Menilik Proses Kreatif Penulis & Sutradara Garap Monolog Di Tepi Sejarah Oto Iskandar Di Nata
29 June 2024 |
07:00 WIB
Salah satu tokoh yang diangkat menjadi cerita dalam seri monolog Di Tepi Sejarah musim ketiga adalah Oto Iskandar Di Nata. Oto adalah salah satu tokoh penting sejarah Tanah Air. Dia termasuk ke dalam jajaran menteri negara di kabinet pertama Republik Indonesia.
Namun, sayangnya, meski bergelar Pahlawan Nasional dan dijuluki sebagai Si Jalak Harupat, namanya belum banyak bergaung di arus utama sejarah. Padahal, peran dan sumbangsihnya begitu besar dalam masa-masa awal Indonesia berdiri.
Di Tepi Sejarah kemudian mengangkat kisah Oto dan mengemasnya dengan tajuk Suamiku Oto dan Bel Pintu. Seri monolog ini mencoba mengangkat kisah Oto lewat sudut pandang istrinya, Raden Ajeng Soekirah.
Naskah monolog ini ditulis oleh Ahda Imran dan disutradarai oleh Nia Dinata. Sementara itu, yang memerankan Raden Ajeng Soekirah adalah Maudy Koesnaedi.
Baca juga: Begini Cara Ari Ersandi & Katia Engel Kurasi Suara dalam Pertunjukan Hutan
Penulis Ahda Imran mengatakan Oto Iskandar Di Nata adalah satu tokoh sejarah yang misterius. Dia sangat langka sekali untuk muncul dalam arus sejarah utama. Padahal, dia merupakan salah satu menteri kabinet utama, orang di belakang pembentukan BKR, dan penggagas Pekik Indonesia Merdeka. Namun, cerita tentangnya masih begitu minim.
“Seandainya tidak ada buku Oto Iskandar Di Nata The Untold Story karya Lip D Yahya di Bandung, itu mungkin tidak ada sejarah lengkap siapa itu Oto. Pengetahuan kita bisa jadi hanya terbatas pada Otista sebagai nama jalan,” ucap Imran, sembari bercanda, dalam konferensi pers peluncuran Di Tepi Sejarah di Indonesiana TV di Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Imran bercerita saat dirinya melakukan riset penulisan naskah, ada satu kisah dari Oto yang menarik perhatiannya. Pahlawan itu rupanya pernah mengalami tradisi penculikan yang muncul dalam perkembangan Indonesia modern, terutama saat revolusi berlangsung.
Pada satu masa, Sutan Sjahrir juga pernah diculik, tetapi dia selamat. Namun, Oto yang diculik oleh satu gerombolan revolusi, justru harus berakhir dengan meregang nyawa dan jenazahnya tidak ditemukan.
Dengan cerita sejarah yang kelam ini, Imran kemudian mencoba melihat peristiwa tersebut dari sudut pandang istri Oto, yakni Raden Ajeng Soekirah. Imran ingin menggambarkan bagaimana situasi yang dialami Ajeng Soekirah di tengah revolusi, dengan belasan anaknya, tetapi tanpa kehadiran ayahnya karena suaminya diculik dan meninggal dunia.
Di tengah kebingungan dan rasa gundah, Soekirah tetap harus tegar dan membesarkan anak-anaknya. Lewat narasi ini, Imran ingin mempertontonkan peristiwa revolusi dari sudut pandang seorang perempuan.
Monolog ini berfokus pada bel pintu, yang rupanya jadi penggambaran trauma dari Soekirah. Sebab, setiap bel pintu di rumah berbunyi, maka harus dia yang membuka pintu. Imran menebalkan premisnya dengan meriset sejumlah buku, termasuk menggali dari sudut pandang keluarga Oto. Terlebih, Nia Dinata, yang menjadi sutradara di monolog ini juga adalah cicit dari Oto.
“Dalam proses menulisnya, ada hal yang cukup menarik. Sebagai penulis naskah drama, saya berpatok pada peristiwa panggung. Namun, sutradara Nia Dinata kerap berpatokan pada gambar. Jadi, cukup seru perdebatan kami berdua,” imbuhnya.
Sementara itu, sutradara Nia Dinata mengatakan menggarap monolog Suamiku Oto dan Bel Pintu adalah sebuah proyek yang sangat personal baginya. Sebab, Oto dan Soekirah adalah kakek dan nenek buyutnya.
Kebersamaan Nia dan kakek buyutnya berlangsung sejak kecil hingga dirinya menginjak usia SMA. Oleh karena itu, dirinya pun mengenal betul dan masih punya memori yang kuat terhadap apa-apa yang pernah terjadi dan dialami oleh Oto dan Soekirah tersebut.
“Ini adalah sebuah tribute atas rasa cinta aku kepada nenek buyut, seorang perempuan tangguh. Harapannya, makin banyak masyarakat yang mengetahui detail-detail sejarah yang mungkin tak tertuliskan di buku pelajaran sekolah,” jelasnya.
Bagi yang penasaran, monolog tentang istri Oto Iskandar Di Nata ini bisa ditonton di Indonesiana TV. Berikut detailnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Namun, sayangnya, meski bergelar Pahlawan Nasional dan dijuluki sebagai Si Jalak Harupat, namanya belum banyak bergaung di arus utama sejarah. Padahal, peran dan sumbangsihnya begitu besar dalam masa-masa awal Indonesia berdiri.
Di Tepi Sejarah kemudian mengangkat kisah Oto dan mengemasnya dengan tajuk Suamiku Oto dan Bel Pintu. Seri monolog ini mencoba mengangkat kisah Oto lewat sudut pandang istrinya, Raden Ajeng Soekirah.
Naskah monolog ini ditulis oleh Ahda Imran dan disutradarai oleh Nia Dinata. Sementara itu, yang memerankan Raden Ajeng Soekirah adalah Maudy Koesnaedi.
Baca juga: Begini Cara Ari Ersandi & Katia Engel Kurasi Suara dalam Pertunjukan Hutan
Penulis Ahda Imran mengatakan Oto Iskandar Di Nata adalah satu tokoh sejarah yang misterius. Dia sangat langka sekali untuk muncul dalam arus sejarah utama. Padahal, dia merupakan salah satu menteri kabinet utama, orang di belakang pembentukan BKR, dan penggagas Pekik Indonesia Merdeka. Namun, cerita tentangnya masih begitu minim.
“Seandainya tidak ada buku Oto Iskandar Di Nata The Untold Story karya Lip D Yahya di Bandung, itu mungkin tidak ada sejarah lengkap siapa itu Oto. Pengetahuan kita bisa jadi hanya terbatas pada Otista sebagai nama jalan,” ucap Imran, sembari bercanda, dalam konferensi pers peluncuran Di Tepi Sejarah di Indonesiana TV di Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Imran bercerita saat dirinya melakukan riset penulisan naskah, ada satu kisah dari Oto yang menarik perhatiannya. Pahlawan itu rupanya pernah mengalami tradisi penculikan yang muncul dalam perkembangan Indonesia modern, terutama saat revolusi berlangsung.
Pada satu masa, Sutan Sjahrir juga pernah diculik, tetapi dia selamat. Namun, Oto yang diculik oleh satu gerombolan revolusi, justru harus berakhir dengan meregang nyawa dan jenazahnya tidak ditemukan.
Dengan cerita sejarah yang kelam ini, Imran kemudian mencoba melihat peristiwa tersebut dari sudut pandang istri Oto, yakni Raden Ajeng Soekirah. Imran ingin menggambarkan bagaimana situasi yang dialami Ajeng Soekirah di tengah revolusi, dengan belasan anaknya, tetapi tanpa kehadiran ayahnya karena suaminya diculik dan meninggal dunia.
Di tengah kebingungan dan rasa gundah, Soekirah tetap harus tegar dan membesarkan anak-anaknya. Lewat narasi ini, Imran ingin mempertontonkan peristiwa revolusi dari sudut pandang seorang perempuan.
Monolog ini berfokus pada bel pintu, yang rupanya jadi penggambaran trauma dari Soekirah. Sebab, setiap bel pintu di rumah berbunyi, maka harus dia yang membuka pintu. Imran menebalkan premisnya dengan meriset sejumlah buku, termasuk menggali dari sudut pandang keluarga Oto. Terlebih, Nia Dinata, yang menjadi sutradara di monolog ini juga adalah cicit dari Oto.
“Dalam proses menulisnya, ada hal yang cukup menarik. Sebagai penulis naskah drama, saya berpatok pada peristiwa panggung. Namun, sutradara Nia Dinata kerap berpatokan pada gambar. Jadi, cukup seru perdebatan kami berdua,” imbuhnya.
Sementara itu, sutradara Nia Dinata mengatakan menggarap monolog Suamiku Oto dan Bel Pintu adalah sebuah proyek yang sangat personal baginya. Sebab, Oto dan Soekirah adalah kakek dan nenek buyutnya.
Kebersamaan Nia dan kakek buyutnya berlangsung sejak kecil hingga dirinya menginjak usia SMA. Oleh karena itu, dirinya pun mengenal betul dan masih punya memori yang kuat terhadap apa-apa yang pernah terjadi dan dialami oleh Oto dan Soekirah tersebut.
“Ini adalah sebuah tribute atas rasa cinta aku kepada nenek buyut, seorang perempuan tangguh. Harapannya, makin banyak masyarakat yang mengetahui detail-detail sejarah yang mungkin tak tertuliskan di buku pelajaran sekolah,” jelasnya.
Bagi yang penasaran, monolog tentang istri Oto Iskandar Di Nata ini bisa ditonton di Indonesiana TV. Berikut detailnya.
- Judul Monolog: Suamiku Oto dan Bel Pintu
- Tanggal: Rabu, 10 Juli 2024 Pukul 20.00 WIB
- Penulis Naskah: Ahda Imran
- Sutradara: Nia Dinata
- Pemain: Maudy Koesnaedi
- Sinopsis: Menjadi istri Oto menempa kekuatan RA. Soekirah. Masa-masa genting revolusi dilaluinya seorang diri seraya menjaga dan mendidik anak-anaknya. Di mata anak-anaknya, ia selalu tampak tegar. Tetapi di lubuk hatinya yang terdalam, RA. Soekirah terus berharap bahwa suaminya masih hidup. Apalagi sampai berbulan dan bertahun, selain desas-desus, nasib Oto Iskandar Di Nata tetap tak ada kejelasan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.