Masalah Pemalsuan Karya Seni Rupa Lukisan yang Tak Kunjung Usai
26 January 2022 |
19:16 WIB
Pemalsuan karya seni rupa, khususnya lukisan, sudah menjadi persoalan ‘klasik’ yang terus dibicarakan dari waktu ke waktu, satu isu ke isu yang lain, dan satu polemik ke polemik yang lain. Namun setelah jeda beberapa saat lalu lenyap, dan tidak lagi dianggap sebagai persoalan.
Kurator Rizki A. Zaelani menuturkan, dalam praktik hidup sehari-hari, khususnya dalam membeli atau mengonsumsi barang-barang keperluan, praktik jual-beli barang-barang palsu bukan sesuatu yang asing.
“Jika Jika kita gunakan istilah gaul, kita sebut itu sebagai barang KW. Membeli dan menggunakan barang-barang KW pun bukan dianggap pelanggaran hukum, bahkan sudah kadung dilumrahkan—dengan berbagai pertimbangan hal,” katanya.
Namun, memiliki atau memalsukan karya seni rupa adalah persoalan yang lain. Masalah memalsukan karya seni rupa bukan hanya pada urusan memalsukannya saja, tapi juga berkaitan dengan masalah tingkat apresiasi terhadap suatu karya seni yang diniatkan diciptakan menjadi eksklusif dan hanya satu itu.
(Baca juga: Mengintip Hasil Jepretan Lukisan Rembrandt van Rijn Beresolusi 717 Gigapiksel)
Pemalsuan karya seni rupa lukisan menjadi sering dipersoalkan dan menjadi sensasional lantaran harganya yang relatif mahal, banhkan bisa sangat mahal.
Dalam perspektif hukum perdagangan, dia menuturkan pemalsuan karya seni rupa—khususnya lukisan—sesungguhnya telah menunjukan kemajuan atau daya tarik karya seni rupa lukisan sebagai komoditas yang bersifat eksklusif sekaligus juga menguntungkan.
“Saya tak hendak berpihak dalam kontroversi apakah pemalsuan karya seni rupa [lukisan] itu diperbolehkan atau tidak? Yang ingin saya katakan bahwa persoalan itu menjelaskan sebuah proses dinamika atau bahkan sebuah perkembangan seni rupa yang hidup,” katanya.
Sebagaimana juga terjadi di tempat lain, di luar Indonesia, ada fenomena pemalsuan karya seni rupa tidak akan mudah dihilangkan. Fenomena ini bisa dipahami sebagai “sisi lain” dari sebuah perkembangan seni rupa.
Menurutnya, yang penting untuk dipahami oleh semua pihak dari persoalan pemalsuan karya seni rupa adalah pokok urgensi masalah yang terkait dalam permasalahan pemalsuan karya seni rupa.
Pemerintah adalah pihak yang paling memiliki kewajiban dalam mengatasi dampak yang merugikan dari pemalsukan karya seni rupa lukisan.
Namun, pihak di luar pemerintah pun bisa mengambil peluang yang bersifat positif dalam merespon berbagai dampak negatif dan merugikan yang diciptakan oleh fenomena pemalsuan karya seni rupa ini.
Editor: Avicenna
Kurator Rizki A. Zaelani menuturkan, dalam praktik hidup sehari-hari, khususnya dalam membeli atau mengonsumsi barang-barang keperluan, praktik jual-beli barang-barang palsu bukan sesuatu yang asing.
“Jika Jika kita gunakan istilah gaul, kita sebut itu sebagai barang KW. Membeli dan menggunakan barang-barang KW pun bukan dianggap pelanggaran hukum, bahkan sudah kadung dilumrahkan—dengan berbagai pertimbangan hal,” katanya.
Namun, memiliki atau memalsukan karya seni rupa adalah persoalan yang lain. Masalah memalsukan karya seni rupa bukan hanya pada urusan memalsukannya saja, tapi juga berkaitan dengan masalah tingkat apresiasi terhadap suatu karya seni yang diniatkan diciptakan menjadi eksklusif dan hanya satu itu.
(Baca juga: Mengintip Hasil Jepretan Lukisan Rembrandt van Rijn Beresolusi 717 Gigapiksel)
Pemalsuan karya seni rupa lukisan menjadi sering dipersoalkan dan menjadi sensasional lantaran harganya yang relatif mahal, banhkan bisa sangat mahal.
Dalam perspektif hukum perdagangan, dia menuturkan pemalsuan karya seni rupa—khususnya lukisan—sesungguhnya telah menunjukan kemajuan atau daya tarik karya seni rupa lukisan sebagai komoditas yang bersifat eksklusif sekaligus juga menguntungkan.
“Saya tak hendak berpihak dalam kontroversi apakah pemalsuan karya seni rupa [lukisan] itu diperbolehkan atau tidak? Yang ingin saya katakan bahwa persoalan itu menjelaskan sebuah proses dinamika atau bahkan sebuah perkembangan seni rupa yang hidup,” katanya.
Sebagaimana juga terjadi di tempat lain, di luar Indonesia, ada fenomena pemalsuan karya seni rupa tidak akan mudah dihilangkan. Fenomena ini bisa dipahami sebagai “sisi lain” dari sebuah perkembangan seni rupa.
Menurutnya, yang penting untuk dipahami oleh semua pihak dari persoalan pemalsuan karya seni rupa adalah pokok urgensi masalah yang terkait dalam permasalahan pemalsuan karya seni rupa.
Pemerintah adalah pihak yang paling memiliki kewajiban dalam mengatasi dampak yang merugikan dari pemalsukan karya seni rupa lukisan.
Namun, pihak di luar pemerintah pun bisa mengambil peluang yang bersifat positif dalam merespon berbagai dampak negatif dan merugikan yang diciptakan oleh fenomena pemalsuan karya seni rupa ini.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.