Lukisan berjudul Berani karya M. Sochieb (Sumber gambar: jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id)

Merekam Pertempuran dengan Kuas & Kanvas, Mari Berkenalan dengan Para Pelukis Perang di Tanah Air

15 August 2022   |   17:48 WIB
Image
Dika Irawan Asisten Konten Manajer Hypeabis.id

Dalam dunia fotografi, kalian mungkin pernah mendengar nama-nama fotografer perang. Sebut saja Nick Ut, fotografer Vietnam-Amerika yang merekam berbagai peristiwa penting dalam perang Vietnam. Kemudian ada James Nachtwey, pewarta foto asal Amerika yang terlibat dalam beberapa perang,mulai dari Yugoslavia hingga Afghanistan.

Bagaimana dengan dunia seni lukis? Sejarah mencatat sejumlah seniman di dunia pernah menjadi pelukis yang merekam konflik dengan kuasnya. Misalnya, Melton Prior, pelukis dan koresponden perang pada majalah mingguan bergambar pertama di dunia, The Illustrated London News. 

Kemudian ada Linda Kitson, pelukis perempuan asal Inggris bersama dengan 3.000 prajurit terombang-ambing di atas kapal Queen Elizabeth II, untuk mengabadikan kedahsyatan perang Malvinas pada 1982, dalam bentuk 400 gambar bermedia conté crayon. 

Baca juga: Menilik Foto-foto yang Merekam Peristiwa Revolusi Fisik 1945-1950


M. Sochieb 

Pelukis perang tidak hanya ada di Mancanegara. Di Indonesia terdapat nama seniman yang dikenal sebagai spesialis pelukis perang. Salah satunya adalah M. Sochieb yang dikenal sebagai pelukis perang. Peristiwa perobekan bendera Merah Putih Biru, Prinsenvlag oleh arek-arek Surabaya di hotel Yamato, dilukiskan secara apik olehnya. Untuk kalian ketahui, peristiwa itu merupakan ikon legendaris mengenang kedahsyatan pertempuran 10 November 1945. 

Adapun, lukisannya berjudul Insiden Bendera merupakan salah satu dari sekian banyak lukisan perjuangan yang dihasilkan, sepanjang karir melukisnya. Tak mengherankan jika sejumlah lukisan M. Sochieb yang bertema peristiwa 10 November 1945, pernah dibukukan pada 1988 atas prakarsa negarawan Roeslan Abdulgani. 

M. Sochieb memang tak terlibat dalam pertempuran, dan tak selegendaris Dullah, pelukis Istana yang terjun langsung mengabadikan situasi perang. Atau setenar pelukis senior selevel S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Sudarso, dan Sudjana Kerton. 

Namun demikian, dengan gayanya yang naturalis, dan konsistensinya untuk melukis pertempuran 10 November, membuatnya dikenal sebagai salah satu pelukis asal Surabaya, yang identik dengan peristiwa tersebut. 

Di sisi lain, kurang moncernya Sochieb di dunia lukis, dan tak banyak pelukis muda yang mau menjadi pengikutnya, membuat keberadaannya tak banyak diketahui khalayak. 
 

(Sumber gambar: Tangkapan layar Bisnis Indonesia edisi 9 November)

Lukisan-lukisan perang Tanah Air (Sumber gambar: Tangkapan layar Bisnis Indonesia edisi 9 November)


Kritikus dan kurator seni rupa Agus Dermawan T mengakui kehadiran Sochieb di tengah keringnya karya lukis yang mengangkat tema perang kemerdekaan, cukup sukses mengangkatnya sebagai ikon. Pada era 1980-an, hanya pria kelahiran Surabaya, 1931 ini yang fokus membuat lukisan perang. Kekhususan dalam melukis perang membuat karyanya dinilai cukup bagus oleh beberapa kurator. 

Faktanya memang tak mudah untuk menggambarkan anatomi tubuh manusia pada kondisi genting. Penelitian yang dilakukan Sochieb membuatnya mengerti betul jenis senjata yang dipakai, cara orang memegang senjata, posisi perang, dan adegan dalam peperangan. Para pejuang yang dilukiskannya di atas kanvas sangat akurat.

 “Jika dibandingkan pelukis-pelukis sebelumnya, kualitas lukisan peperangan Sochieb masih di bawah. Itu karena Sochieb lebih merekonstruksi ingatan. Namun dia melakukan riset mendalam. Dia baca buku tentang peristiwa 10 November. Dia mewawancarai langsung orang-orang yang pernah terlibat [pertempuran]. Dia berbicara langsung dengan para saksi,” ujar Agus seperti dihimpun dari Bisnis Indonesia, edisi 9 November 2013. 
 

Mohammad Toha Adimidjojo

Karya-karya Sochieb mungkin tak seberuntung karya lukis Mohammad Toha Adimidjojo, yang menggambarkan peristiwa pendudukan Belanda (Clash II) pada 1948 di Yogyakarta. Saat ini, 45 karya lukis Toha mengenai Clash II/1948 dipajang di Rijksmuseum, Belanda. Puluhan lukisan itu, dilukis Toha secara langsung di tempat kejadian, saat dia masih berusia 11 tahun. 

Lukisan Toha sering mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari khalayak di negeri Belanda. Namun, di mata pengamat seni lukis, karya Sochieb dinilai cukup menarik, dan layak diperhatikan.

Baca juga: Profil Hendra Gunawan, Seniman Bernyali Perang


Dullah

Dosen Seni Murni Institut Seni Indonesia Yogyakarta Mikke Susanto menilai Sochieb tak dapat dikategorikan dalam pelukis perang. Di Indonesia, hanya Dullah yang dianggap pas menyandang gelar pelukis di genre atau medan tersebut. 

Pelukis realis kelahiran Surakarta, 17 September 1919 itu dikenal piawai melukis wajah, dan komposisi kerumunan orang. Meskipun mendapatkan tempaan dari dua guru yang juga merupakan maestro lukis, Affandi dan S. Soedjojono, Dullah tetap memiliki gayanya tersendiri. 

Goresan kuas Dullah saat melukiskan anatomi para pejuang di atas kanvas sangat meyakinkan. Hasil pengamatan itu berada dalam 400 lukisan realis bertema perang Kemerdekaan, yang dipamerkan Dullah bersama murid-muridnya di Sanggar Pejeng, Bali pada 1979. 

“Dullah pernah melukis peristiwa 10 November di Surabaya. Dia bertemu saksi dan melihat bangkai. Berbeda dengan Sochieb yang melukis berdasarkan riset. Namun paskaera Sochieb, sudah tidak ada pelukis perang. Kecuali berdasarkan permintaan pasar,” ujar Mikke.

Pernyataan Mikke ini diamini oleh Agus. Paskaera Sochieb sudah tak ada lagi pelukis perang. Mengingat gelar pelukis perang mesti masuk dalam dua kategori. Pertama, pelukis terjun langsung atau on the spot saat terjadi peperangan, dan melukiskannya. 

Kedua, gelar pelukis perang dapat diberikan kepada para pelukis yang fokus menghasilkan karya bertema pertempuran, meskipun tidak merasakan langsung suasana peperangan. Pada masa damai seperti saat ini, wajar bilamana jumlah pelukis perang sangat minim. 

Mengingat kekuatan pasar yang tidak berkenan dengan lukisan bernuansa pertempuran, sanggup membuat para pelukis enggan menggoreskan kuas untuk melukiskan perang, dan ekspresi pekik Merdeka di atas kanvas. 

Baca juga: Menguak Tabir Foto-Foto Revolusi & Triumvirat di Yayasan Matawaktu

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Jajaran Foldable Smartphone Mutakhir Keluaran 2022

BERIKUTNYA

Tips & Trik Mengajukan KPR agar Disetujui Bank

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: