Cuplikan film Pengabdi Setan 2: Communion (Sumber gambar: Rapi Films)

Film Horor Laris Manis di Indonesia, Mistis & Rekreasi Emosi Jadi Pendorong

08 November 2022   |   16:27 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Genre horor masih menjadi primadona bagi penonton film di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan sejumlah judul film horor lokal yang laris di pasaran dan menembus angka penjualan tiket tertinggi sejak bioskop dibuka kembali dengan kapasitas penuh beberapa bulan terakhir.

Tiga dari lima film Indonesia terlaris pada 2022 diisi oleh sinema genre horor. Berdasarkan data dari filmindonesia.or.id, KKN di Desa Penari menempati singgasana sebagai film terlaris sepanjang masa dengan meraup sebanyak 9.233.847 penonton.

Jika menggunakan asumsi harga tiket Rp40.000 per orang, film garapan rumah produksi MD Pictures itu berhasil mengantongi pendapatan sekitar Rp370 miliar dari total biaya produksi sebesar Rp15 miliar.

Sementara di urutan kedua, ada film Pengabdi Setan 2: Communion yang tayang pada Agustus lalu dan memperoleh sebanyak 6.390.970 penonton, lalu disusul dengan film Ivanna yang meraup sebanyak 2.793.775 penonton di bioskop.

Baca juga: Film Rumah Kaliurang Janjikan Sesuatu yang Baru dari Film Horor Lainnya

Menurut Sutradara Hanung Bramantyo, film yang mengangkat kisah-kisah science-fiction cenderung kurang peminat di Indonesia. Sebaliknya, film yang mengandung unsur mitologis dan mistik itu mudah diterima oleh audiens, di mana hal itu juga berlaku di negara-negara Asia.

Dia mengambil contoh Thailand, yang dinilai menjadi satu-satunya negara di Asia yang aktif memproduksi film horor dengan audiens terbesar dibandingkan dengan genre lain. Begitu pun di Malaysia, negara dengan mayoritas penduduk muslim, jumlah penonton film horornya masih mendominasi hingga saat ini.

"Kemunculan film-film horor itu justru didominasi di negara-negara di mana agama itu masih mendominasi seperti Asia, dibandingkan di Eropa dan Amerika," katanya.

Terlebih di Indonesia, Hanung mengatakan kepercayaan masyakarat terhadap mitos masih cukup kuat. Hal itu setidaknya tecermin pada jumlah produksi film horor lokal yang cukup tinggi dibandingkan dengan genre lain, yakni sekitar 500 lebih judul mulai dari tahun 1970-an hingga saat ini.


Bebas Nilai

Sebagai pembuat film, Hanung juga menilai bahwa genre horor seringkali menjadi medium yang lebih lentur bagi para kreator dalam menampilkan suatu permasalahan atau bahkan menyampaikan gagasan dan kritik.

Menurutnya, tak jarang para kreator membuat film horor bukan hanya untuk menakut-takuti penonton dengan cerita yang mistis atau penampakan subjek hantu, tetapi sekaligus juga menjadi bentuk ekspresi seniman terhadap situasi yang terjadi di masyarakat.

Dengan kata lain ada semacam subteks, isi dari film yang ditampilkan secara tersirat yang dipahami oleh audiens. "Hanya dengan film horor, masyarakat dapat menerima subteks di dalam film tersebut," imbuhnya.

Dia mengambil contoh film Pengabdi Setan 2: Communion (2022) garapan sutradara Joko Anwar. Dalam film itu, karakter ustaz yang selama ini dianggap oleh masyarakat sebagai sosok pembawa nilai-nilai kebaikan justru dikisahkan mati dengan cara yang tragis dibandingkan dengan tokoh-tokoh film yang lain.

"Itu kan sebuah pemberontakan dari kreator terhadap stereotip seorang ulama. Tapi itu tidak diprotes atau menjadi persoalan," ucap Hanung.


Sajian Horor Lokal & Luar Negeri

Minat film horor yang tinggi juga bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di berbagai negara belahan dunia. Kritikus Film Hikmat Darmawan mengatakan perbedaan film horor Indonesia dengan luar negeri terletak pada mitosnya.

Menurutnya, apa yang menakutkan dan mencemaskan di dalam masyarakat suatu negara akan tercermin dalam film horor yang dibuat.

Film horor buatan Hollywood misalnya, banyak terpengaruh oleh konsep horor Eropa, yang mengangkat cerita mistis dalam sejarah mitologi maupun biblikal. Sementara film horor yang diproduksi di Asia seperti Jepang, Thailand dan Indonesia, cenderung mengangkat kisah-kisah mitos atau legenda di suatu tempat yang dipercaya masyarakat sebagai kebenaran (urband legend).

"Di Indonesia tentu saja ada material seperti kuntilanak, jin, pocong. Hantu-hantu itu, terutama pocong tidak ditemukan tempat lain, itu hanya masyarakat Islam dan mereka menjadikannya sebagai horor. Itu yang relatif membedakan," ujarnya.

Namun seiring perkembangan, cerita film horor saling terpengaruh. Hikmat menuturkan film-film horor terlaris di Indonesia biasanya memiliki material horor, jalan cerita,  termasuk karakterisasi pemainnya yang relate dengan penonton.

Hikmat mencontohkan, film-film horor Indonesia era 1970 sampai 1980-an mengandalkan adegan sadis dan penuh darah (gore) dipadu suasana mistik. Sementara film horor era 2000-an menampilkan suasana mencekam melalui kesunyian, gedung-gedung modern atau lokasi-lokasi di kota yang mengandung cerita-cerita atau mitos-mitos urban.

"Itu jadi bahan yang memunculkan semacam atmosfer horor di film-film generasi baru pasca-reformasi," imbuhnya.

Baca juga: Sinopsis Film Horor Perempuan Bergaun Merah

Menurut Hikmat, setiap masa, masyarakat, dan budaya memiliki tafsir horornya masing-masing tentang apa yang   mereka anggap sebagai sesuatu yang menyeramkan. Oleh karena itu, setiap masa pasti akan melahirkan kisah-kisah horor yang berbeda-beda.

"Begitulah pula mengapa film horor dari masa ke masa, atau dari satu tempat ke tempat lain, punya kadar keseraman yang berbeda-beda," ujarnya.

 
1
2


SEBELUMNYA

Dua Tahun Pandemi, Layar Industri Perfilman Indonesia Terkembang Lagi

BERIKUTNYA

Mau Transit Bandara Changi? Intip Suguhan Karya Seni di Dalamnya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: