Waspada, Diet Tinggi Serat Picu Kanker Hati pada Orang dengan Kondisi Ini
25 September 2022 |
07:44 WIB
1
Like
Like
Like
Mengonsumsi makanan tinggi serat dipercaya dapat mempercepat penurunan berat badan. Oleh karenanya, metode ini kerap dimasukkan ke dalam menu diet. Namun demikian, tidak semua orang cocok melakukan diet kaya serat. Salah langkah, upaya diet ini justru bisa memicu timbulnya penyakit kronis seperti kanker hati.
Dalam penelitian terbaru dari The University of Toledo (UToledo) yang terbit di jurnal Gastroenterology, risiko kanker hati ini bisa terjadi pada individu yang melakukan diet dengan konsumsi makanan tinggi serta, tetapi memiliki kelainan bentuk pembuluh darah.
Penemuan ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan seorang profesor di Departemen Fisiologi dan Farmakologi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Hayati UToledo, Dr. Matam Vijay-Kumar.
Baca juga: Mengenal 3 Metode Intermitten Fasting, Diet yang Boleh Makan Apa Saja
Empat tahun lalu, timnya menerbitkan makalah tentang banyaknya tikus dengan cacat sistem kekebalan mengembangkan kanker hati setelah diberi makan makanan yang diperkaya dengan inulin. Serat nabati yang dapat difermentasi atau inulin ini tersedia di supermarket sebagai prebiotik yang meningkatkan kesehatan. Ini juga bahan umum dari makanan olahan.
Sementara inulin meningkatkan kesehatan metabolisme pada sebagian besar yang mengkonsumsinya, Vijay-Kumar dan rekan menemukan bahwa sekitar 1 dari 10 tikus di laboratorium standar yang tampaknya sehat, mengembangkan kanker hati.
“Itu sangat mengejutkan, mengingat betapa jarangnya kanker hati diamati pada tikus,” ujar Vijay-Kumar, dikutip dari Medical Xpress, Minggu (25/9/2022).
Baca juga: Manfaat Diet Rendah Garam, Cobain Yuk
Direktur UToledo Microbiome Consortium itu sebelumnya bertanya-tanya tentang potensi risiko serat halus tertentu yang menjadi penyebab timbulnya kanker hati. Oleh karena itu, dia dan timnya melanjutkan penyelidikannya.
Para peneliti menemukan semua tikus yang mengembangkan tumor ganas memiliki konsentrasi asam empedu yang tinggi dalam darah mereka. Ini disebabkan oleh cacat bawaan yang sebelumnya tidak diketahui dan disebut sebagai portosystemic shunt.
Biasanya, darah yang meninggalkan usus masuk ke hati kemudian disaring sebelum kembali ke seluruh tubuh. Vijay-Kumar mengatakan ketika ada portosystemic shunt, darah dari usus dialihkan dari hati dan kembali ke suplai darah umum tubuh.
Cacat vaskular juga memungkinkan hati untuk terus mensintesis asam empedu. Asam empedu itu akhirnya tumpah dan masuk ke sirkulasi darah alih-alih ke usus. Darah yang dialihkan dari hati ini mengandung produk mikroba tingkat tinggi yang dapat merangsang sistem kekebalan dan menyebabkan peradangan.
Baca juga: 8 Cara Diet bagi Para Penderita Hipertensi
Untuk memeriksa peradangan yang dapat merusak hati, Vijay-Kumar menyebut tikus bereaksi dengan mengembangkan respons anti-inflamasi kompensasi yang meredam respons imun dan mengurangi kemampuan mereka untuk mendeteksi serta membunuh sel kanker.
Sementara semua tikus dengan kelebihan asam empedu dalam darah mereka cenderung mengalami cedera hati, hanya mereka yang diberi inulin berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler, kanker hati primer yang mematikan.
Adapun, 100 persen tikus dengan asam empedu tinggi dalam darahnya berkembang menjadi kanker ketika diberi makan inulin. Tak satu pun dari tikus dengan asam empedu rendah mengembangkan kanker ketika diberi makanan yang sama.
"Inulin makanan baik dalam meredakan peradangan, tetapi dapat ditumbangkan menjadi menyebabkan imunosupresi, yang tidak baik untuk hati," kata Dr. Beng San Yeoh, penulis pertama makalah baru tersebut.
Portosystemic shunt pada manusia memang relatif jarang. Di dunia, tercatat hanya satu kasus dari 30.000 kelahiran. Namun, mengingat bahwa kondisi ini umumnya tidak menimbulkan gejala yang nyata, San Yeon berpendapat kejadian portosystemic shunt mungkin bisa lebih besar. Kondisi tersebut juga sering terjadi setelah sirosis hati.
Baca juga: Jangan Cuma Ikut-Ikutan, Penting untuk Memilih Pola Diet yang Tepat
Dalam penelitian ini, tim Vijay-Kumar menguji kadar asam empedu dalam sampel serum yang dikumpulkan antara 1985 dan 1988 sebagai bagian dari studi pencegahan kanker skala besar. Pada 224 pria yang kemudian mengembangkan kanker hati, kadar asam empedu darah dasar mereka dua kali lebih tinggi daripada pria yang tidak mengembangkan kanker hati.
Sebuah analisis statistik juga menemukan individu dengan kadar asam empedu darah tertinggi memiliki lebih dari empat kali lipat peningkatan risiko kanker hati. Tim peneliti juga memantau hubungan antara konsumsi serat, kadar asam empedu, dan kanker hati pada manusia.
Ada dua tipe dasar serat makanan alami, yakni larut dan tidak larut. Serat larut difermentasi oleh bakteri usus menjadi asam lemak rantai pendek. Serat tidak larut melewati sistem pencernaan dan tidak berubah.
Menariknya, para peneliti menemukan asupan serat total yang tinggi mengurangi risiko kanker hati sebesar 29 persen pada mereka yang kadar asam empedu serumnya berada di kuartil terendah dari sampel mereka.
Namun, pada pria yang kadar asam empedu darahnya menempatkan mereka di seperempat sampel teratas, asupan serat yang tinggi memberikan peningkatan risiko kanker hati sebesar 40 persen.
Oleh karena itu Yeoh dan Vijay-Kumar sepakat, perlunya pengujian kadar asam empedu darah secara teratur dan pendekatan yang hati-hati terhadap asupan serat pada individu yang memiliki kadar asam empedu yang lebih tinggi dari dalam darah mereka.
"Asam empedu serum dapat diukur dengan tes darah sederhana yang dikembangkan lebih dari 50 tahun yang lalu. Namun, tes ini biasanya hanya dilakukan pada beberapa wanita hamil," sebut Vijay-Kumar.
Yeoh menyebut semua serat tidak dibuat sama, dan semua serat tidak bermanfaat secara universal untuk semua orang. Orang dengan masalah hati yang terkait dengan peningkatan asam empepdu harus berhati-hati dengan serat halus yang dapat difermentasi tersebut.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Dalam penelitian terbaru dari The University of Toledo (UToledo) yang terbit di jurnal Gastroenterology, risiko kanker hati ini bisa terjadi pada individu yang melakukan diet dengan konsumsi makanan tinggi serta, tetapi memiliki kelainan bentuk pembuluh darah.
Penemuan ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan seorang profesor di Departemen Fisiologi dan Farmakologi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Hayati UToledo, Dr. Matam Vijay-Kumar.
Baca juga: Mengenal 3 Metode Intermitten Fasting, Diet yang Boleh Makan Apa Saja
Empat tahun lalu, timnya menerbitkan makalah tentang banyaknya tikus dengan cacat sistem kekebalan mengembangkan kanker hati setelah diberi makan makanan yang diperkaya dengan inulin. Serat nabati yang dapat difermentasi atau inulin ini tersedia di supermarket sebagai prebiotik yang meningkatkan kesehatan. Ini juga bahan umum dari makanan olahan.
Sementara inulin meningkatkan kesehatan metabolisme pada sebagian besar yang mengkonsumsinya, Vijay-Kumar dan rekan menemukan bahwa sekitar 1 dari 10 tikus di laboratorium standar yang tampaknya sehat, mengembangkan kanker hati.
“Itu sangat mengejutkan, mengingat betapa jarangnya kanker hati diamati pada tikus,” ujar Vijay-Kumar, dikutip dari Medical Xpress, Minggu (25/9/2022).
Baca juga: Manfaat Diet Rendah Garam, Cobain Yuk
Direktur UToledo Microbiome Consortium itu sebelumnya bertanya-tanya tentang potensi risiko serat halus tertentu yang menjadi penyebab timbulnya kanker hati. Oleh karena itu, dia dan timnya melanjutkan penyelidikannya.
Para peneliti menemukan semua tikus yang mengembangkan tumor ganas memiliki konsentrasi asam empedu yang tinggi dalam darah mereka. Ini disebabkan oleh cacat bawaan yang sebelumnya tidak diketahui dan disebut sebagai portosystemic shunt.
Biasanya, darah yang meninggalkan usus masuk ke hati kemudian disaring sebelum kembali ke seluruh tubuh. Vijay-Kumar mengatakan ketika ada portosystemic shunt, darah dari usus dialihkan dari hati dan kembali ke suplai darah umum tubuh.
Cacat vaskular juga memungkinkan hati untuk terus mensintesis asam empedu. Asam empedu itu akhirnya tumpah dan masuk ke sirkulasi darah alih-alih ke usus. Darah yang dialihkan dari hati ini mengandung produk mikroba tingkat tinggi yang dapat merangsang sistem kekebalan dan menyebabkan peradangan.
Baca juga: 8 Cara Diet bagi Para Penderita Hipertensi
Untuk memeriksa peradangan yang dapat merusak hati, Vijay-Kumar menyebut tikus bereaksi dengan mengembangkan respons anti-inflamasi kompensasi yang meredam respons imun dan mengurangi kemampuan mereka untuk mendeteksi serta membunuh sel kanker.
Sementara semua tikus dengan kelebihan asam empedu dalam darah mereka cenderung mengalami cedera hati, hanya mereka yang diberi inulin berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler, kanker hati primer yang mematikan.
Adapun, 100 persen tikus dengan asam empedu tinggi dalam darahnya berkembang menjadi kanker ketika diberi makan inulin. Tak satu pun dari tikus dengan asam empedu rendah mengembangkan kanker ketika diberi makanan yang sama.
"Inulin makanan baik dalam meredakan peradangan, tetapi dapat ditumbangkan menjadi menyebabkan imunosupresi, yang tidak baik untuk hati," kata Dr. Beng San Yeoh, penulis pertama makalah baru tersebut.
Portosystemic shunt pada manusia memang relatif jarang. Di dunia, tercatat hanya satu kasus dari 30.000 kelahiran. Namun, mengingat bahwa kondisi ini umumnya tidak menimbulkan gejala yang nyata, San Yeon berpendapat kejadian portosystemic shunt mungkin bisa lebih besar. Kondisi tersebut juga sering terjadi setelah sirosis hati.
Baca juga: Jangan Cuma Ikut-Ikutan, Penting untuk Memilih Pola Diet yang Tepat
Contoh makanan berserat sebagai menu diet. (Sumber gambar : Freepik/Jcomp)
Asupan Serat
Dalam penelitian ini, tim Vijay-Kumar menguji kadar asam empedu dalam sampel serum yang dikumpulkan antara 1985 dan 1988 sebagai bagian dari studi pencegahan kanker skala besar. Pada 224 pria yang kemudian mengembangkan kanker hati, kadar asam empedu darah dasar mereka dua kali lebih tinggi daripada pria yang tidak mengembangkan kanker hati. Sebuah analisis statistik juga menemukan individu dengan kadar asam empedu darah tertinggi memiliki lebih dari empat kali lipat peningkatan risiko kanker hati. Tim peneliti juga memantau hubungan antara konsumsi serat, kadar asam empedu, dan kanker hati pada manusia.
Ada dua tipe dasar serat makanan alami, yakni larut dan tidak larut. Serat larut difermentasi oleh bakteri usus menjadi asam lemak rantai pendek. Serat tidak larut melewati sistem pencernaan dan tidak berubah.
Menariknya, para peneliti menemukan asupan serat total yang tinggi mengurangi risiko kanker hati sebesar 29 persen pada mereka yang kadar asam empedu serumnya berada di kuartil terendah dari sampel mereka.
Namun, pada pria yang kadar asam empedu darahnya menempatkan mereka di seperempat sampel teratas, asupan serat yang tinggi memberikan peningkatan risiko kanker hati sebesar 40 persen.
Oleh karena itu Yeoh dan Vijay-Kumar sepakat, perlunya pengujian kadar asam empedu darah secara teratur dan pendekatan yang hati-hati terhadap asupan serat pada individu yang memiliki kadar asam empedu yang lebih tinggi dari dalam darah mereka.
"Asam empedu serum dapat diukur dengan tes darah sederhana yang dikembangkan lebih dari 50 tahun yang lalu. Namun, tes ini biasanya hanya dilakukan pada beberapa wanita hamil," sebut Vijay-Kumar.
Yeoh menyebut semua serat tidak dibuat sama, dan semua serat tidak bermanfaat secara universal untuk semua orang. Orang dengan masalah hati yang terkait dengan peningkatan asam empepdu harus berhati-hati dengan serat halus yang dapat difermentasi tersebut.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.