Film Superhero Lokal Hadapi Tantangan yang Berat, Apa Saja?
26 September 2022 |
13:25 WIB
Setelah menunggu selama 3 tahun dari dirilisnya Gundala (2019), film Sri Asih akhirnya akan menemui penontonnya. Film superhero atau pahlawan super kedua dari Jagat Sinema Bumilangit itu bakal tayang pada 6 Oktober 2022 mendatang di bioskop.
Cerita film besutan sutradara Upi Avianto itu mengacu pada karakter Sri Asih yang merupakan tokoh komik pahlawan super ciptaan Bapak Komik Indonesia, Raden Ahmad (RA) Kosasih, yang diterbitkan pertama kali pada 1954 oleh Penerbit Melodie.
Baca juga: 7 Fakta Menarik Film Sri Asih, Bakal Ungkap Misteri Gundala
Dalam karakter Sri Asih, sejatinya melekat tiga sosok perempuan berkekuatan super yakni Nani Wijaya, Rengganis, dan Alana, yang berasal dari generasi yang berbeda.
Nani Wijaya adalah sosok investigator independen sekaligus titisan dari Sang Dewi Keadilan, Rengganis merupakan penerus Nani Wijaya yang menjadi sosok seorang aktivis sosial, serta Alana adalah sosok perempuan yang sejak kecil telah memiliki kekuatan untuk mengusir energi jahat dunia.
Namun, film Sri Asih sendiri tidak akan hanya merujuk pada salah satu karakter tersebut, melainkan mengambil spirit dari masing-masing karakter perempuan jagoan itu yang ada dalam berbagai macam versi komik. Dalam film, sosok Sri Asih akan diperankan oleh aktris Pevita Pearce.
Produser sekaligus penulis skenario Sri Asih, Joko Anwar mengatakan film Sri Asih merupakan etalase dari talenta-talenta terbaik di depan maupun di belakang kamera. Hal itu, lanjutnya, tersaji dalam penggarapan film yang dilakukan secara maksimal mulai dari segi penceritaan, teknis, dan estetika.
"Memang didesain semuanya sedemikian rupa supaya semuanya bisa perform dan memberikan yang terbaik," katanya.
Kehadiran film pahlawan super di Indonesia boleh dibilang tidak cukup masif jika dibandingkan dengan film-film dengan genre lain seperti drama ataupun horor.
Selama 5 tahun terakhir, tercatat hanya ada beberapa film pahlawan super besutan sineas Indonesia yang dirilis yakni Satria Heroes: Revenge of Darkness (2017), Valentine: The Dark Avenger (2017), dan Gundala (2019). Tahun ini, hanya Satria Dewa:Gatotkaca, film pahlawan super yang dirilis di bioskop pada Juni lalu.
Dengan kondisi seperti itu, Joko pun menuturkan bahwa lewat film Sri Asih, pihaknya berupaya untuk konsisten mengeksplorasi genre perfilman Indonesia, salah satunya tentang pahlawan super yang menurutnya masih jarang digarap oleh sineas Indonesia.
Menurutnya, industri perfilman di sebuah negara tak terkecuali di Indonesia, akan tetap bisa bertahan jika di dalamnya terus ada pembaruan baik dari sisi eksplorasi tema, cara bercerita maupun genre.
"Tujuan kami membuat film genre [superhero] salah satunya adalah untuk membuka eksplorasi baru di industri film Indonesia, supaya orang enggak bosan," kata sutradara peraih Piala Citra 2020 itu.
Kendati demikian, film superhero lokal tampaknya belum disambut hangat oleh para penikmat film di Tanah Air. Jika dilihat dari jumlah penonton, film-film yang mengangkat tentang etos kepahlawanan tokoh dalam negeri nyaris belum membukukan pencapaian yang monumental dibandingkan dengan film-film genre lain.
Seperti misalnya film Satria Dewa Gatotkaca yang hanya membukukan 186.133 tiket terjual. Bila rata-rata tiket bioskop seharga Rp40.000, maka film ini baru mengantongi pendapatan sekitar Rp7,4 miliar. Padahal, film besutan sutradara Hanung Bramantyo itu menghabiskan biaya produksi fantastis yakni Rp24 miliar.
Baca juga: Mengenal RA Kosasih, Bapak Komik Indonesia dan Pencipta Karakter Sri Asih
Sementara itu, Gundala yang tayang pada 2019 jauh memiliki nasib yang lebih baik. Film besutan Joko Anwar itu mendulang 1.699.433 tiket. Bila menggunakan asumsi Rp40.000 per tiket, setidaknya ada pendapatan Rp67 miliar dari bujet produksi yang mencapai Rp30 miliar.
Meski begitu, Gundala yang diangkat dari komik populer dan menggandeng banyak nama aktor besar di industri film, masih kalah dari film-film tahun tersebut, seperti Dilan 1991 yang mencapai 5.253.411 tiket, Imperfect sebesar 2.662.356 tiket, dan Kuntilanak 2 sebanyak 1.726.570 tiket.
Kritikus Film sekaligus Wakil Ketua Dewan Kesenian Jakarta Hikmat Darmawan menilai bahwa animo penikmat film dalam negeri terhadap film-film pahlawan super lokal masih belum kuat. Sebab, menurutnya, kebanyakan masyarakat dari berbagai generasi tidak terbangun untuk menjadi penonton film bergenre pahlawan super.
