Ilustrasi hewan domestikasi. (Sumber foto: Pexels/Nadia Vasil'eva)

Hypereport: Ujung Tombak dan Potensi Domestikasi Hewan di Indonesia

12 March 2023   |   16:53 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Sudah ribuan abad lamanya manusia hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya. Bersama tumbuhan dan hewan, manusia turut andil menciptakan sinergi kehidupan. Bahkan manusia dapat dikatakan sebagai ujung tombak yang mengatur bagaimana keseimbangan alam tercipta.

Dengan posisi tersebut, manusia membuat banyak hal dengan makhluk lainnya. Ratusan spesies hewan dan jenis tumbuhan yang ada saat ini tak terlepas dari campur tangan manusia. Beberapa sengaja diciptakan untuk kebutuhan pangan, beberapa juga dibuat untuk urusan estetika dan kebutuhan lainnya.

Misalnya beragam jenis dan variasi ikan hias atau unggas peternak yang kian spesifik di era masa kini. Ini juga tak bisa dipisahkan dari konsep domestikasi yang diartikan sebagai pengadopsian hewan dan tumbuhan di alam liar untuk dimasukkan dalam rantai kehidupan sehari-hari manusia.

Baca juga artikel terkait:
1. Hypereport:  Egoisme Manusia di Balik Konten Medsos Satwa Liar
2. Hypereport: Sinergitas Pengendalian Satwa Invasif di Indonesia
 
Terlepas dari dorongan pengetahuan dan teknologi, sebetulnya domestikasi sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Domestikasi dianggap penting untuk menjaga keseimbangan populasi dan memberi manfaat ekonomi.
 
Berbicara spesifik mengenai domestikasi hewan, proses penjinakannya lebih panjang dan rumit daripada tumbuhan. Memang, domestikasi turut dirancang untuk pemenuhan kebutuhan manusia di samping menyoal keseimbangan. Bagaimana kebutuhan telur dan ayam yang didapat saat ini misalnya, merupakan hasil domestikasi yang sengaja dibuat untuk tujuan mengisi kebutuhan hidup manusia.
 

 
Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak spesies asli dengan beragamnya hewan liar memiliki peluang besar dalam domestikasi. Amir Hamidy, Direktur Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, Indonesia menjadi salah satu ladang subur apabila melihat sisi potensi domestikasi berkat bio-diversity atau keanekaragaman hayati.
 
“Potensi kekayaan kita besar, tetapi tentu tidak semua hewan bisa didomestikasi dengan mudah. Kemudian titik tantangan kita juga ada di persoalan teknologi untuk mendomestikasi hewan,” ujar Amir kepada Hypeabis.id, Sabtu (4/3/2023).
 
Menurutnya, dewasa ini domestikasi tidak murni mengarah ke pangan saja. Artinya domestikasi tidak melulu dilakukan untuk menernak hewan demi memenuhi kebutuhan pangan manusia. Tetapi juga domestikasi dalam memenuhi kebutuhan manusia di sisi lain, misalnya dalam hal ornamental, pakaian, hewan peliharaan dan sebagainya.
 
Meski sudah banyak kesuksesan yang didulang manusia dalam mendomestikasi hewan, Amir mengakui jika tak semua proses domestikasi berjalan mulus. Untuk hewan, domestikasi terbilang lebih sulit untuk bisa sampai pada kata sukses.

“Domestikasi hewan lebih kompleks. Secara fisik dan sifat, hewan juga sudah berubah jauh dari rantai domestikasi berabad-abad lamanya,” jelasnya.
 
Kegagalan domestikasi juga terletak pada masa reproduksi hewan yang pendek. Selain itu, tidak semua hewan mampu dibawa dalam metode penjinakan yang mudah. Bahkan hewan yang sudah jelas berhasil didomestikasi seperti anjing dan kucing masih memiliki naluri satwa liar dari penurunnya.

Ayam Hutan merupakan salah satu contoh hewan yang masih belum bisa didomestikasi walau sudah berhasil ditangkarkan dan dibuat bertelur. Maka proses domestikasi memang tidak sesederhana menjinakan hewan saja, tetapi melibatkan insting dan tingkat stress hewan yang harus dipertimbangkan dengan matang.
 
Langkah menuju domestikasi pertama adalah melalui penangkaran, kemudian mengembangbiakan, lalu menjinakkan hewan. Ini merupakan tiga kontrol yang diciptakan manusia. Setelah proses penangkaran yang panjang, barulah manusia mencoba-coba melakukan perkawinan silang untuk menghasilkan hewan yang diinginkan misalnya dari segi warna atau bentuknya.
 

Ilustrasi ayam ternak. (Sumber foto: Pexels/Oleksandr Pidvalnyi)

Ilustrasi ayam ternak. (Sumber foto: Pexels/Oleksandr Pidvalnyi)

Oleh karena itu, sebetulnya ujung tombak domestikasi dilakukan oleh masyarakat sendiri. Pemerintah menjadi perpanjangan tangan yang menjembatani dan menjaga keanekaragaman hayati tersebut.

“Hulunya itu masyarakat yang memulai, dari memelihara dan menjinakkan. Ini kan bukan pemerintah yang melakukan. Mereka juga ikut mengembangbiakan dan mengurus teknologi mereka, ini perlu diapresiasi,” ungkapnya.
 
Dengan proses yang tak mudah, domestikasi diciptakan untuk kemakmuran manusia. Dengan banyaknya domestikasi di sebuah negara, maka kekayaan dan kemaslahatan manusia akan lebih mudah tercapai melalui bio-diversity sebagai sumbernya.
 
“Selama hewan bisa dikembangbiakan, maka hewan itu bisa didomestikasi. Tinggal penyaringannya yang memperhatikan soal liarnya, buasnya, dan bagaimana secara ekonomi melalui masa reproduksi dan sebagainya,” ujar Amir.


Tantangan Domestikasi Hewan

Tak hanya hewan peternak yang banyak menjadi pangan manusia saat ini, ikan juga merupakan salah satu spesies hewan yang sudah berkembang melalui evolusi panjang diperkirakan 1.500 tahun sebelum masehi. Jojo Subagja, Peneliti Akuakultur & Zootechnical Domestikasi Spesies Asli mengatakan, spesies ikan di Indonesia menempati urutan kedua di dunia mengenai keanekaragamannya.
 
Senada dengan yang disebutkan Amir, bahwasanya kekayaan spesies hewan termasuk ikan di Indonesia bisa menjadi peluang besar untuk mengembangkan domestikasi. Namun tantangannya adalah bagaimana menyeimbangkan dan menjaga spesies asli agar tidak punah di tengah domestikasi yang berjalan.

“Manusia juga harus menjaga kualitas lingkungan hidup yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Domestikasi adalah perlindungan yang dilakukan secara exsitu atau diluar habitat. Jadi harus dilandasi pengetahuan dengan sifat dasar dari spesiesnya,” kata Jojo kepada Hypeabis.id.

Domestikasi menyentuh kehidupan masyarakat melalui pemanfaatannya untuk kebutuhan. Proses yang berkelanjutan biasanya sudah melalui dua generasi sebelum rilis sebagai produk biologi hasil domestikasi yang bisa dinyatakan berhasil. Menurut Jojo, domestikasi dilakukan untuk mempertahankan populasi jenis dan mengambil manfaat untuk kebutuhan manusia.
 
“Ikan asli dari negara kita bisa dihitung jari. Banyak spesies ikan yang punya nilai ekonomi besar dan belum terlalu dijamah. Kemudian spesies yang terancam punah juga harus segera didomestikasi agar tidak punah sebelum kehabisan spesies asli,” ungkap Jojo.
 

Ikan balasak atau Bala Shark. (Sumber foto: Wikimedia Commons)

Ikan balasak atau Bala Shark. (Sumber foto: Wikimedia Commons)

Untuk spesies ikan, Jojo mengaku proses domestikasi masih berkembang di peningkatan populasi saja. Kesulitan dalam hal adaptasi habitat hidup dan usia reproduksi ikan masih menjadi tantangan yang cukup mengganjal bagi praktisi yang melakukan domestikasi ikan.
 
Jojo menyebut, setidaknya dalam 5 tahun terakhir pemerintah dan akademisi terus mendorong proses domestikasi. Ada sekitar 20 spesies ikan dari jenis tawar hingga payau dan laut yang dikategorikan Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia sebagai spesies ikan yang terancam punah. Misalnya ikan pari, ikan balasak, Arawana Kalimantan, dan lainnya.
 
Anjing dan kucing menjadi dua diantara hewan yang paling terlihat untuk urusan domestikasi. Misalnya untuk spesies anjing dengan beragamnya sifat turunan yang membuat anjing memiliki variasi yang luas. Mungkin masyarakat sering memetakannya dengan anjing 'galak' untuk menjaga rumah, hingga anjing 'imut' nan menggemaskan untuk dijadikan hewan peliharaan.  
 
Doni Herdaru, aktivis hewan pun turut menyorot bagaimana domestikasi di Indonesia berkembang. Menurutnya, Indonesia punya beberapa spesies anjing tertua bahkan diakui oleh dunia. Maka ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk melakukan domestikasi.
 
“Misalnya The Singing Dog yang dipercaya sebagai salah satu ras anjing tua yang memiliki kedekatan langsung dengan serigala. Mereka nyaris tidak terdomestikasi. Ada juga Anjing Kintamani yang bisa dibilang dimuliakan oleh para pecinta anjing dan sudah diakui dunia juga,” kata Doni kepada Hypeabis.id.
 
Lebih lanjut, keterkaitan manusia dengan spesies anjing di Indonesia sudah cukup luas. Misalnya di Sumatera Barat, anjing telah banyak membantu manusia dalam berburu. Doni menyebut, ini menegaskan jika anjing dan manusia memiliki hubungan  timbal balik, di mana anjing membutuhkan manusia dan sebaliknya.
 
“Anjing bisa menjaga wilayah, menghindari predator masuk ke daerahnya, dan pemeliharaan yang tentu berkaitan dengan kasih sayang serta hubungan antara anjing dan manusia,” ungkap Doni. Ini membuktikan bahwa keselarasan antara kehidupan manusia dengan hewan dengan segala keanekaragamannya begitu penting. Begitupun yang dihasilkan dari proses domestikasi.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda

 

SEBELUMNYA

Mau Punya Badan Ideal? Intip 3 Jenis Diet yang Sehat & Aman

BERIKUTNYA

Profil Jeff Koons, Seniman Kontemporer Masyhur & Kontroversial Asal Amerika Serikat

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: