Orangutan (dok. Pexels)

Mau Selamatkan Satwa Liar yang Dilindungi? Ikuti 5 Langkah Ini

04 October 2021   |   12:46 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Wilayah dan rumah satwa liar semakin menyempit bahkan hilang. Wajar saja, tak sedikit satwa-satwa ini masuk ke perkampungan atau pemukiman warga dan memangsa hewan peliharaan untuk mendapatkan makanan. Satwa liar dan dilindungi ini kesulitan untuk mendapatkan makanan karena ulah manusia yang mengganggu habitat mereka.

Pemicunya adalah deforestasi, alih fungsi hutan dan lahan gambut menjadi lahan perkebunan sawit skala besar. Selain itu, industri perhutanan serta pertambangan atau pembangunan infrastruktur yang memerlukan pengeringan lahan gambut juga turut berdampak pada hutan. 

Jelang Hari Binatang Sedunia pada 4 Oktober, tiba waktunya buat kita bergerak untuk menyelamatkan 35 spesies mamalia, 150 spesies burung, dan 34 spesies ikan, khususnya yang hidup di lahan gambut. 

Nah ada 5 langkah yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan satwa ini, berikut diantaranya:
 

1. Jangan beli dan pelihara satwa langka

Percaya atau tidak, angka perdagangan satwa liar terbilang tinggi di dunia. Posisinya berada di nomor empat, setelah perdagangan manusia, senjata, dan narkoba. Banyak orang beranggapan, satwa yang telah keluar dari habitatnya boleh ditangkap dan diperjual-belikan di kota. 

Padahal menurut Dr. Herlina Agustin, peneliti di Pusat Studi Ilmu Komunikasi Lingkungan, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, satwa liar memiliki peran dan fungsi di alam yang tidak bisa tergantikan oleh manusia, bahkan mesin sekalipun. 

Misalnya, serangga. Jika serangga punah, maka penyerbukan tanaman akan terganggu. Akibatnya, tidak ada hasil tanaman yang dapat dipanen.

“Kepunahan serangga akan mempercepat kepunahan manusia, secepat apa pun manusia berusaha untuk menggantikan fungsi serangga. Sebagian spesies serangga kini sudah masuk dalam satwa langka yang harus dilestarikan,” katanya.
 

2. Edukasi soal satwa

Melalui muatan lokal yang terangkum dalam kurikulum sekolah, guru bisa menjelaskan tentang habitat satwa di sekitar lingkungan sekolah. Misalnya, siswa perlu berhati-hati ketika melewati daerah sungai karena area itu merupakan habitat buaya. 

Guru juga bisa mengingatkan pentingnya mematuhi papan larangan yang sudah diletakkan di sana. Dengan begitu, konflik antara manusia dan hewan liar bisa diminimalkan.

Jika kamu adalah orang awam yang belum punya banyak pengetahuan soal fauna, kamu bisa berkolaborasi dengan mereka yang punya pengalaman di lapangan, seperti BKSDA atau jagawana yang menjaga hutan sekitar sekolah. Kamu juga bisa mengunjungi kebun binatang.
 

3. Tingkatkan awareness

Herlina menyebut kita perlu meningkatkan kesadartahuan orang-orang di sekitar tentang pentingnya lahan gambut sebagai habitat flora dan fauna yang dilindungi. 

Kalau ekosistem rusak, maka binatang juga akan punah. Akibatnya, rantai makanan juga akan rusak. Keberlangsungan suatu ekosistem tidak ditentukan oleh satu atau dua penghuni saja, tapi harus dilihat secara keseluruhan dalam satu kesatuan, karena saling berhubungan. 

“Misalnya, pohon besar berfungsi sebagai tempat tinggal dan makan orangutan. Kalau pohonnya habis, mereka mau tinggal di mana dan mau makan apa? Padahal, orangutan berperan menyibakkan kanopi di atas sarangnya, sehingga sinar matahari pagi masuk ke dalam hutan dan terjadilah proses fotosintesis yang menguntungkan tumbuhan di dalam hutan,” jelasnya. 

Untuk itu, perlu adanya kampanye untuk meningkatkan awareness secara konsisten. Kampanye itu tak selalu harus turun ke jalan. Misalnya, pekerja seni bisa membuat karya yang mengungkap kegelisahan soal kerusakan lahan gambut.

4. Beli produk buatan masyarakat lokal

Lola Abas, Koordinator Nasional Pantau Gambut, menjelaskan di area lahan gambut terdapat banyak tanaman yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. 

Misalnya, pohon tengkawang (illipe nut) yang dari buahnya saja banyak sekali manfaatnya, mulai dari obat, bahan makanan, sampai produk kecantikan.

“Minyak tengkawang ini jadi hits sekitar lima-enam tahun lalu. Pohon ini endemik hutan hujan tropis Kalimantan. Namun, dapat tumbuh dengan baik di lahan gambut karena tahan lahan basah tergenan,” jelasnya. 

Ada juga hasil kerajinan anyaman yang dibuat dari tanaman purun, seperti sandal, tikar, tas, dan topi. Hanya saja, pasarnya masih belum luas. Selain itu, variasi produknya juga belum banyak.

Untuk kian meramaikannya, Genhype yang memiliki akses yang lebih luas bisa membantu dengan membukakan pasar, misalnya mempromosikan via media sosial.

5. Pilih produk ramah lingkungan

Kalau kita amati, banyak produk sehari-hari yang bahan bakunya dari minyak kelapa sawit atau dari industri kehutanan, seperti kayu. Sebut saja, produk kosmetik seperti lipstik dan bedak, makanan seperti cokelat dan es krim, juga produk perawatan tubuh. 

“Sebisa mungkin gunakan produk dengan opsi lebih ramah lingkungan. Cermat memilih dan mencari tahu, dari manakah produk ini berasal, apakah dari industri yang merusak hutan dan lahan gambut?” tutur Lola.

Selain itu, hindari pola hidup konsumerisme berlebihan. Beli dan pakai secukupnya. Menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan sampai ke produk yang kita gunakan sehari-hari memang terkesan repot. Namun, secara tidak langsung kita turut berkontribusi menjaga kelestarian hutan dan lahan gambut kita.


Editor: Avicenna
1
2


SEBELUMNYA

Simak 5 Fakta Parasetamol, Obat yang Mencemari Laut Jakarta

BERIKUTNYA

Galeri Nasional Indonesia Akan Adakan Pameran KITAB

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: