Ilustrasi KDRT (Sumber gambar: Freepik)

Mengenal Siklus KDRT & Alasan Korban Mempertahankan Hubungannya

24 October 2022   |   12:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Rumah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi semua penghuninya. Namun, nyatanya kasus kekerasan di dalam rumah tangga (KDRT) terus terjadi setiap tahunnya. Masih munculnya kasus KDRT di Indonesia perlu mendapatkan perhatian serius, terutama kepada korban yang sudah berani melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya.

Dalam data yang dihimpun Komnas Perempuan, pelaporan kasus KDRT setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Pada 2021, Komnas Perempuan menerima pengaduan sebanyak 771 kasus kekerasan terhadap istri. Angka tersebut sama dengan 31 persen dari total laporan 2.527 kasus kekerasan di ranah tumah tangga atau personal.

Di tengah makin meningkatnya angka kekerasan di dalam rumah tangga, masyarakat mesti membentengi diri dengan pengetahuan tentang KDRT. Sebab, di dalam kasus KDRT ada semacam siklus yang terus berputar yang membuat korban kerap tetap mau bertahan di dalam sebuah hubungan. Meski sebenarnya tidak ada yang salah dengan bertahan, asal perilaku kekerasan sudah benar-benar tidak terjadi lagi.

Baca juga: Simak Kiat Mencegah KDRT Sejak Dini, Waspada Tandanya


Penyebab Munculnya Perilaku KDRT

Psikolog Amanasa Indonesia Marsha Tengker mengatakan penyebab KDRT adalah karena munculnya emosi yang tidak terkontrol. Jadi, pelaku yang sekaligus pasangan dari korban ini punya masalah terhadap pengendalian emosinya.

Psikolog yang akrab disapa Caca ini menyebut pasangan yang memiliki masalah terhadap pengendalian emosi mesti segera diperbaiki. Sebab, jika dibiarkan begitu saja, manifestasinya bisa merugikan orang lain, termasuk terjadinya KDRT.

“Namun, ketika sudah bisa mengendalikan itu (emosi, Red), kita tidak akan merugikan atau menyakiti orang lain,” ujar Caca saat ditemui di Auditorium Rizal Sini, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.


Mengenal Siklus KDRT

Meski sudah mengalami KDRT, korban bukan tidak mungkin akan tetap mau kembali membina hubungan lamanya. Fenomena ini lumrah terjadi karena sebenarnya KDRT memiliki siklus yang bisa terulang.

Psikolog Rininda Mutia melalui akun Instagram @Amanasa.id mengatakan seseorang memang bisa memaafkan dan mencabut laporan KDRT yang sudah dibuatnya sendiri. Fenomena tersebut biasanya terjadi dalam tahap rasionalisasi. Biar tidak bingung, yuk simak siklus KDRT yang kerap terjadi berulang.
 
  • Ketegangan: Fase ini meliputi perbedaan pendapat dan pandangan. Pada tahap ini, pasangan mulai beradu argumen dan memicu konflik lebih tinggi.
  • Ledakan kekerasan: Fase ini biasanya ditandai dengan konflik yang makin tinggi. Tidak jarang terjadi kata-kata ancaman, pemukulan, bahkan intimidasi dari salah satu pihak. Potensi terjadi kekerasan dalam rumah tangga sangat besar terjadi di fase ini.
  • Rasionalisasi: Pada fase ini, konflik sudah mulai menurun. Hubungan yang tadinya tegang telah mendingin. Biasanya penurunan konflik disertai permintaan maaf dari pelaku. Pelaku akan mencoba bersikap manis agar mau dimaafkan dan kembali membina hubungan.
  • Periode tenang: Pada fase ini, hubungan yang terjalin lagi jauh lebih tenang dan nyaman. Ketengan yang terjadi saat konflik sudah sangat menurun.

Mutia mengatakan pencabutan laporan KDRT cukup banyak terjadi karena adanya fase meminta maaf. Dalam fase meminta maaf, korban akan merasa masih memiliki harapan bahwa pasangannya berubah. Alasan tersebut membuat korban menganggap hubungan yang sudah terjalin masih bisa diselamatkan.

Kasus KDRT adalah sesuatu yang tidak sederhana. Korban KDRT banyak mengalami proses yang kompleks di dalam diri sebelum memaafkan dan mencabut laporan ke polisi. Cinta, harapan, dan teror bercampur menjadi goncangan emosi yang dirasakan korban.

Mutia menyarankan masyarakat atau orang terdekat dari korban untuk menghormat setiap keputusan yang dilakukan seseorang dalam menghadapi kasus KDRT. Alih-alih menghakimi, lebih baik temani korban dan beri dukungan dengan mendengarkan apa yang sedang dirasakan.

Hindari untuk membangunkan suasana trauma dengan mengajak korban berpikir ulang atau mengingat kejadian kekerasan yang menimpanya. Kemudian, bangunlah support system yang baik karena segitu rumitnya keadaan yang harus dihadapi oleh korban KDRT.

Editor: Dika Irawan 

SEBELUMNYA

Ancaman Resesi 2023, UMKM Enggak Gentar Tuh

BERIKUTNYA

Lika-liku Melatih Dasar Kemampuan Seni Peran

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: