Lukisan karya Hendra Gunawan, Menyisir Sambil Menyusui (Sumber gambar: Hypeabis/Nurul Hidayat)

Profil Hendra Gunawan, Seniman Bernyali Perang

21 March 2022   |   16:05 WIB
Image
Dika Irawan Asisten Konten Manajer Hypeabis.id

Ketika para prajurit menggunakan senjata api untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, maka para seniman menggunakan kanvas, kuas, dan cat untuk melakukan hal tersebut. Satu di antara seniman itu adalah adalah Hendra Gunawan. Semasa hidupnya maestro seni lukis Indonesia getol berjuang di jalur kesenian.

Lahir di Bandung, Hindia Belanda, 100 tahun silam, Hendra hidup di tiga zaman. Pertama, masa kolonial Hindia Belanda. Kedua, zaman Jepang. Ketiga, pasca kemerdekaan atau revolusi fisik.

Baik Hendra maupun seniman lainnya, zaman penjajahan Belanda merupakan masa kegelapan dalam berkarya. Kesempatan berkesenian tidak begitu banyak diberikan oleh pemerintah. Terbatas hanya untuk kalangan elit.

Lalu pada masa pendudukan Jepang, semua keran kesenian dibuka. Mulai dari pertunjukan hingga seni rupa. Di sini Hendra bersama kawan-kawannya mendapatkan fasilitas melimpah untuk berkesenian. Dia aktif mengarahkan para pemuda yang tertarik kepada seni lukis dan patung. 

Baca juga: Ini Alasan Hari Seni Sedunia diperingati Tiap 15 April

Bahkan Hendra turut bergabung dalam Pusat Tenaga Rakyat (Putera) bentukan pemerintah pendudukan Jepang untuk mengorganisir kegiatan seni.

Selanjutnya saat era revolusi fisik pecah, Hendra pun ikut berjuang bersama para pejuang. Bak fotografer, dia merekam tiap peristiwa yang terjadi dalam lukisan. Tidak cuma perang, tetapi sisi lain dari peperangan.

Kritikus Seni Agus Dermawan T mengatakan, pada era revolusi fisik, sebagian seniman memilih untuk terjun langsung ke medan pertempuran, sedangkan sebagian lainnya tidak. Sementara Hendra adalah satu di antara beberapa seniman yang memiliki nyali perang.

Di samping Hendra, seniman lainnya yang turun ke medan perang adalah S. Sudjojono. Padahal bila dilihat dari latar belakangnya, seniman-seniman pejuang ini tidak memiliki pengalaman militer. 

“Terjebak [dalam situasi] perang dan mereka maju [ke medan pertempuran],” ujarnya saat berbincang-bincang dengan Bisnis, empat tahun lalu.
 

Sebuah pameran yang menghadirkan lukisan karya Hendra Gunawan (Sumber gambar: Bisnis Indonesia)

Sebuah pameran yang menghadirkan lukisan karya Hendra Gunawan (Sumber gambar: Bisnis Indonesia)


Mengabadikan peristiwa bersejarah

Dalam situasi tersebut, Agus menambahkan, Hendra dan pelukis lainnya mengikuti arahan dari komando pejuang. Salah satunya adalah Chairul Saleh. Tokoh pemuda ini meminta para seniman untuk angkat kanvas mengabadikan peperangan. Sebab situasi ini tidak akan berulang lagi.

“Seniman harus merekam kejadian [perang]. Hanya kalian yang bisa,” kata Chairul Saleh seperti ditirukan oleh Agus.

Perintah itu ditunaikan langsung dengan Hendra dan seniman-seniman lainnya. Mereka mengeksplorasi tema-tema peperangan untuk karya-karyanya. Tak cuma itu, seniman-seniman itu juga membuat poster-poster untuk menggelorakan semangat perjuangan.

“Hendra dan Sudjojono banyak mengulas peperangan selama 10 tahun,” ujarnya.
 

Kedekatan dengan Bung Karno

Menariknya, lanjut Agus, kebiasaan itu berlanjut hingga perang usai atau ketika republik berdaulat. Satu sosok yang tak dapat dipisahkan dari hal ini adalah Presiden Soekarno. Dia meminta seniman-seniman untuk tak bosan mengangkat perjuangan-perjuangan lewat karya. Kepada Hendra, Bung Karno berpesan agar menciptakan karya-karya bernada heroisme.

Dalam satu kesempatan, Bung Karno pun berkunjung ke pameran Hendra di Jakarta, karena Hendra menampilkan karya-karya perjuangan. Uniknya, Bung Karno malah membeli karya Hendra bertema perempuan. Bukan karya peperangan seperti yang sudah dimintanya. Lukisan itu kini menjadi koleksi Istana Kepresidenan.

Agus mengatakan, lukisan itu dinilai oleh Bung Karno menggambarkan emansipasi perempuan. “Bung Karno memang inspirator. Dia memberikan pandangan yang luas terhadap karya seni,” ujarnya.

Selain itu, sambung Agus, Hendra termasuk seniman yang dekat dengan Bung Karno. Kedekatan itu berawal ketika era revolusi fisik. Saat itu seniman bersama pejuang berkantor di Gedung Joang 45, Jakarta. Di sanalah mereka jadi lebih akrab dengan Bung Karno.

Kisah lainnya, pada 1946, Hendra bahkan mengundang Bung Karno untuk datang ke pamerannya di Jakarta. Di sana, Hendra menyiapkan gelandangan untuk menyambut Bung Karno. Hal ini bukan untuk merendahkan pemimpin negara, melainkan bentuk simbolik perjuangan rakyat.

Oleh sebab itu, Bung Karno menjuluki Hendra sebagai pelukis rakyat. Karya-karyanya sangat kental dengan nafas rakyat kelas bawah.
 

Karya-karya Hendra Gunawan koleksi Ciputra (Sumber Gambar: Bisnis Indonesia)

Karya-karya Hendra Gunawan koleksi Ciputra (Sumber Gambar: Bisnis Indonesia)

 

Mendirikan sanggar Pelukis Rakyat

Setelah keluar dari Seniman Indonesia Muda pada 1947, Hendra bersama sejumlah seniman seperti Affandi, Sudarso, Kusnadi, Trubus, dan Sutioso mendirikan sanggar Pelukis Rakyat.

Agus tak sepakat bila Hendra dituduh sebagai komunis. Justru Hendra adalah filsuf dan pejuang yang kerap melukiskan kondisi rakyat kecil. Kebetulan dia melihat visi yang sama pada gagasan komunis. Akhirnya Hendra pun bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat underbow Partai Komunis Indonesia.

“Hampir semua seniman masuk [Lekra] pada saat itu,” ujar Agus.

Menurut Agus, seniman-seniman pada masa itu direkrut untuk masuk Lekra termasuk Hendra. Melihat ada kesamaan visi, mereka pun sepakat masuk. Namun tidak berarti ketika masuk Lekra, seniman-seniman ini menjadi komunis.

“Beliau [Hendra] pelukis rakyat. Rakyat kecil akan selalu ada dalam karya-karyanya,” ujarnya.

Saksikan juga


Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

5 Fakta Aksi Rara Si Pawang Hujan di Sirkuit Mandalika

BERIKUTNYA

5 Prospek Karier untuk Sarjana Fakultas Hukum

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: