Ketegangan adalah siklus awal kekerasan dalam rumah tangga (Sumber gambar ilustrasi: pexels/ Anete Lusina)

Pahami 4 Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga & Tip Menghindarinya

24 November 2022   |   18:04 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT, yang terjadi dalam berbagai bentuk dan memberi dampak besar bagi keluarga, dalam konteks ruang publik ternyata dapat terjadi secara berulang. Kondisi tersebut dapat terjadi lantaran adanya siklus kekerasan di dalamnya.

Psikolog Klinis Anak Rendra Yoanda mengatakan, setidaknya terdapat empat siklus yang bisa membuat kekerasan dalam rumah tangga cenderung berulang secara tanpa disadari. Korban biasanya akan merasakan kesendirian karena tidak ada pihak yang dapat memberikan bantuan jika tidak memiliki kepercayaan diri. “Untuk bergerak, berbicara, dan bertindak mengingat pelaku akan membatasi pergerakan,” katanya.

Korban, paparnya, bahkan juga makin menghadapi situasi dilematis dan menarik diri hingga kerap terisolasi apabila lingkungan terdekat, baik itu keluarga atau teman menganggap bahwa tindakan kekerasan yang terjadi merupakan sesuatu yang wajar. “Dan membuat korban merasa tidak didengarkan atau diakomodasi,” ujarnya, dalam penjelasan resmi yang diterima Hypeabis.id., Kamis (24/11).

Baca juga: Simak Kiat Mencegah KDRT Sejak Dini, Waspada Tandanya!

Dia menuturkan penting bagi semua pihak untuk membangun kepekaan dan kepedulian terhadap sekitar dengan membaca tanda-tanda jika orang terdekat mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Berikut siklus-siklus yang membuat kekerasan dalam rumah tangga cenderung berulang:
 


Ketegangan Situasi 

Ketegangan situasi merupakan siklus pertama, dan kejadian KDRT dapat bermula dari ketegangan yang terbangun dalam hubungan suami dan istri, faktor komunikasi yang terputus, sampai dengan timbulnya rasa ketakutan yang berlebihan dari sang korban yang membuatnya berusaha untuk menenangkan pelaku,” katanya.
 

Insiden Kekerasan 

Siklus kedua, adalah tindak kekerasan yang terjadi sebagaimana bentuk-bentuk dari kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri, baik itu kekerasan fisik, seksual, psikologis, dan penelentaran.

Pada siklus ini, pelaku akan dipenuhi dengan rasa marah. Kemudian, muncul perdebatan, ancaman, dan intimidasi kepada  korban kekerasan dalam rumah tangga.
 

Rekonsiliasi 

Siklus ketiga pelaku kekerasan dalam rumah tangga biasanya akan melakukan aksi meminta maaf kepada korban. Pelaku akan memberikan alasan atas tindakan yang dilakukan terhadap sang korban.

Pelaku kekerasan dalam rumah tangga bahkan juga menyalahkan korban atas aksi tindakan KDRT yang terjadi. Kerap kali, pelaku kekerasan menyatakan bahwa tindakan terhadap korban hanya tindakan khilaf dan tidak menyebabkan dampak berlebihan.
 

Melupakan Kekerasan  

Siklus terakhir adalah pelaku akan melupakan tindak kekerasan dalam rumah tangga meskipun korban mengalami dampak yang tidak kecil terhadap fisik dan psikis. Siklus ini juga kerap disebut dengan fase bulan madu.

Sebelumnya, Rendra menuturkan bahwa isu kekerasan dalam rumah tangga bukan lagi masuk ranah domestik. Kekerasan dalam rumah tangga adalah ranah publik yang dapat meraih dukungan dan perlindungan oleh negara dalam UU No.23/2004.

"Dengan masuknya KDRT ke dalam ranah publik, pelaku kekerasan bisa mendapatkan sanksi hukum yang berlaku, dan korban bisa mengakses fasilitas dukungan/perlindungan yang disediakan oleh negara.” jelasnya.

Dia menambahkan kekerasan dalam rumah tangga dapat bermula dari ketidakstabilan emosi dan psikologis dari pasangan, serta kemampuan regulasi emosi pasangan yang rendah. Kondisi ini membuat hal-hal kecil dapat menjadi pemantik pertengkaran yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga.

Masalah kecil itu seperti terlambat sampai rumah, tidak izin saat pergi, atau hanya sekadar lupa meletakkan gula dalam teh atau kopi. Menurutnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya adalah individu normal tanpa gangguan atau ketidakstabilan psikologis.

Mereka melakukan tindakan kekerasan karena memiliki pemahaman yang sempit dan keliru terkait dengan peran-peran dalam rumah tangga. “Selain itu, mereka bisa jadi juga terbiasa dengan metode berkekerasan dalam menyelesaikan masalah,” katanya.

Baca juga: Bisa Terjadi Pada Siapapun, Ini Ciri & Potensi KDRT yang Harus Menjadi Perhatian


Editor: Roni Yunianto
 

SEBELUMNYA

In the Hand, Esensi Pameran Tunggal Seniman Chiharu Shiota

BERIKUTNYA

Sambut Hari Guru Nasional, Begini Sejarah & Perjuangan PGRI dari Masa ke Masa

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: