Kisah Generasi Terakhir Perajin Tusuk Konde Patri Tiup
15 December 2021 |
11:13 WIB
Proses pembuatan
Pak Bardian (67), perajin generasi terakhir tusuk konde patri tiup di Kotagede, Yogyakarta (Dok. Bonfilio Yosafat)
Pembuatan tusuk konde ini diawali dengan lembaran kuningan yang sudah tercetak menjadi tangkai dan lembaran tusuk konde. Hasil cetakan tersebut kemudian disatukan dengan cara meniup “plong” agar tercipta kobaran api. Semua proses ini mengandalkan kemampuan tiup untuk menjaga agar api tetap menyala.
Untuk merekatkan besi pada kuningan diperlukan panas api. Dalam prosesnya, pompa tradisional berbahan kayu untuk menghasilkan nyala api berwarna biru, sementara matri menghasilkan nyala api berwarna merah. Pak Bardian harus mengenali level panas secara manual, untuk berjaga-jaga agar kuningan tidak habis meleleh dimakan api.
Untuk mengendalikan panas api, Pak Bardian mengandalkan instingnya untuk mengetahui ritme tiupan agar apinya tidak terlalu panas, dengan hentakan menjaga ritme tiup-diam-tiup agar api menyala konstan. Ketika diam api ikut meredup, keseimbangan panas ini yang harus terjaga. Hal ini yang disebut teknik byar pet.
“Byar pet itu adalah teknik mengolah nafas saat meniup plong dalam proses pembuatan tusuk konde. Jadi dalam proses penyambungan harus ada jeda [untuk memperoleh motifnya],” lanjut Bonfilio.
Untuk merekatkan besi pada kuningan diperlukan panas api. Dalam prosesnya, pompa tradisional berbahan kayu untuk menghasilkan nyala api berwarna biru, sementara matri menghasilkan nyala api berwarna merah. Pak Bardian harus mengenali level panas secara manual, untuk berjaga-jaga agar kuningan tidak habis meleleh dimakan api.
Untuk mengendalikan panas api, Pak Bardian mengandalkan instingnya untuk mengetahui ritme tiupan agar apinya tidak terlalu panas, dengan hentakan menjaga ritme tiup-diam-tiup agar api menyala konstan. Ketika diam api ikut meredup, keseimbangan panas ini yang harus terjaga. Hal ini yang disebut teknik byar pet.
“Byar pet itu adalah teknik mengolah nafas saat meniup plong dalam proses pembuatan tusuk konde. Jadi dalam proses penyambungan harus ada jeda [untuk memperoleh motifnya],” lanjut Bonfilio.
Cetakan tusuk konde patri tiup (Dok. Bonfilio Yosafat)
Generasi terakhir
Kerja keras Pak Bardian dalam 2 hari mampu menghasilkan 5 kodi tusuk konde yang akan didistribusikan ke toko-toko di Kotagede. Dahulu, hampir semua perajin sanggul di Desa Selokraman menggunakan teknik patri tiup.
Seiring waktu, kini hanya Pak Bardian satu-satunya perajin yang masih menggunakan teknik patri tiup karena beberapa rekannya yang juga menggunakan teknik tradisional itu telah meninggal dunia.
Bonfilio juga mengungkapkan bahwa Pak Bardian sempat vakum selama tiga tahun, karena dirinya terkena stroke. Namun, akhirnya dia kembali pulih dan tetap semangat melakukan pembuatan tusuk konde patri tiup.
“Kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan Pak Bardian dalam membuat tusuk konde patri tiup semoga dapat menginspirasi generasi muda untuk mengingat warisan budaya leluhur mereka,” kata Bonfilio.
Video dokumenter Generasi Terakhir Pengrajin Tusuk Konde Patri Tiup dari Nusantara Documentary merupakan bagian dari kampanye sosial Royal Enfield, #LeaveEveryPlaceBetter.
Kampanye ini bertujuan mempromosikan budaya berkendara secara bertanggung jawab dan mengajak para pengendara sepeda motor Royal Enfield untuk ride with a good cause (berkendara dengan tujuan baik).
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.