Ilustrasi pameran lukisan (Sumber gambar: Bisnis Indonesia)

Pelukis Bagongan, Memalsukan Karya karena Gagal Bersaing Menjadi Seniman

29 August 2022   |   17:56 WIB
Image
Dika Irawan Asisten Konten Manajer Hypeabis.id

Film Mencuri Raden Saleh arahan sutradara Angga Dwimas Sasongko kini tengah hype. Banyak orang membicarakan film tersebut karena ceritanya dianggap menarik. Namun, di balik keriuhannya, film ini secara tidak langsung berbicara tentang kejahatan yang tak kunjung usai dalam pasar seni rupa. Kejahatan itu adalah forgery (pemalsuan), dengan forger sebagai pelakunya. Di kalangan pelaku seni Indonesia, pelaku tersebut dikenal dengan nama bagongan.

Para pelukis bagongan ini memang tak main-main. Mereka menargetkan karya seniman-seniman berlaber old master sebagai objek pemalsuan. Keliahan para bagongan ini dalam memalsukan lukisan tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka membuat lukisan palsu terasa asli. 

Baca juga: Siapa Itu Forger? Pelaku Kejahatan dalam Seni Rupa

Persoalan bagongan ini pernah diulas dalam laporan Bisnis Indonesia Weekend edisi 1 Desember 2013, dengan judul utama Pasar Gelap Lukisan Bagongan. Seperti apa sepak terjang para bagongan ini? Simak laporan berikut. 

“Saya harus melakukannya, tuan. Di masa lalu saya telah begitu diremehkan oleh para kritikus bahwa saya tidak bisa lagi menunjukkan karya saya sendiri. Saya secara sistematis dan jahat dihancurkan oleh para kritikus yang tidak tahu apa-apa tentang lukisan.” 

Kalimat liris itu diucapkan oleh Hans van Meegeren menjawab pertanyaan hakim, dalam persidangan di pengadilan regional Amsterdam pada 29 Oktober 1947. Hingga saat ini, Van Meegeren dikenal sebagai atau pemalsu barang seni paling terkenal forger pada abad ke-20. Keterampilan tangannya memalsu lukisan maestro seni rupa belanda Johannes Vermeer, membuat orang paling berkuasa kedua setelah pemimpin Nazi Adolf Hitler, Hermann Goring tertipu. 

Tidak hanya di dunia internasional. Jagad seni rupa Indonesia juga tak lepas dari beredarnya lukisan palsu atau bagongan. Booming lukisan pada era 1980-an, membuat harga jual karya seni ini tak jarang membuat pening kepala. Di tengah maraknya perburuan karya seni old master maupun kontemporer, banyak seniman yang memanfaatkan peluang dengan menerima pesanan membuat karya palsu seniman besar. 

Tak tanggung-tanggung, ketrampilan yang dimiliki para seniman bagongan membuat karya mereka tembus balai lelang dunia. Kurator dan pengamat seni Mikke Susanto menyatakan salah satu daerah yang kondang memiliki pasar gelap lukisan adalah Yogyakarta. Pasar gelap atau pembelian karya tanpa jalur lelang, atau galeri di Kota Gudeg ini besarnya jauh melebihi Bali. 

Baca juga: Masalah Pemalsuan Karya Seni Rupa Lukisan yang Tak Kunjung Usai

Transaksi di pasar gelap Yogya lebih banyak diminati khalayak karena harga yang terjun bebas dibandingkan melalui balai lelang atau galeri. Praktik ini sudah tak lagi menjadi rahasia umum di Yogya, apalagi banyak pihak yang diuntungkan mulai dari broker, pedagang lukisan, dan kurator sendiri. 

“Transaksi tidak diketahui publik, bahkan kadang kala manajer pelukis sendiri tidak diberi tahu. Praktik pasar gelap diakui banyak dipilih seniman muda agar karyanya dapat terjual cepat,” ujar Mikke. 
 

Persoalan Lama

Praktik pemalsuan lukisan sudah setua sejarah seni rupa itu sendiri. Para pebisnis lukisan bagongan hampir tak pernah membahas persoalan orisinalitas. Lebih penting dari itu semua, pemiliknya memandang bahwa lukisan tersebut dipandang sebagai ‘barang apik’, dan bukan barang asli. 

Fenomena itulah yang disebut sebagai bagongan. Sebuah metafora tentang lukisan yang lahir sebagai turunan yang orisinal. Di dunia pewayangan, Bagong dikenal sebagai anak Semar. Bagongan dinilai sebagai penjelmaan semar, dengan segala eksistensinya. Mikke menyatakan membicarakan masalah lukisan bagongan tak ubahnya membicarakan pepesan kosong. 

“Lukisan para old master yang beredar saat ini, baik di lelang maupun pasar gelap, diyakini oleh rekan saya yang bergerak di dunia lukisan bagongan, semuanya palsu. Mereka begitu yakin karena menganggap bahwa menemukan karya old master yang orisinal sendiri tidak mudah, apalagi menjualnya. Dengan asumsi ini sangat mungkin terjadi berbagai ‘pekerjaan’ baru dalam konteks lukisan bagongan.” 

Haryono Budiono yang mengkoleksi 200 lukisan di rumahnya mengaku pernah tertipu dengan membeli lukisan bagongan. Menurutnya, upaya untuk mempidanakan pelukis bagongan menjadi tak mudah. “Persoalannya forger itu juga memiliki karya sendiri. Jadi, misalnya seorang kolektor tahu bahwa pelukis yang dia kenal juga melukis lukisan palsu, maka si kolektor akan agak tutup mata sedikitlah,” ujarnya. 

Untuk menghambat agresifnya para pelukis bagongan, kurator Merwan Yusuf mengakui dirinya dan beberapa kurator lain pernah membongkar skandal pemalsuan lukisan karya pelukis Van Gogh hingga Pablo Picasso. 

“Namun, sampai saat ini pemalsunya tidak diberikan sanksi pidana. Jadi, menurut saya, meributkan pemalsuan lukisan ya sia-sia saja. Pelakunya tidak ditangkap, karyanya juga tidak dibakar. Maka tidak heran jika di sini surganya pemalsuan lukisan,” ujarnya. 
 

Jaringan Pemalsu Lukisan

Kritikus seni rupa Kuss Indarto mengungkapkan jaringan pasar dimana para pemalsu lukisan bekerja sangat besar. Menurutnya, jaringan pasar itu sangat terstruktur dari hulu hingga ke hilir. “Sayangnya aturan di Indonesia, terkait seni rupa itu masih kurang. Jika pun ada yang membongkar, taruhan dan risikonya sangat besar,” ungkapnya. 

Maraknya lukisan bagongan ini ternyata tidak hanya merugikan para kolektor saja, tetapi juga para pelukis yang masih hidup. Dalam satu kesempatan, pelukis senior Djoko Pekik mengaku dua kali menemukan lukisannya yang dipalsukan di pameran internasional yang berlangsung di Singapura. 

“Tidak hanya di lelang lokal, tapi juga internasional. Waktu itu saya melihat lukisan saya dipalsu dan langsung meminta balai lelang menurunkan saat itu juga,” ujar pria bergelar pelukis Rp1 miliar ini. 

Baca juga: Kenalan Yuk dengan 6 Karakter & Pemeran Film Mencuri Raden Saleh

Djoko menyatakan praktik pemalsuan lukisan adalah tindakan kejahatan. Dia mengimbau agar khalayak yang ingin membeli lukisan untuk lebih teliti. Dia mengatakan setiap pelukis memiliki ciri khas yang tak sama dengan yang lain.

“Secara fisik, garis lukisan, warna, dan karakter lukisan pasti berbeda. Kalau hanya melukis itu mudah. Teknik juga dapat dipelajari. Namun, karakter seringkali tidak diketahui peniru,” tuturnya. 

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Keseringan Cek Medsos & Smartphone, Ini Tanda-Tanda Kalian Terjebak FOMO

BERIKUTNYA

Tips Atur Gaji Bulanan, Ini 5 Pos Keuangan Prioritas

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: