49 Makhluk Hidup Baru Ditemukan di Indonesia, dari Kepiting hingga Cicak
26 January 2024 |
06:11 WIB
Kabar gembira nih Genhype, para peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menemukan 49 taksa baru atau jenis makhluk hidup yang belum pernah ditemukan sebelumnya, sampai akhir 2023. Penemuan ini semakin menambah data keanekaragaman hayati Indonesia.
Sebanyak 37 persen taksa baru tersebut terbanyak ditemukan di Sulawesi. Penemuan fauna mendominasi dengan jumlah 1 marga, 38 spesies, dan 2 subspesies. Selebihnya, adalah flora 7 spesies, dan mikroorganisme 1 spesies. Dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (25/1/2024), dari total penemuan tersebut, sebanyak 28 persen spesies baru yang ditemukan merupakan organisme endemik fauna dan flora Indonesia.
Baca juga: Peneliti BRIN Temukan Jenis Ular Air Baru di Sulawesi, Seperti Apa Rupanya?
Sekitar 96 persen dari spesies baru tersebut berasal dari Indonesia, sementara dua spesies, yaitu bakteri Spirosoma foliorum dari Korea Selatan dan lalat Colocasiomyia luciphila dari Malaysia.
Sementara itu, spesimen lainnya dikumpulkan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Jawa, Kalimantan, Papua, Maluku, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Natuna.
Dari 41 taksa fauna baru yang berhasil ditemukan, satu marga dan enam spesies kepiting, satu spesies udang, dua spesies cacing, sembilan spesies herpetofauna, dua spesies ikan, enam spesies keong, tiga spesies ngengat, lima spesies lalat, empat spesies hewan pengerat, serta satu subspesies kupu-kupu, dan satu subspesies herpetofauna telah diidentifikasi.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN bekerja sama dengan periset dari Lee Kong Chian Natural History Museum dan National University of Singapore juga berhasil menemukan marga baru kepiting yang hanya ditemukan di Kepulauan Natuna, yaitu Natunamon.
Selanjutnya, beberapa spesies taksa baru untuk kelompok fauna merupakan fauna endemik Indonesia, yang berasal dari Maluku, Kepulauan Natuna, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Sebanyak 31 persen kelompok fauna endemik ini adalah spesies baru kepiting, cacing laut, udang, ikan, keong, cecak, dan hewan pengerat.
Beberapa fauna endemik spesies baru seperti Pectinaria nusalautensis yang ditemukan di Pulau Nusalaut Maluku, merupakan spesies cacing polychaeta laut ketujuh yang diidentifikasi dari wilayah tersebut.
Sementara itu, enam dari delapan taksa baru krustasea yang ditemukan, satu marga dan empat spesies kepiting merupakan endemik dari Pulau Natuna dan Pulau Siantan, sedangkan satu spesies udang endemik Caridina clandestine berasal dari Sulawesi Tengah.
Untuk fauna endemik lainnya, yaitu cecak Cyrtodactylus gonjong ditemukan di Sumatra Barat, ikan Oryzias loxolepis ditemukan di Sulawesi Selatan, keong Palaina motiensis ditemukan di Maluku Utara, dan empat hewan pengerat yaitu Rattus feileri, Rattus taliabuensis, Rattus halmaheraensis, dan Rattus obiensis ditemukan di Maluku.
Selanjutnya, dari tujuh spesies flora yang ditemukan, terdapat lima spesies baru begonia, satu spesies pandan, dan satu spesies anggrek. Kelima begonia ditemukan di Sulawesi, sedangkan pandan dan anggrek berasal dari tanah Papua. Khusus untuk pandan Freycinetia wiharjae adalah flora endemik Papua yang hingga saat ini belum ditemukan di lokasi lainnya.
Untuk penemuan mikroba, peneliti BRIN banyak bekerja sama dengan periset lain dari beberapa negara, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, Korea Selatan, Taiwan, India, dan Uni Emirat Arab. Penemuan tersebut berhasil dipublikasikan pada Scientific Reports, jurnal dengan jumlah sitasi terbanyak kelima di dunia.
Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN Iman Hidayat mengungkapkan, salah satu program prioritas BRIN adalah upaya pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas. Guna mendukung program ini, BRIN menyediakan platform pendanaan kolaborasi dengan seluruh stakeholder, termasuk perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan periset swasta dalam dan luar negeri melalui Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM) Ekspedisi dan Eksplorasi, dan didukung oleh platform pendanaan internal rumah program terkait pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas nusantara serta konservasi tumbuhan terancam punah.
“Upaya konservasi keanekaragaman hayati BRIN meliputi pengungkapan biodiversitas nusantara berupa discovery spesies baru beserta data genom dan potensi pemanfaatannya, kajian ancaman dan dampak perubahan iklim global terhadap status biodiversitas nusantara dan ekosistem, rehabilitasi dan peningkatan populasi spesies terancam punah, eksplorasi dan konservasi secara ex situ serta ekologi dan restorasi spesies,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Bayu Adjie menambahkan, pengungkapan 49 taksa baru ini merupakan kerja keras yang luar biasa. “Taksonomi adalah ilmu dasar untuk mengidentifikasi sesuatu yang ada di sekitar kita. Jika salah identifikasi, maka salah mengambil kesimpulan. Itulah pentingnya peran taksonom untuk memastikan prosedur identifikasi sesuai dengan kaidah ilmiah,” tegasnya.
Taksonomi, menurutnya, tidak hanya tentang spesimen dan herbarium, namun juga dituntut untuk belajar teknologi sequencing DNA, whole genome sequencing, dan teknologi identifikasi lainnya. Hasil riset taksonomi akan menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi, sehingga berkesinambungan.
"BRIN juga memiliki program untuk mencetak generasi baru taksonom, mulai dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Bantuan Riset Talenta Riset dan Inovasi (BARISTA), Degree By Research (DbR) untuk S2 dan S3, Research Assistant, Visiting Researcher, dan Postdoctoral,” ujarnya.
Baca juga: Sedih, Ikan Pari Jawa Resmi Punah Akibat Aktivitas Manusia
Editor: Syaiful Millah
Sebanyak 37 persen taksa baru tersebut terbanyak ditemukan di Sulawesi. Penemuan fauna mendominasi dengan jumlah 1 marga, 38 spesies, dan 2 subspesies. Selebihnya, adalah flora 7 spesies, dan mikroorganisme 1 spesies. Dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (25/1/2024), dari total penemuan tersebut, sebanyak 28 persen spesies baru yang ditemukan merupakan organisme endemik fauna dan flora Indonesia.
Baca juga: Peneliti BRIN Temukan Jenis Ular Air Baru di Sulawesi, Seperti Apa Rupanya?
Sekitar 96 persen dari spesies baru tersebut berasal dari Indonesia, sementara dua spesies, yaitu bakteri Spirosoma foliorum dari Korea Selatan dan lalat Colocasiomyia luciphila dari Malaysia.
Sementara itu, spesimen lainnya dikumpulkan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Jawa, Kalimantan, Papua, Maluku, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Natuna.
Dari 41 taksa fauna baru yang berhasil ditemukan, satu marga dan enam spesies kepiting, satu spesies udang, dua spesies cacing, sembilan spesies herpetofauna, dua spesies ikan, enam spesies keong, tiga spesies ngengat, lima spesies lalat, empat spesies hewan pengerat, serta satu subspesies kupu-kupu, dan satu subspesies herpetofauna telah diidentifikasi.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN bekerja sama dengan periset dari Lee Kong Chian Natural History Museum dan National University of Singapore juga berhasil menemukan marga baru kepiting yang hanya ditemukan di Kepulauan Natuna, yaitu Natunamon.
(Sumber foto: BRIN)
Beberapa fauna endemik spesies baru seperti Pectinaria nusalautensis yang ditemukan di Pulau Nusalaut Maluku, merupakan spesies cacing polychaeta laut ketujuh yang diidentifikasi dari wilayah tersebut.
Sementara itu, enam dari delapan taksa baru krustasea yang ditemukan, satu marga dan empat spesies kepiting merupakan endemik dari Pulau Natuna dan Pulau Siantan, sedangkan satu spesies udang endemik Caridina clandestine berasal dari Sulawesi Tengah.
Untuk fauna endemik lainnya, yaitu cecak Cyrtodactylus gonjong ditemukan di Sumatra Barat, ikan Oryzias loxolepis ditemukan di Sulawesi Selatan, keong Palaina motiensis ditemukan di Maluku Utara, dan empat hewan pengerat yaitu Rattus feileri, Rattus taliabuensis, Rattus halmaheraensis, dan Rattus obiensis ditemukan di Maluku.
Selanjutnya, dari tujuh spesies flora yang ditemukan, terdapat lima spesies baru begonia, satu spesies pandan, dan satu spesies anggrek. Kelima begonia ditemukan di Sulawesi, sedangkan pandan dan anggrek berasal dari tanah Papua. Khusus untuk pandan Freycinetia wiharjae adalah flora endemik Papua yang hingga saat ini belum ditemukan di lokasi lainnya.
Untuk penemuan mikroba, peneliti BRIN banyak bekerja sama dengan periset lain dari beberapa negara, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, Korea Selatan, Taiwan, India, dan Uni Emirat Arab. Penemuan tersebut berhasil dipublikasikan pada Scientific Reports, jurnal dengan jumlah sitasi terbanyak kelima di dunia.
Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN Iman Hidayat mengungkapkan, salah satu program prioritas BRIN adalah upaya pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas. Guna mendukung program ini, BRIN menyediakan platform pendanaan kolaborasi dengan seluruh stakeholder, termasuk perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan periset swasta dalam dan luar negeri melalui Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM) Ekspedisi dan Eksplorasi, dan didukung oleh platform pendanaan internal rumah program terkait pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas nusantara serta konservasi tumbuhan terancam punah.
“Upaya konservasi keanekaragaman hayati BRIN meliputi pengungkapan biodiversitas nusantara berupa discovery spesies baru beserta data genom dan potensi pemanfaatannya, kajian ancaman dan dampak perubahan iklim global terhadap status biodiversitas nusantara dan ekosistem, rehabilitasi dan peningkatan populasi spesies terancam punah, eksplorasi dan konservasi secara ex situ serta ekologi dan restorasi spesies,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Bayu Adjie menambahkan, pengungkapan 49 taksa baru ini merupakan kerja keras yang luar biasa. “Taksonomi adalah ilmu dasar untuk mengidentifikasi sesuatu yang ada di sekitar kita. Jika salah identifikasi, maka salah mengambil kesimpulan. Itulah pentingnya peran taksonom untuk memastikan prosedur identifikasi sesuai dengan kaidah ilmiah,” tegasnya.
Taksonomi, menurutnya, tidak hanya tentang spesimen dan herbarium, namun juga dituntut untuk belajar teknologi sequencing DNA, whole genome sequencing, dan teknologi identifikasi lainnya. Hasil riset taksonomi akan menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi, sehingga berkesinambungan.
"BRIN juga memiliki program untuk mencetak generasi baru taksonom, mulai dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Bantuan Riset Talenta Riset dan Inovasi (BARISTA), Degree By Research (DbR) untuk S2 dan S3, Research Assistant, Visiting Researcher, dan Postdoctoral,” ujarnya.
Baca juga: Sedih, Ikan Pari Jawa Resmi Punah Akibat Aktivitas Manusia
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.