Konferensi pers Di Tepi Sejarah di M Mbloc Space, Jakarta Selatan, Senin (15/8/2022) - Sumber gambar: Titimangsa Foundation

Serial Monolog Di Tepi Sejarah, Bawa Kisah 5 Tokoh Penting Bangsa Lebih Personal

15 August 2022   |   22:38 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Banyak cara bisa dilakukan untuk mengenal dan mempelajari sejarah Indonesia, salah satunya melalui seni pertunjukan. Titimangsa Foundation berkolaborasi dengan KawanKawan Media dan Kemendikbudristek kembali menghadirkan serial monolog Di Tepi Sejarah. Berbeda dengan sebelumnya, pertunjukan kali ini menampilkan tokoh-tokoh penting Indonesia dalam bidang kesenian. 

Ada lima figur penting yang kisahnya diangkat dalam serial monolog tersebut. Kelimanya adalah Sjafruddin Prawiranegara, Kassian Cephas, Gombloh, Ismail Marzuki, dan Emiria Soenassa. 

Pendiri Titimangsa Foundation sekaligus Produser Di Tepi Sejarah, Happy Salma, mengatakan pemilihan nama-nama figur yang diangkat dalam serial monolog Di Tepi Sejarah ditentukan berdasarkan diskusi oleh beberapa pihak, serta kurasi yang dilakukan oleh tim. 

"Memilih nama-nama tersebut adalah berdasarkan hasil riset kami, dan juga dari masukan beragam komunitas dan sekolah," katanya saat konferensi pers di Jakarta, Senin (15/8/2022).

Baca Juga : Titimangsa Foundation Sajikan Serial Monolog di Tepi Sejarah Musim Kedua 

Seperti tajuknya, serial monolog Di Tepi Sejarah menceritakan tentang tokoh-tokoh yang ada di tepian sejarah. Maksudnya, mereka yang mungkin tak pernah disebut nama dalam literatur umum dan tak begitu disadari kehadirannya dalam narasi besar sejarah bangsa Indonesia.

Meski begitu, justru mereka seringkali adalah orang-orang yang berada di pusaran sejarah arus utama dan menjadi saksi peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Indonesia pada masanya. 

Happy mengatakan bahwa apa yang ditampilkan dalam pementasan monolog ini merupakan hasil interpretasi tim penulis, sutradara, dan aktor yang terlibat. Dari pementasan ini, dia berharap akan muncul interpretasi lain dari para penonton yang akhirnya memantik ruang diskusi lanjutan, khususnya tentang sejarah Indonesia.

"Kami pengen ada ruang ngobrol. Pengennya pelajar, mahasiswa, orang umum itu boleh bertanya atau menyangkal. Itu yang diinginkan," ucapnya.

Baca Juga : Josh Marcy Buka Musim Seni Salihara 2022 Lewat Sajian Performing Spiral 

 
 

Hadirkan Sisi Personal

Meski mengangkat nama-nama besar di Indonesia, Happy memastikan bahwa sajian Di Tepi Sejarah justru lebih menampilkan sisi kemanusiaan dan pergulatan batin para figur tersebut, dengan cerita yang berbeda dari kebanyakan narasi yang ada. Menurut Happy, masih jarang narasi tentang figur penting Indonesia yang berkontribusi untuk bangsa dilihat dari sudut pandang yang lebih personal. 

"Mereka itu manusia yang juga menghadapi ketakutan, kemelut, bahkan merasa dimusuhi bangsanya sendiri, merasa berbeda atau ingin berjuang lewat keahlian mereka," imbuhnya.

Dia berharap gelaran Di Tepi Sejarah akan terus berlanjut dengan mengangkat figur-figur penting lain yang ada di Indonesia. Happy mengatakan jika kondisi memungkinkan, dia akan menggelar serial monolog ini dalam bentuk festival pertunjukan yang digelar secara luring.

"Jadi pengennya tahun depan mungkin keliling ke daerah-daerah, dan bahkan naskah ini dimainkan di sekolah-sekolah, di kampus. Ingin tahu juga interpretasi mereka itu seperti apa, dan menjadi ruang positif untuk diskusi," katanya. 

Baca Juga : Under The Volcano Angkat Drama Bencana Krakatau ke Panggung Ibu Kota 

Di Tepi Sejarah musim kedua ini mengangkat 5 judul monolog yakni Kacamata Sjafruddin, Mata Kamera, Panggil Aku Gombloh, Senandung di Ujung Revolusi, dan Yang Tertinggal di Jakarta. Kelima judul itu mewakili keanekaragaman wilayah dan melibatkan orang-orang di seluruh pelosok Indonesia.

Pertunjukan ini juga adalah upaya memberikan sudut pandang baru untuk Indonesia melihat sejarahnya. Rangkaian monolog ini bekerjasama dengan aktor, sutradara teater, dan penulis naskah yang berbeda untuk setiap judul, dan tentu mumpuni di bidangnya.

Menampilkan aktor Deva Mahenra, monolog Kacamata Sjafruddin akan menampilkan kisah negarawan sekaligus ekonom Indonesia, Sjafruddin Prawiranegara, kala dia menjabat sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) saat Agresi Militer II Belanda di Yogyakarta pada 1948.

Demi siasat politik diplomasi, namanya dilupakan dan dihela ke tepi sejarah. Padahal, sebagai Ketua PDRI, dia merupakan kepala pemerintahan Republik yang sah kala itu.

Ada juga monolog Mata Kamera yang menampilkan kisah Kassian Cephas, seorang fotografer profesional pertama dari kalangan pribumi. Kassian bekerja di Keraton Mataram Yogyakarta masa Sri Sultan Hamengkubuwono VII sebagai juru foto. Sebagai fotografer, Kassian meninggalkan pengaruh kuat pada perkembangan fotografi di Indonesia kelak.

Baca Juga : Film Lawas Indonesia Bertema Perjuangan yang Wajib Kalian Tonton

Figur ketiga yakni Gombloh, penyanyi dan penulis lagu yang bernama asli Soedjarwoto. Sebagai seniman, Gombloh kerap mengantar pesan mengenai solidaritas sosial dan rasa cinta Tanah Air melalui karya-karyanya. Buah-buah pemikirannya juga dianggap masih kontekstual dengan realita  yang terjadi dewasa ini.

Selain itu, akan ditampilkan juga kisah komponis yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat yakni Ismail Marzuki. Lewat monolog berjudul Senandung di Ujung Revolusi, Lukman Sardi yang memainkan tokoh Ismail Marzuki akan menampilkan kisah revolusioner sang komponis melalui musik dan lagu-lagu ciptaannya.

Satu-satunya figur perempuan yang hadir dalam monolog Di Tepi Sejarah yakni Emiria Soenassa, pelukis perempuan Indonesia pertama pada awal abad ke-20. Dia juga merupakan seorang pemikir revolusioner yang turut menjadi anggota delegasi dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Dira Sugandi dipercaya memerankan tokoh Emiria dengan arahan sutradara Sri Qadariatin.

Adapun, kelima judul serial monolog Di Tepi Sejarah itu bisa mulai ditonton di kanal YouTube Budaya Saya dan Indonesiana TV mulai 17 Agustus 2022, yang akan diunggah secara berkala selama bulan ini. 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor : Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Manfaatkan Gawai untuk Meramu Pribadi yang Baru 

BERIKUTNYA

Review Hypeabis: Game Stray, Jelajah Dunia Cyberpunk dari Sudut Pandang Kucing Oranye

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: