Suka Liat Anak Gempal Mirip Roti Sobek? Waspada Penyakit Ini Mengintai
06 September 2022 |
15:30 WIB
2
Likes
Like
Likes
Tidak sedikit orang tua yang senang melihat tubuh anaknya gemuk dan gempal. Belum lagi pipi yang chubby hingga leher yang tidak lagi terlihat, dan terbentuknya lipatan di lengan maupun perut layaknya roti sobek. Anak dengan perawakan seperti ini dianggap menggemaskan dan lucu.
Namun tahukah kamu, di balik itu semua ada risiko penyakit diabetes yang mengintai. Konsultan Endokrinologi Anak dari Eka Hospital Cibubur dr. Dana Nur Prihadi menerangkan diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik utama pada anak.
Dari data yang diperoleh pada November 2021 sekitar 1.346 anak memiliki penyakit diabetes ini. Kenaikan jumlah tersebut dikarenakan selama pandemi, rata-rata pola hidup yang kurang sehat di masyarakat, tidak terkecuali anak-anak.
Memang diabetes melitus identik pada orang dewasa dan dikenal sebagai penyakit gula. Namun demikian, penyakit ini juga dapat terjadi pada anak-anak dan remaja, khususnya DM tipe-1.
Baca juga: Cara Mencegah Obesitas pada Anak
Dana menyebut DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. “Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Hypeabis.id, Selasa (6/8/2022).
Umumnya, gejala klinis timbul ketika kerusakan sel-sel pankreas mencapai lebih dari 90 persen. Penanda serologi untuk autoimunitas terhadap sel beta pankreas, antara lain glutamic acid decarboxylase 65 autoantibodies (GAD), tyrosine phosphatase-like insulinoma antigen 2 (IA2), insulin autoantibodies (IAA), dan beta-cell specific zinc transporter 8 autoantibodies (ZnT8).
Lebih lanjut, Dana menyampaikan prevalensi DM Tipe-1 di Indonesia meningkat tujuh kali lipat (700 persen) selama 10 tahun. Dari 3,88 persen per 100 juta penduduk pada 2000 menjadi 28,19 persen per 100 juta penduduk pada 2010. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat sekitar 1.249 anak Indonesia dengan diagnosis DM Tipe 1 dari 2017–2019.
“Sejak September 2009 hingga September 2018 terdapat 1213 kasus DM tipe-1, paling banyak didapatkan di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan,” ungkap dokter spesialis anak ini.
Oleh karena itu, Dana mengimbau agar para orang tua sebaiknya mulai curiga jika anaknya sering haus, sering buang air kecil baik di pagi hari, siang, dan malam, sering lapar atau lelah kemudian berat badannya turun.
Pasalnya, tidak jarang pasien datang ke poli dengan kondisi gula darahnya tinggi. Gejala lain yang dapat timbul akibat diabetes adalah kesemutan, lemas, luka yang sukar sembuh, pandangan kabur, dan gangguan perilaku.
Biasanya dokter akan memberikan diagnosis DM apabila memenuhi salah satu dari beberapa kriteria seperti gejala klasik diabetes atau hiperglikemi, glukosa plasma lebih dari 200 mg/dL, atau glukosa puasa plasma lebih dari 126 mg/dL.
Penyakit diabetes pada anak ini menurutnya tidak boleh dipandang remeh. Sebab kondisi tersebut bisa menyebabkan komplikasi akut berupa ketoasidosis diabetikum yakni komplikasi diabetes yang ditandai dengan tingginya kadar keton di dalam tubuh. Komplikasi berikutnya yakni hipoglikemia atau kondisi ketika kadar gula dalam darah berada di bawah normal.
Namun tahukah kamu, di balik itu semua ada risiko penyakit diabetes yang mengintai. Konsultan Endokrinologi Anak dari Eka Hospital Cibubur dr. Dana Nur Prihadi menerangkan diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik utama pada anak.
Dari data yang diperoleh pada November 2021 sekitar 1.346 anak memiliki penyakit diabetes ini. Kenaikan jumlah tersebut dikarenakan selama pandemi, rata-rata pola hidup yang kurang sehat di masyarakat, tidak terkecuali anak-anak.
Memang diabetes melitus identik pada orang dewasa dan dikenal sebagai penyakit gula. Namun demikian, penyakit ini juga dapat terjadi pada anak-anak dan remaja, khususnya DM tipe-1.
Baca juga: Cara Mencegah Obesitas pada Anak
Dana menyebut DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. “Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Hypeabis.id, Selasa (6/8/2022).
Umumnya, gejala klinis timbul ketika kerusakan sel-sel pankreas mencapai lebih dari 90 persen. Penanda serologi untuk autoimunitas terhadap sel beta pankreas, antara lain glutamic acid decarboxylase 65 autoantibodies (GAD), tyrosine phosphatase-like insulinoma antigen 2 (IA2), insulin autoantibodies (IAA), dan beta-cell specific zinc transporter 8 autoantibodies (ZnT8).
Lebih lanjut, Dana menyampaikan prevalensi DM Tipe-1 di Indonesia meningkat tujuh kali lipat (700 persen) selama 10 tahun. Dari 3,88 persen per 100 juta penduduk pada 2000 menjadi 28,19 persen per 100 juta penduduk pada 2010. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat sekitar 1.249 anak Indonesia dengan diagnosis DM Tipe 1 dari 2017–2019.
“Sejak September 2009 hingga September 2018 terdapat 1213 kasus DM tipe-1, paling banyak didapatkan di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan,” ungkap dokter spesialis anak ini.
Oleh karena itu, Dana mengimbau agar para orang tua sebaiknya mulai curiga jika anaknya sering haus, sering buang air kecil baik di pagi hari, siang, dan malam, sering lapar atau lelah kemudian berat badannya turun.
Pasalnya, tidak jarang pasien datang ke poli dengan kondisi gula darahnya tinggi. Gejala lain yang dapat timbul akibat diabetes adalah kesemutan, lemas, luka yang sukar sembuh, pandangan kabur, dan gangguan perilaku.
Biasanya dokter akan memberikan diagnosis DM apabila memenuhi salah satu dari beberapa kriteria seperti gejala klasik diabetes atau hiperglikemi, glukosa plasma lebih dari 200 mg/dL, atau glukosa puasa plasma lebih dari 126 mg/dL.
Penyakit diabetes pada anak ini menurutnya tidak boleh dipandang remeh. Sebab kondisi tersebut bisa menyebabkan komplikasi akut berupa ketoasidosis diabetikum yakni komplikasi diabetes yang ditandai dengan tingginya kadar keton di dalam tubuh. Komplikasi berikutnya yakni hipoglikemia atau kondisi ketika kadar gula dalam darah berada di bawah normal.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.