasan mendasar mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Beleid tersebut menuturkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga.

“Termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, dan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga,” katanya.

Dari definisi tersebut, bentuk kekerasan dapat berupa ancaman, tindakan, atau penelantaran dalam lingkup rumah tangga yang sama yang dapat terjadi dari suami ke istri atau sebaliknya dan orang tua ke anak atau sebaliknya, dan sebagainya yang masih dalam lingkup rumah tangga yang sama.

Dia menuturkan bahwa isu kekerasan dalam rumah tangga bukan lagi masuk ranah domestik. Kekerasan dalam rumah tangga adalah ranah publik yang dapat meraih dukungan dan perlindungan oleh negara dalam UU No. 23/2004.

"Dengan masuknya KDRT ke dalam ranah publik, pelaku kekerasan bisa mendapatkan sanksi hukum yang berlaku, dan korban bisa mengakses fasilitas dukungan/perlindungan yang disediakan oleh negara.” jelasnya.

Dia menambahkan kekerasan dalam rumah tangga dapat bermula dari ketidakstabilan emosi dan psikologis dari pasangan, serta kemampuan regulasi emosi pasangan yang rendah. Kondisi ini membuat hal-hal kecil dapat menjadi pemantik pertengkaran yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga.

Masalah kecil itu seperti terlambat sampai rumah, tidak izin saat pergi, atau hanya sekedar lupa meletakkan gula dalam the atau kopi.

Menurutnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya adalah individu normal tanpa gangguan atau ketidakstabilan psikologis. Mereka melakukan tindakan kekerasan karena memiliki pemahaman yang sempit dan keliru terkait dengan peran-peran dalam rumah tangga.

“Selain itu, mereka bisa jadi juga terbiasa dengan metode berkekerasan dalam menyelesaikan masalah.” Katanya.

Baca juga: Mengenal Siklus KDRT & Alasan Korban Mempertahankan Hubungannya

Untuk diketahui, Rendra menyebutkan bahwa bahwa kekerasan dalam rumah tangga mencakup empat bentuk secara umum. Bentuk tersebut adalah:


1. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik dalam rumah tangga merupakan segala bentuk perbuatan yang menimbulkan sakit fisik, luka fisik, cacat fisik, hingga kematian. Berdasarkan namanya, jelas bentuk dari kekerasan ini bisa berupa pemukulan, membanting, mencekik, dan lain sebagainya yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dengan korban.


2. Kekerasan seksual

Kekerasan seksual dalam rumah tangga merupakan segala bentuk kekerasan yang terkait dengan aspek seksual, seperti pemaksaan hubungan badan dan/atau perkosaan dengan anggota keluarga, ataupun terkait dengan aspek komersialisasi seksual, seperti menjual anggota keluarga secara seksual dengan dalih membayar utang.
 

3. Kekerasan psikologis

Kekerasan psikologis dalam rumah tangga terkait dengan segala bentuk perbuatan ataupun ancaman di dalam rumah tangga yang mengakibatkan korbannya merasa tidak berdaya, ketakutan berlebihan, tidak bisa mengambil keputusan atau tindakan, hingga menimbulkan gangguan-gangguan psikologis berat lainnya.


4. Penelantaran

Aksi atau tindakan penelantaran yang merujuk kepada tidak dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup, tidak adanya perawatan atau pemeliharaan yang dilakukan kepada anggota keluarga yang membutuhkan, hingga menimbulkan ketergantungan secara ekonomi pada korban, sehingga korban merasa tidak berdaya jika tidak bersama dengan pelaku, atau dengan kata lain, pelaku memiliki kendali atas hidup korban.

Baca juga: Bisa Terjadi Pada Siapapun, Ini Ciri & Potensi KDRT yang Harus Menjadi Perhatian

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Pameran Seni Kontemporer Constellations: Global Reflections (CGR) Hadir di Bali Sampai November 2023

BERIKUTNYA

5 Fakta Unik Piala Dunia 2022, Digelar di Musim Dingin hingga Wasit Perempuan Pertama

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: