Seniman Yusuf Susilo Hartono Akan Gelar Pameran Tunggal di Museum Nasional
04 October 2022 |
21:44 WIB
1
Like
Like
Like
Wartawan sekaligus pelukis Yusuf Susilo Hartono (YSH) akan melakukan pameran tunggal berajuk Among Jiwo: Retrospeksi 40 Tahun Berkarya, dari karya-karyanya yang dibuat dalam kurun waktu 40 tahun di Museum Nasional, Jakarta, pada 9-14 November 2022 mendatang.
Seniman asal Bojonegoro, Jawa Timur ini akan memamerkan karya-karya seni rupa, seperti lukisan, gambar, sktesa, ilustrasi dan video yang telah dibuat dalam perjalan kreatifnya sebagai seniman.
Baca juga: Menikmati Karya Sang Pembisik dari Seniman Danarto
Tak hanya itu, dalam gelaran ini juga akan dilengkapi dengan dokumentasi, manuskrip, memorabilia kerja sastra dan jurnalistiknya selama 5 windu terakhir, sehingga publik bisa utuh dalam mengapresiasi karya dan perjalanan kreatifnya.
Saat ditemui Hypeabis.id, di Galeri Nasional Jakarta, lewat pameran bertajuk Retrospeksi, Yusuf Susilo mengatakan ingin membagikan perjalanan kreatifnya yang tak hanya di dunia seni rupa, tapi juga kerja jurnalistik dan karya sastra pada publik.
Dia mengungkapkan dalam pameran ini juga akan ada tiga kata kunci yang mewakili pengkaryaannya selama 5 windu, yakni tri among jiwo yang terdiri dari religiuisitas, alam, dan kebudayaan dan menjadi kredo kerja kreatifnya dari tahun 1982 hingga sekarang.
"Among (memelihara) religiusitas ini kaitannya dengan ketuhanan, among alam itu kaitannya dengan mencintai alam sebagai guru, dan among kebudayaan itu yang berkaitan dengan cipta, rasa, dan karsa manusia," paparnya.
Dalam pameran yang akanberlangsung bulan depan itu Yusuf Susilo berharap dapat membagi rasa syukurnya pada publik agar mereka mengekplorasi ragam tema karyanya yang telah dibuat sejak di Bojonegoro hingga hijrah ke Jakarta pada 1986.
"Pameran ini juga rasa syukur kepada Tuhan yang selalu memberi pinjaman [bakat] pada saya sedemikian lama gitu ya. Nah yang kedua saya mencoba untuk memberi kesempatan juga untuk berbagi kepada masyarakat ini loh karya-karya yang sudah saya lakukan,"paparnya.
Sebagai perupa dan jurnalis, Yusuf Susilo mengaku juga sering membuat sketsa on the spot saat sedang melakukan liputan, di mana dia mengabadikan berbagai peristiwa melalui grafis sebagai sebuah catatan visual. Dia menyebut teknik itu sebagai sketsa jurnalistik.
Sementara itu, Anna Sungkar, kurator pameran, saat dihubungi via telepon mengatakan, karya-karya Yusuf Susilo merupakan catatan perjalan hidup sang seniman, baik kesan, renungan, hingga responnya terhadap masalah sosial yang sedang berkembang di masyarakat.
Hal itu dapat disimak melalui karya Tembok Cina (2003), Ayahku Berblangkon (2006), Suku Naga Bengkel Teater Rendra (1990), atau karya-karya yang dibuatnya secara on the spot seperti Tentara Berjaga di Atas Panser (1998), hingga Shalat Berjamaah di Tengah Demo (1998).
Selama proses kurasi 570-an karya-karya Yusuf Susilo, Anna sendiri mengaku sempat mengalami kesulitan untuk memilih karya mana yang akan dipamerkan di Museum Nasional, karena hampir seluruh gambar memiliki kualitas mumpuni, baik secara teknis dan estetika.
Baca juga: Karya Seniman Nugraha Pratama Angkat Kisah dari Banda Neira dalam Pameran Ilustrasiana
Menurut Anna, karya-karya Yusuf Susilo juga merupakan dokumentasi sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Hal itu tercermin dari serial karya bertajuk Reformasi dan Demokrasi, di mana sang seniman membuat sketsa saat aksi demo Mahasiswa di Bunderan HI dan DPR pada 1998.
"Mas Yusuf Susilo ini memang dari awal sudah memiliki talenta, dalam drawingnya, hal ini bisa kita lihat dari komposisi, mimik muka, dan yang lainnya di karya-karyanya, itu semua udah dapet. Ini yang mengagumkan dari proses pengkaryaanya selama 40 tahun," papar Anna.
Seniman asal Bojonegoro, Jawa Timur ini akan memamerkan karya-karya seni rupa, seperti lukisan, gambar, sktesa, ilustrasi dan video yang telah dibuat dalam perjalan kreatifnya sebagai seniman.
Baca juga: Menikmati Karya Sang Pembisik dari Seniman Danarto
Tak hanya itu, dalam gelaran ini juga akan dilengkapi dengan dokumentasi, manuskrip, memorabilia kerja sastra dan jurnalistiknya selama 5 windu terakhir, sehingga publik bisa utuh dalam mengapresiasi karya dan perjalanan kreatifnya.
Saat ditemui Hypeabis.id, di Galeri Nasional Jakarta, lewat pameran bertajuk Retrospeksi, Yusuf Susilo mengatakan ingin membagikan perjalanan kreatifnya yang tak hanya di dunia seni rupa, tapi juga kerja jurnalistik dan karya sastra pada publik.
Dia mengungkapkan dalam pameran ini juga akan ada tiga kata kunci yang mewakili pengkaryaannya selama 5 windu, yakni tri among jiwo yang terdiri dari religiuisitas, alam, dan kebudayaan dan menjadi kredo kerja kreatifnya dari tahun 1982 hingga sekarang.
"Among (memelihara) religiusitas ini kaitannya dengan ketuhanan, among alam itu kaitannya dengan mencintai alam sebagai guru, dan among kebudayaan itu yang berkaitan dengan cipta, rasa, dan karsa manusia," paparnya.
Dalam pameran yang akanberlangsung bulan depan itu Yusuf Susilo berharap dapat membagi rasa syukurnya pada publik agar mereka mengekplorasi ragam tema karyanya yang telah dibuat sejak di Bojonegoro hingga hijrah ke Jakarta pada 1986.
"Pameran ini juga rasa syukur kepada Tuhan yang selalu memberi pinjaman [bakat] pada saya sedemikian lama gitu ya. Nah yang kedua saya mencoba untuk memberi kesempatan juga untuk berbagi kepada masyarakat ini loh karya-karya yang sudah saya lakukan,"paparnya.
Sebagai perupa dan jurnalis, Yusuf Susilo mengaku juga sering membuat sketsa on the spot saat sedang melakukan liputan, di mana dia mengabadikan berbagai peristiwa melalui grafis sebagai sebuah catatan visual. Dia menyebut teknik itu sebagai sketsa jurnalistik.
Sementara itu, Anna Sungkar, kurator pameran, saat dihubungi via telepon mengatakan, karya-karya Yusuf Susilo merupakan catatan perjalan hidup sang seniman, baik kesan, renungan, hingga responnya terhadap masalah sosial yang sedang berkembang di masyarakat.
Hal itu dapat disimak melalui karya Tembok Cina (2003), Ayahku Berblangkon (2006), Suku Naga Bengkel Teater Rendra (1990), atau karya-karya yang dibuatnya secara on the spot seperti Tentara Berjaga di Atas Panser (1998), hingga Shalat Berjamaah di Tengah Demo (1998).
Selama proses kurasi 570-an karya-karya Yusuf Susilo, Anna sendiri mengaku sempat mengalami kesulitan untuk memilih karya mana yang akan dipamerkan di Museum Nasional, karena hampir seluruh gambar memiliki kualitas mumpuni, baik secara teknis dan estetika.
Baca juga: Karya Seniman Nugraha Pratama Angkat Kisah dari Banda Neira dalam Pameran Ilustrasiana
Menurut Anna, karya-karya Yusuf Susilo juga merupakan dokumentasi sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Hal itu tercermin dari serial karya bertajuk Reformasi dan Demokrasi, di mana sang seniman membuat sketsa saat aksi demo Mahasiswa di Bunderan HI dan DPR pada 1998.
"Mas Yusuf Susilo ini memang dari awal sudah memiliki talenta, dalam drawingnya, hal ini bisa kita lihat dari komposisi, mimik muka, dan yang lainnya di karya-karyanya, itu semua udah dapet. Ini yang mengagumkan dari proses pengkaryaanya selama 40 tahun," papar Anna.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.