"Bahkan dari material original seperti komik superhero pun, tidak besar-besar amat [di Indonesia] sebagai genre," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Cerita film besutan sutradara Upi Avianto itu mengacu pada karakter Sri Asih yang merupakan tokoh komik pahlawan super ciptaan Bapak Komik Indonesia, Raden Ahmad (RA) Kosasih, yang diterbitkan pertama kali pada 1954 oleh Penerbit Melodie.
Baca juga: 7 Fakta Menarik Film Sri Asih, Bakal Ungkap Misteri Gundala
Dalam karakter Sri Asih, sejatinya melekat tiga sosok perempuan berkekuatan super yakni Nani Wijaya, Rengganis, dan Alana, yang berasal dari generasi yang berbeda.
Nani Wijaya adalah sosok investigator independen sekaligus titisan dari Sang Dewi Keadilan, Rengganis merupakan penerus Nani Wijaya yang menjadi sosok seorang aktivis sosial, serta Alana adalah sosok perempuan yang sejak kecil telah memiliki kekuatan untuk mengusir energi jahat dunia.
Namun, film Sri Asih sendiri tidak akan hanya merujuk pada salah satu karakter tersebut, melainkan mengambil spirit dari masing-masing karakter perempuan jagoan itu yang ada dalam berbagai macam versi komik. Dalam film, sosok Sri Asih akan diperankan oleh aktris Pevita Pearce.
Produser sekaligus penulis skenario Sri Asih, Joko Anwar mengatakan film Sri Asih merupakan etalase dari talenta-talenta terbaik di depan maupun di belakang kamera. Hal itu, lanjutnya, tersaji dalam penggarapan film yang dilakukan secara maksimal mulai dari segi penceritaan, teknis, dan estetika.
"Memang didesain semuanya sedemikian rupa supaya semuanya bisa perform dan memberikan yang terbaik," katanya.
Kehadiran film pahlawan super di Indonesia boleh dibilang tidak cukup masif jika dibandingkan dengan film-film dengan genre lain seperti drama ataupun horor.
Selama 5 tahun terakhir, tercatat hanya ada beberapa film pahlawan super besutan sineas Indonesia yang dirilis yakni Satria Heroes: Revenge of Darkness (2017), Valentine: The Dark Avenger (2017), dan Gundala (2019). Tahun ini, hanya Satria Dewa:Gatotkaca, film pahlawan super yang dirilis di bioskop pada Juni lalu.
Dengan kondisi seperti itu, Joko pun menuturkan bahwa lewat film Sri Asih, pihaknya berupaya untuk konsisten mengeksplorasi genre perfilman Indonesia, salah satunya tentang pahlawan super yang menurutnya masih jarang digarap oleh sineas Indonesia.
Menurutnya, industri perfilman di sebuah negara tak terkecuali di Indonesia, akan tetap bisa bertahan jika di dalamnya terus ada pembaruan baik dari sisi eksplorasi tema, cara bercerita maupun genre.
"Tujuan kami membuat film genre [superhero] salah satunya adalah untuk membuka eksplorasi baru di industri film Indonesia, supaya orang enggak bosan," kata sutradara peraih Piala Citra 2020 itu.
Kendati demikian, film superhero lokal tampaknya belum disambut hangat oleh para penikmat film di Tanah Air. Jika dilihat dari jumlah penonton, film-film yang mengangkat tentang etos kepahlawanan tokoh dalam negeri nyaris belum membukukan pencapaian yang monumental dibandingkan dengan film-film genre lain.
Seperti misalnya film Satria Dewa Gatotkaca yang hanya membukukan 186.133 tiket terjual. Bila rata-rata tiket bioskop seharga Rp40.000, maka film ini baru mengantongi pendapatan sekitar Rp7,4 miliar. Padahal, film besutan sutradara Hanung Bramantyo itu menghabiskan biaya produksi fantastis yakni Rp24 miliar.
Baca juga: Mengenal RA Kosasih, Bapak Komik Indonesia dan Pencipta Karakter Sri Asih
Sementara itu, Gundala yang tayang pada 2019 jauh memiliki nasib yang lebih baik. Film besutan Joko Anwar itu mendulang 1.699.433 tiket. Bila menggunakan asumsi Rp40.000 per tiket, setidaknya ada pendapatan Rp67 miliar dari bujet produksi yang mencapai Rp30 miliar.
Meski begitu, Gundala yang diangkat dari komik populer dan menggandeng banyak nama aktor besar di industri film, masih kalah dari film-film tahun tersebut, seperti Dilan 1991 yang mencapai 5.253.411 tiket, Imperfect sebesar 2.662.356 tiket, dan Kuntilanak 2 sebanyak 1.726.570 tiket.
Pasar Belum Terbentuk
Kritikus Film sekaligus Wakil Ketua Dewan Kesenian Jakarta Hikmat Darmawan menilai bahwa animo penikmat film dalam negeri terhadap film-film pahlawan super lokal masih belum kuat. Sebab, menurutnya, kebanyakan masyarakat dari berbagai generasi tidak terbangun untuk menjadi penonton film bergenre pahlawan super."Bahkan dari material original seperti komik superhero pun, tidak besar-besar amat [di Indonesia] sebagai genre," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.