Mengenal Makna Filosofis dan Sejarah dari Corak Batik Parang
19 July 2022 |
14:31 WIB
1
Like
Like
Like
Batik merupakan kekayaan budaya Indonesia yang luhur dan telah menjadi warisan berharga dari generasi ke generasi. Bagi masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa, batik telah menjadi identitas masyarakat dengan nilai estetika dan filosofi yang tinggi. Ragam corak batik mencerminkan ekspresi atau pernyataan status sosial seseorang.
Busana dengan berbagai simboliknya selain mencerminkan norma, juga terkandung makna, serta sebuah penghormatan akan tradisi dan nilai-nilai budaya.
Dari berbagai pola batik yang ada hingga saat ini, pola geometris merupakan pola tertua, yang pada masa dahulu hanya bisa dipergunakan oleh kalangan bangsawan atau kerajaan. Bentuk geometris diatur berjajar dengan bentuk pengulangan yang tegas, teratur dan memiliki arah yang jelas. Salah satu motif ini dikenal dengan nama parang.
Baca juga: Kenalan Yuk dengan Kain Tapis & Sulam Usus, 2 Wastra Cantik dari Lampung
Parang berasal dari kata pereng yang menggambarkan sebuah lajur garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal. Istilah parang lazim dipakai oleh orang Jawa, sedangkan di daerah Pasundan disebut rereng atau lereng.
Batik motif parang pada dasarnya tergolong sederhana, berupa motif leter S jalin-menjalin membentuk garis diagonal dengan kemiringan 45 derajat tidak terputus yang melambangkan kesinambungan. Di masa lalu, motif parang sangat ”dikeramatkan” dan hanya dipakai oleh kalangan kerajaan atau trah dalem tembok istana, serta dalam acara-acara tertentu saja.
Makna filosofis pada batik parang tidak sesederhana motifnya. Ada ajaran-ajaran keutamaan yang terkendung didalamanya. Bentuk dasar leter S konon diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat yang tidak pernah padam.
Batik bercorak parang pada abad ke-18 merupakan eksklusif milik kraton, yang hanya boleh dipakai oleh raja dan bangsawan, dan dinyatakan sebagai corak terlarang bagi masyarakat umum.
Corak parang juga menyerupai alur lekukan senjata keris atau pedang, sehingga kain batik corak ini juga dikenakan oleh para ksatria atau penguasa. Komposisi miring pada motif parang melambangkan kekuasaan dan gerak yang cepat, lincah, dan gesit.
Parang juga diartikan sebagai karang yang runcing melambangkan heroisme, patriotisme dan memberi ‘kekuatan’ pada yang memakainya. Konon, dahulu kala seorang senopati yang hendak berangkat perang berbusahan kain batik parang dan dilantik oleh raja di pendopo atau alun-alun, dengan harapan pulang membawa kemenangan.
Dewasa ini, motif parang kerap digunakan dalam acara wisuda sarjana, penganugerahan bintang tanda jasa atau penghargaan dalam lomba. .
Motif parang sangat jarang digunakan untuk menghadiri upacara pernikahan. Apalagi digunakan sebagai busana pengantin. Kalangan masyarakat Jawa menganggap, menggunakan motif parang sebagai bsuana pernikahan akan menyebabkan rumah tangganya nanti dipenuhi percekcokan.
Baca juga: Memaknai Simbol dalam Selembar Kain Tenun Sumba
Dalam acara pernikahan semacam ini biasanya digunakan motif lain seperti motif semen yang mengandung arti kesuburan, atau motif truntum dan kawung yang mengandung makna kebijaksanaan, motif sidomukti, sidoasih, atau sidoluhur dan sejenisnya yang menganbil motif sulur-suluran.
Perkembangan dewasa ini, motif parang mengalami banyak modifikasi, stilasi atau bahkan penggabungan dengan motif lain, sehingga menghasilkan motif baru yang tak kalah menarik.
Busana dengan berbagai simboliknya selain mencerminkan norma, juga terkandung makna, serta sebuah penghormatan akan tradisi dan nilai-nilai budaya.
Dari berbagai pola batik yang ada hingga saat ini, pola geometris merupakan pola tertua, yang pada masa dahulu hanya bisa dipergunakan oleh kalangan bangsawan atau kerajaan. Bentuk geometris diatur berjajar dengan bentuk pengulangan yang tegas, teratur dan memiliki arah yang jelas. Salah satu motif ini dikenal dengan nama parang.
Baca juga: Kenalan Yuk dengan Kain Tapis & Sulam Usus, 2 Wastra Cantik dari Lampung
Parang berasal dari kata pereng yang menggambarkan sebuah lajur garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal. Istilah parang lazim dipakai oleh orang Jawa, sedangkan di daerah Pasundan disebut rereng atau lereng.
Batik motif parang pada dasarnya tergolong sederhana, berupa motif leter S jalin-menjalin membentuk garis diagonal dengan kemiringan 45 derajat tidak terputus yang melambangkan kesinambungan. Di masa lalu, motif parang sangat ”dikeramatkan” dan hanya dipakai oleh kalangan kerajaan atau trah dalem tembok istana, serta dalam acara-acara tertentu saja.
Makna Parang
Makna filosofis pada batik parang tidak sesederhana motifnya. Ada ajaran-ajaran keutamaan yang terkendung didalamanya. Bentuk dasar leter S konon diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat yang tidak pernah padam.Batik bercorak parang pada abad ke-18 merupakan eksklusif milik kraton, yang hanya boleh dipakai oleh raja dan bangsawan, dan dinyatakan sebagai corak terlarang bagi masyarakat umum.
Corak parang juga menyerupai alur lekukan senjata keris atau pedang, sehingga kain batik corak ini juga dikenakan oleh para ksatria atau penguasa. Komposisi miring pada motif parang melambangkan kekuasaan dan gerak yang cepat, lincah, dan gesit.
Parang berasal dari kata pereng yang berarti lereng.(Sumber gambar: Adrian Hartanto/Unsplash)
Dewasa ini, motif parang kerap digunakan dalam acara wisuda sarjana, penganugerahan bintang tanda jasa atau penghargaan dalam lomba. .
Motif parang sangat jarang digunakan untuk menghadiri upacara pernikahan. Apalagi digunakan sebagai busana pengantin. Kalangan masyarakat Jawa menganggap, menggunakan motif parang sebagai bsuana pernikahan akan menyebabkan rumah tangganya nanti dipenuhi percekcokan.
Baca juga: Memaknai Simbol dalam Selembar Kain Tenun Sumba
Dalam acara pernikahan semacam ini biasanya digunakan motif lain seperti motif semen yang mengandung arti kesuburan, atau motif truntum dan kawung yang mengandung makna kebijaksanaan, motif sidomukti, sidoasih, atau sidoluhur dan sejenisnya yang menganbil motif sulur-suluran.
Perkembangan dewasa ini, motif parang mengalami banyak modifikasi, stilasi atau bahkan penggabungan dengan motif lain, sehingga menghasilkan motif baru yang tak kalah menarik.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.