Melebur ke BRIN, Simak Sejarah dan Profil Lembaga Eijkman
02 January 2022 |
11:41 WIB
Setelah lebih dari tiga dekade beroperasi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman atau Eijkman Institute telah melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran.
“Terima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia atas dukungan selama 33 tahun Lembaga Eijkman berkiprah dalam pengembangan penelitian Biologi Molekuler Kesehatan & Obat di Indonesia dan dunia. Mari jaga spirit dan etos kerja dimanapun kita berada,” tulis akun @eijkman_inst di Twitter.
Sebelum bergabung dengan BRIN, Eijkman berada di bawah naungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Saat ini, Eijkman berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
Keputusan peleburan Eijkman di bawah naungan BRIN ini pun menuai reaksi dari banyak orang di media sosial dari berbagai latar belakang, sampai-sampai menjadi trending topik di Twitter dengan lebih dari 27.000 cuitan.
Sejarah Lembaga Eijkman
Mengutip laman Eijkman Institute, pada 1888, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Geneeskundig Laboratorium atau Laboratorium Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Batavia. Saat itu, Christiaan Eijkman ditunjuk sebagai direktur pertama dan menjabat sejak 15 Januari 1888 hingga 4 Maret 1896.
Pada tahun 1938, bertepatan dengan peringatan 50 tahun berdirinya institusi ini, nama Lembaga Eijkman mulai digunakan sebagai bentuk penghargaan terhadap Christiaan Eijkman.
Dia berhasil meraih hadiah Nobel di bidang kedokteran pada tahun 1929 atas penelitiannya tentang penyakit beri-beri yang disebabkan oleh kekurangan senyawa yang terdapat pada kulit beras, sebuah konsep yang menjadi cikal-bakal penemuan vitamin.
Menurut beberapa catatan, sejak 1938, Lembaga Eijkman dipimpin oleh Prof. Dr. Achmad Mochtar. Namun, pada 1945, Achmad Mochtar menyerahkan diri ke pihak tentara Jepang, guna menyelamatkan peneliti-peneliti di institusinya yang dituding mencemari vaksin tetanus. Achmad Mochtar adalah orang Indonesia pertama yang menjabat posisi sebagai direktur Lembaga Eijkman.
Akibat pergolakan ekonomi dan politik Indonesia pada tahun 1960-an, Lembaga Eijkman ditutup dan digabungkan dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Tiga dekade kemudian pada bulan Desember 1990, B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, memutuskan untuk membuka kembali Lembaga Eijkman.
“Terima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia atas dukungan selama 33 tahun Lembaga Eijkman berkiprah dalam pengembangan penelitian Biologi Molekuler Kesehatan & Obat di Indonesia dan dunia. Mari jaga spirit dan etos kerja dimanapun kita berada,” tulis akun @eijkman_inst di Twitter.
Sebelum bergabung dengan BRIN, Eijkman berada di bawah naungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Saat ini, Eijkman berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
Keputusan peleburan Eijkman di bawah naungan BRIN ini pun menuai reaksi dari banyak orang di media sosial dari berbagai latar belakang, sampai-sampai menjadi trending topik di Twitter dengan lebih dari 27.000 cuitan.
Mulai tanggal 1 Januari 2022, kegiatan deteksi COVID-19 di PRBM Eijkman akan diambil alih oleh Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional.
— Eijkman Institute (@eijkman_inst) December 31, 2021
Selamat Tahun Baru 2022.
Salam sehat,
WASCOVE.
Bersama, kita pulih kembali.
Kami Pamit. pic.twitter.com/ZzWGRUcuQD
Sejarah Lembaga Eijkman
Mengutip laman Eijkman Institute, pada 1888, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Geneeskundig Laboratorium atau Laboratorium Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Batavia. Saat itu, Christiaan Eijkman ditunjuk sebagai direktur pertama dan menjabat sejak 15 Januari 1888 hingga 4 Maret 1896.
Pada tahun 1938, bertepatan dengan peringatan 50 tahun berdirinya institusi ini, nama Lembaga Eijkman mulai digunakan sebagai bentuk penghargaan terhadap Christiaan Eijkman.
Dia berhasil meraih hadiah Nobel di bidang kedokteran pada tahun 1929 atas penelitiannya tentang penyakit beri-beri yang disebabkan oleh kekurangan senyawa yang terdapat pada kulit beras, sebuah konsep yang menjadi cikal-bakal penemuan vitamin.
Menurut beberapa catatan, sejak 1938, Lembaga Eijkman dipimpin oleh Prof. Dr. Achmad Mochtar. Namun, pada 1945, Achmad Mochtar menyerahkan diri ke pihak tentara Jepang, guna menyelamatkan peneliti-peneliti di institusinya yang dituding mencemari vaksin tetanus. Achmad Mochtar adalah orang Indonesia pertama yang menjabat posisi sebagai direktur Lembaga Eijkman.
Akibat pergolakan ekonomi dan politik Indonesia pada tahun 1960-an, Lembaga Eijkman ditutup dan digabungkan dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Tiga dekade kemudian pada bulan Desember 1990, B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, memutuskan untuk membuka kembali Lembaga Eijkman.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.