Ilustrasi ular (Sumber foto - Jan Kopriva - Unsplash)

Peneliti BRIN Temukan Jenis Ular Air Baru di Sulawesi, Seperti Apa Rupanya?

25 January 2024   |   15:26 WIB
Image
Dika Irawan Asisten Konten Manajer Hypeabis.id

Tim peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menemukan ular air jenis baru bernama Hypsiscopus indonesiensis di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Penemuan taksa (kelompok) baru ular ini menggenapkan jumlah ular di Sulawesi yang semula berjumlah 59 spesies, kini menjadi 60 spesies. 

Dengan temuan baru ini, maka angka ular di pulau tersebut kini berjumlah 60 spesies dari sebelumnya 59 spesies. Amir Hamidy, peneliti di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (BRIN), mengatakan bahwa pada 1985, Den Bosch mencatat adanya 55 jenis ular di Sulawesi. Dua puluh tahun setelahnya, pada 2005, De Lang & Vogel merevisi dengan, menguranginya menjadi 52 spesies.

Baca juga: 6 Hewan Indonesia yang Telah Dinyatakan Punah, Terbaru Ikan Pari Jawa

Sejak saat itu, identifikasi tujuh spesies ular baru berhasil dilakukan di Sulawesi. Oleh karena itu, temuan baru ini menambah jumlah total ular darat di Sulawesi menjadi 60 spesies.

Mengenai spesies baru ini, berdasarkan penelitian molekuler oleh tim peneliti dari BRIN bersama dengan tim dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Tanjungpura, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ular dengan warna abu-abu kecokelatan tersebut memiliki ciri-ciri berupa ekor yang pipih secara lateral, jumlah baris sisik yang lebih banyak di bagian tengah tubuh, jumlah sisik ventral yang lebih banyak, jumlah sisik ekor yang lebih sedikit, dan pola warna yang khas (blirik) jika dibandingkan dengan jenis Hypsiscopus lain. 

“Ada cerita menarik dari temuan H. indonesiensis ini. Spesimen ular ini berasal dari enam spesimen yang dikoleksi pada 2003 dan satu spesimen pada 2019. Jika dilihat rentang waktunya cukup jauh sekitar 16 tahun. Mengapa proses identifikasinya tertunda? Karena jumlah spesimen masih terbatas,” tuturnya dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (25/1/2024). 

Amir mengungkapkan bahwa setelah 2019, anggota komunitas LIPI (pada periode tersebut) membawa sampel baru dari Danau Towuti, yang secara signifikan memfasilitasi validitas proses identifikasi karakter diagnostik. Akhirnya, hasil temuan tersebut diumumkan dalam jurnal Treubia Volume 50 Nomor 1 pada tahun 2023.

Menurutnya, bila  dilihat dari karakter fisiknya, ular endemik Sulawesi ini populernya disebut ular air ekor pipih. Kelompok genus ini hidup di perairan tawar dan memangsa ikan kecil, anak katak dan kepiting. 

 
Hypsiscopus indonesiensis (Foto: BRIN)
Adapun, dilihat dari panjang tubuhnya, ular air tawar ini pun relatif kecil, yakni kurang dari 1 meter (>700mm), dan hanya tersebar di Danau Towuti. Alhasil ular ini memiliki tingkat endemisitas yang lebih tinggi dibandingkan H. matannensis. 

"Oleh karena itu studi lebih lanjut mengenai populasi dan sebarannya diperlukan untuk mengevaluasi status konservasinya,” imbuhnya.

Amir menjelaskan bahwa empat jenis dari genus ini, tiga jenisnya terdapat di Sulawesi dan dua jenis di antaranya adalah endemik Sulawesi, yaitu H. indonesiensis (endemik Danau Towuti) dan H. matanensis di Danau Matano dan beberapa wilayah Sulawesi lainnya.

“Saat ini jumlah ular endemik di Sulawesi hampir mencapai 60 persen. Jika dibandingkan Kepulauan Sundaland jumlah tersebut jauh lebih rendah, namun endemisitasnya lebih tinggi. Sumatra memiliki 127 spesies ular, di mana 16  persen di antaranya adalah endemik, sedangkan Kalimantan memiliki 133 spesies [23 persen endemik], Jawa dan Bali (110 spesies, 6,4 persen) bersifat endemik,” kata Amir.

Amir yang juga menjabat sebagai Direktur Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH) BRIN menambahkan tingkat endemisitas yang tinggi dan kekayaan spesies yang relatif rendah kemungkinan besar terkait dengan periode isolasi Sulawesi yang lama dari Kepulauan Sunda Besar lainnya. 

Oleh karena itu para taksonom Enhydris (sebelumnya genus Hypsiscopus) menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi status taksonomi Hypsiscopus Sulawesi karena keterbatasan spesimen berpotensi menyesatkan dalam studi morfologi.

Sulawesi adalah sebuah pulau di Kepulauan Indo-Australia yang terkenal dengan sejarah geologi yang unik dan hotspot keanekaragaman hayati bagi banyak spesies, serta pola endemisme pada taksa tertentu.

Pulau ini memiliki beberapa danau purba yang terfragmentasi pada masa Pliosen, antara lain Danau Matano dan Danau Towuti, serta Danau Mahalona. Kedua danau besar tersebut dihubungkan dengan sistem sungai yang sangat terbatas.

“Fragmentasi yang sangat besar ini kemungkinan menjadi penyebab spesiasi alopatrik pada nenek moyang H. matannensis dan H. indonesiensis. Keberadaan spesies H. plumbea yang tersebar luas dan interaksinya dengan dua spesies endemik lain di Danau Matano, Mahalona dan Towuti perlu diteliti lebih lanjut untuk menggambarkan sebaran geohistoris genus Hypsiscopus di Sulawesi.

Baca juga: Mau Selamatkan Satwa Liar yang Dilindungi? Ikuti 5 Langkah Ini

Editor: Puput Ady Sukarno

SEBELUMNYA

Peluang Lolos Timnas Indonesia ke Babak 16 Besar Ditentukan 2 Pertandingan Ini

BERIKUTNYA

Nyeri Bahu Saat Olahraga? Kenali Penyebab & Cara Mengatasinya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: