5 Seniman Indonesia yang Merekam Peristiwa Bersejarah Lewat Lukisan
07 November 2024 |
17:00 WIB
Setiap orang punya caranya sendiri dalam berjuang, begitu pula yang dilakukan oleh para seniman di Indonesia. Dalam masa-masa menuju kemerdekaan, para seniman turut menggaungkan api perjuangan melalui sejumlah karya lukisnya.
Perjuangan para seniman ini turut memberi arti besar dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Sebab, karya-karya mereka mampu merekam peristiwa penting dan bersejarah dalam perjalanan Indonesia merdeka.
Lukisan-lukisan para seniman ini juga tak jarang memantik gelora nasionalisme dan memberi perspektif baru bagi perjuangan. Tentu saja, hal ini membakar semangat para pejuang kala itu.
Baca Juga: Dari Limbah hingga Merkuri, Pesan Kuat Seniman di ICAD 14 untuk Bumi
Berikut adalah 5 seniman Indonesia yang merekam peristiwa bersejarah lewat lukisan:
Sindoedarsono Sudjojono kerap membangun kesadaran kolektif bahwa rakyat tengah berada dalam penderitaan akibat penjajahan melalui lukisan. Dia merasa seni lukis bisa menjadi media yang dapat mewujudkan realitas sosial masyarakat Indonesia. Beberapa lukisannya mempertontonkan hal tersebut.
Misalnya, dalam lukisan Mengungsi yang berdimensi 105 x 145 cm yang dibuat pada 1948. Lukisan itu menampilkan dua sosok perempuan, satu laki-laki, dan seorang anak kecil yang tengah menyelamatkan diri. Awan hitam menggelayut di atasnya.
Lukisan ini rupanya dibuat Djon ketika masa Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta. Kemudian, pada lukisan berjudul Pertemuan di Tjikampek jg Bersedjarah. menggambarkan suasana perundingan antara tiga pemimpin Angkatan Pemuda Indonesia (API) yaitu Chairul Saleh, Wikana, dan A.M. Hanafi saat mereka singgah di markas API di Cikampek.
Lukisan berjudul Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh sangat ikonik. Karya ini menggambarkan salah satu peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia saat melawan penjajah. Mengutip Kemdikbud, lukisan ini dibuat merujuk pada peristiwa nyata yang memang terjadi pada masa lalu.
Dalam lukisan ini, Raden Saleh merespons lukisan Nicolaas Pieneman (1809-1860) yang ditugaskan mendokumentasikan momen penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Belanda. Ketika peristiwa ini terjadi, Raden Saleh tengah berada di Eropa. Diduga, Raden Saleh melihat lukisan ini saat tinggal di sana, kemudian merespons ulang.
Lukisan keduanya punya perbedaan mencolok. Pieneman melukis Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah, sedangkan Raden Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut tegas. Selain itu, Pieneman memberi judul lukisannya Penyerahan Diri Diponegoro, sedangkan Raden Saleh memberi judul Penangkapan Diponegoro.
Seniman M. Sochieb dikenal sebagai pelukis perang. Salah satu lukisan ikoniknya berjudul Insiden Bendera. Lukisan ini menggambarkan peristiwa perobekan bendera Merah Putih Biru oleh arek-arek Surabaya di hotel Yamato.
M.Sochieb melukiskan satu momentum penting dalam pertempuran 10 November 1945 itu dengan apik. Sang seniman memang banyak melukiskan peristiwa-peristiwa penting, bahkan lukisan-lukisannya yang bertema peristiwa 10 November 1945, pernah dibukukan pada 1988 atas prakarsa negarawan Roeslan Abdulgani.
Lukisan berjudul Pemandangan di Kaliurang atau Hutan di Gunung Merapi menjadi salah satu karya ikonik Dullah. Lukisan ini rupanya punya sejarah yang panjang. Dalam kurun waktu 1948-1949, Dullah pernah usul ke Bung Karno untuk membuat lukisan. Dirinya kemudian mulai membuat lukisan bertema perjuangan kemerdekaan.
Namun, lukisan yang dibuatnya rupanya dianggap punya dimensi yang terlalu besar. Dullah pun mesti memotong lukisannya hingga 1 meter. Meski marah dan kesal, Dullah kemudian malah memanfaatkan potongan tersebut. Potongan lukisannya disulap dengan tambahan objek pemandangan alam dan diberi nama Pemandangan di Kaliurang atau Hutan di Gunung Merapi.
Lukisan ini pernah dipamerkan di Pameran Realisme Yogyakarta pada medio 1949. Selesai pameran, lukisan yang menggambarkan sebuah persiapan sebelum melakukan pertempuran itu diserahkan kepada Bung Karno yang kemudian dipasang di ruang kerjanya.
Lukisan berjudul Menanah karya Henk Ngantung punya peran penting dalam kemerdekaan Indonesia. Mengutip laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, lukisan itu turut menginspirasi Bung Karno dalam usaha memantik semangat anak muda merebut kemerdekaan Indonesia. Lukisan ini kemudian menjadi sangat istimewa karena turut menjadi bagian dari detik-detik proklamasi.
Lukisan Memanah bisa dibilang jadi saksi sejarah lahirnya NKRI. Presiden Sukarno mengonsepkan lukisan ini menjadi latar belakang saat dirinya membaca teks proklamasi. Lukisan ini pun kembali dimunculkan sebagai latar belakang ketika dirinya menggelar konferensi pers perdana bagi Indonesia yang baru merdeka pada 14 September 1945.
Lukisan Memanah menampilkan dua sosok laki-laki bertelanjang dada dan memakai sarung serang membidik panah ke arah depan, sedangkan sosok lainnya tengah memegang pijar cahaya. Di sekeliling mereka, terdapat tiga orang laki-laki dengan beragam ekspresi.
Baca Juga: Lukisan Ilang Catetan Ungkap Sisi Lain Pangeran Diponegoro dan Keris Mistisnya
Editor: M. Taufikul Basari
Perjuangan para seniman ini turut memberi arti besar dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Sebab, karya-karya mereka mampu merekam peristiwa penting dan bersejarah dalam perjalanan Indonesia merdeka.
Lukisan-lukisan para seniman ini juga tak jarang memantik gelora nasionalisme dan memberi perspektif baru bagi perjuangan. Tentu saja, hal ini membakar semangat para pejuang kala itu.
Baca Juga: Dari Limbah hingga Merkuri, Pesan Kuat Seniman di ICAD 14 untuk Bumi
Berikut adalah 5 seniman Indonesia yang merekam peristiwa bersejarah lewat lukisan:
1. Sudjojono
Pertemuan di Tjikampek jg Bersedjarah. (Sumber foto: Museum MACAN)
Sindoedarsono Sudjojono kerap membangun kesadaran kolektif bahwa rakyat tengah berada dalam penderitaan akibat penjajahan melalui lukisan. Dia merasa seni lukis bisa menjadi media yang dapat mewujudkan realitas sosial masyarakat Indonesia. Beberapa lukisannya mempertontonkan hal tersebut.
Misalnya, dalam lukisan Mengungsi yang berdimensi 105 x 145 cm yang dibuat pada 1948. Lukisan itu menampilkan dua sosok perempuan, satu laki-laki, dan seorang anak kecil yang tengah menyelamatkan diri. Awan hitam menggelayut di atasnya.
Lukisan ini rupanya dibuat Djon ketika masa Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta. Kemudian, pada lukisan berjudul Pertemuan di Tjikampek jg Bersedjarah. menggambarkan suasana perundingan antara tiga pemimpin Angkatan Pemuda Indonesia (API) yaitu Chairul Saleh, Wikana, dan A.M. Hanafi saat mereka singgah di markas API di Cikampek.
2. Raden Saleh
Lukisan berjudul Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh (Sumber gambar: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Lukisan berjudul Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh sangat ikonik. Karya ini menggambarkan salah satu peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia saat melawan penjajah. Mengutip Kemdikbud, lukisan ini dibuat merujuk pada peristiwa nyata yang memang terjadi pada masa lalu.
Dalam lukisan ini, Raden Saleh merespons lukisan Nicolaas Pieneman (1809-1860) yang ditugaskan mendokumentasikan momen penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Belanda. Ketika peristiwa ini terjadi, Raden Saleh tengah berada di Eropa. Diduga, Raden Saleh melihat lukisan ini saat tinggal di sana, kemudian merespons ulang.
Lukisan keduanya punya perbedaan mencolok. Pieneman melukis Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah, sedangkan Raden Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut tegas. Selain itu, Pieneman memberi judul lukisannya Penyerahan Diri Diponegoro, sedangkan Raden Saleh memberi judul Penangkapan Diponegoro.
3. M. Sochieb
(Sumber gambar: disperpusip.jatimprov.go.id)
Seniman M. Sochieb dikenal sebagai pelukis perang. Salah satu lukisan ikoniknya berjudul Insiden Bendera. Lukisan ini menggambarkan peristiwa perobekan bendera Merah Putih Biru oleh arek-arek Surabaya di hotel Yamato.
M.Sochieb melukiskan satu momentum penting dalam pertempuran 10 November 1945 itu dengan apik. Sang seniman memang banyak melukiskan peristiwa-peristiwa penting, bahkan lukisan-lukisannya yang bertema peristiwa 10 November 1945, pernah dibukukan pada 1988 atas prakarsa negarawan Roeslan Abdulgani.
4. Dullah
(Sumber gambar: setkab.go.id)
Lukisan berjudul Pemandangan di Kaliurang atau Hutan di Gunung Merapi menjadi salah satu karya ikonik Dullah. Lukisan ini rupanya punya sejarah yang panjang. Dalam kurun waktu 1948-1949, Dullah pernah usul ke Bung Karno untuk membuat lukisan. Dirinya kemudian mulai membuat lukisan bertema perjuangan kemerdekaan.
Namun, lukisan yang dibuatnya rupanya dianggap punya dimensi yang terlalu besar. Dullah pun mesti memotong lukisannya hingga 1 meter. Meski marah dan kesal, Dullah kemudian malah memanfaatkan potongan tersebut. Potongan lukisannya disulap dengan tambahan objek pemandangan alam dan diberi nama Pemandangan di Kaliurang atau Hutan di Gunung Merapi.
Lukisan ini pernah dipamerkan di Pameran Realisme Yogyakarta pada medio 1949. Selesai pameran, lukisan yang menggambarkan sebuah persiapan sebelum melakukan pertempuran itu diserahkan kepada Bung Karno yang kemudian dipasang di ruang kerjanya.
5. Henk Ngantung
(Sumber foto: IPPHOS/ANRI & Setkab)
Lukisan berjudul Menanah karya Henk Ngantung punya peran penting dalam kemerdekaan Indonesia. Mengutip laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, lukisan itu turut menginspirasi Bung Karno dalam usaha memantik semangat anak muda merebut kemerdekaan Indonesia. Lukisan ini kemudian menjadi sangat istimewa karena turut menjadi bagian dari detik-detik proklamasi.
Lukisan Memanah bisa dibilang jadi saksi sejarah lahirnya NKRI. Presiden Sukarno mengonsepkan lukisan ini menjadi latar belakang saat dirinya membaca teks proklamasi. Lukisan ini pun kembali dimunculkan sebagai latar belakang ketika dirinya menggelar konferensi pers perdana bagi Indonesia yang baru merdeka pada 14 September 1945.
Lukisan Memanah menampilkan dua sosok laki-laki bertelanjang dada dan memakai sarung serang membidik panah ke arah depan, sedangkan sosok lainnya tengah memegang pijar cahaya. Di sekeliling mereka, terdapat tiga orang laki-laki dengan beragam ekspresi.
Baca Juga: Lukisan Ilang Catetan Ungkap Sisi Lain Pangeran Diponegoro dan Keris Mistisnya
Editor: M. Taufikul Basari
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.