Menelusuri Dunia Mistis & Imajinatif dalam Pameran Subliminal Maya, di Ruci Art Space
03 June 2025 |
06:00 WIB
Ruci Art Space di Jakarta Selatan kembali menghadirkan pameran seni yang menggugah imajinasi. Bertajuk Subliminal Maya: In Flux and Forms of Being, pameran ini menampilkan karya dari tiga seniman yang bermain di antara sejarah, spiritualitas, dan dunia fantasi—dengan pendekatan yang segar dan eksperimental.
Begitu masuk ruang pamer, pengunjung langsung disambut instalasi berbentuk benda-benda arkaik yang tampak seperti totem kuno. Sekilas, seolah karya-karya ini baru saja ditemukan dari situs arkeologi lalu dipajang di galeri. Beberapa bentuknya mengingatkan pada patung-patung suku Dayak dan Aborigin, sementara lainnya memadukan simbol-simbol tradisional dengan sentuhan modern.
Baca juga: Guntur Soekarno Gelar Pameran Spesial Sambut Bulan Bung Karno di Galnas
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah Portable Tuyul Controller (2025) karya M.S Alwi. Terbuat dari paper clay dan media campuran, karya ini berbentuk seperti pesawat dengan ukiran simbol kuno yang membuat siapa pun terpikat lama-lama menatapnya.
M.S. Alwi, seniman asal Banda Neira yang kini menetap di Jakarta, banyak mengangkat tema okultisme Indonesia dan cerita rakyat. Melalui pendekatan eksperimental, dia mencoba “menghidupkan” artefak fiktif yang seolah punya sejarah dan fungsi dalam dunia imajinatif yang ia bangun.
“Alwi seperti menciptakan dunia alternatif, di mana benda-benda ini memiliki makna dan sejarah sendiri, berbasis mitos dan narasi lokal yang sering terlupakan,” ujar kurator Sudjud Dartanto.
Karya Alwi lainnya seperti Hulubalang Terbang, Organic Engine, hingga Prajurit 69 juga tampil tak kalah nyentrik—ada yang mirip artefak, ada pula yang menyerupai tokoh superhero. Semua tampil dengan aura magis yang unik.
Sementara itu, Kuncir Sathya Viku, seniman asal Bali, membawa pendekatan berbeda. Dia menampilkan lukisan rerajahan Bali, tapi dengan twist bergaya pop dan satir. Terinspirasi dari praktik spiritual ayahnya yang seorang balian (dukun), Kuncir menggambarkan makhluk-makhluk mistis ala monster yang tubuhnya sering kali absurd—ada perempuan berkepala tiga, kijang dengan kaki roda, hingga pesawat bermoncong buaya.
“Zaman boleh berubah, tapi kita nggak boleh kehilangan kompas,” kata Kuncir dalam wawancara video yang diputar di galeri.
Melalui karyanya, Kuncir menciptakan ruang baru yang mempertemukan spiritualitas tradisional dengan dunia pop kontemporer. Salah satunya adalah seri Azimat RGB, di mana monster-monster digambarkan dalam warna-warna cerah di atas kertas daluang, menyajikan suasana satir yang tetap kental dengan simbolisme spiritual.
Lalu ada Khadir Supartini, yang karyanya mengajak kita menyelami sisi emosional dan psikologis manusia. Lewat gaya visual yang ekspresif dan psikedelik, Khadir menggabungkan rasa indah dan gelisah dalam satu karya.
Dalam Run After (2025), misal, sang seniman membawa penonton masuk ke dunia yang penuh kekacauan visual, namun tetap terasa puitis.Karya lain yang cukup mencolok adalah Hewan Manusia (2023), lukisan tiga panel (triptych) yang menampilkan wajah manusia dengan elemen anjing, babi, dan serigala—seolah menggambarkan sisi gelap dari identitas modern.
Baca juga: Bawa Karya Gigantik, Arkiv Vilmansa Soroti Isu Biota Laut Indonesia Lewat Pameran di Galnas
“Format triptych ini mencerminkan identitas manusia yang kompleks dan terus berubah, di mana makna tidak tunggal dan selalu perlu dievaluasi ulang,” tutur Sudjud.
Pameran Subliminal Maya bisa dinikmati hingga 29 Juni 2025 di Ruci Art Gallery. Bagi Genhype yang penasaran dengan seni yang tak hanya memanjakan mata tapi juga mengajak berpikir dan berimajinasi, pameran ini layak dikunjungi.
Begitu masuk ruang pamer, pengunjung langsung disambut instalasi berbentuk benda-benda arkaik yang tampak seperti totem kuno. Sekilas, seolah karya-karya ini baru saja ditemukan dari situs arkeologi lalu dipajang di galeri. Beberapa bentuknya mengingatkan pada patung-patung suku Dayak dan Aborigin, sementara lainnya memadukan simbol-simbol tradisional dengan sentuhan modern.
Baca juga: Guntur Soekarno Gelar Pameran Spesial Sambut Bulan Bung Karno di Galnas
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah Portable Tuyul Controller (2025) karya M.S Alwi. Terbuat dari paper clay dan media campuran, karya ini berbentuk seperti pesawat dengan ukiran simbol kuno yang membuat siapa pun terpikat lama-lama menatapnya.
Karya Portable Tuyul Controller (kiri), dan sejumlah karya Kuncir Sathya Viku dalam pameran Subliminal Maya: In Flux and Forms of Being di Ruci Art Gallery (sumber gambar: Hypeabis.id/Robby Fathan)
M.S. Alwi, seniman asal Banda Neira yang kini menetap di Jakarta, banyak mengangkat tema okultisme Indonesia dan cerita rakyat. Melalui pendekatan eksperimental, dia mencoba “menghidupkan” artefak fiktif yang seolah punya sejarah dan fungsi dalam dunia imajinatif yang ia bangun.
“Alwi seperti menciptakan dunia alternatif, di mana benda-benda ini memiliki makna dan sejarah sendiri, berbasis mitos dan narasi lokal yang sering terlupakan,” ujar kurator Sudjud Dartanto.
Karya Alwi lainnya seperti Hulubalang Terbang, Organic Engine, hingga Prajurit 69 juga tampil tak kalah nyentrik—ada yang mirip artefak, ada pula yang menyerupai tokoh superhero. Semua tampil dengan aura magis yang unik.
Sementara itu, Kuncir Sathya Viku, seniman asal Bali, membawa pendekatan berbeda. Dia menampilkan lukisan rerajahan Bali, tapi dengan twist bergaya pop dan satir. Terinspirasi dari praktik spiritual ayahnya yang seorang balian (dukun), Kuncir menggambarkan makhluk-makhluk mistis ala monster yang tubuhnya sering kali absurd—ada perempuan berkepala tiga, kijang dengan kaki roda, hingga pesawat bermoncong buaya.
“Zaman boleh berubah, tapi kita nggak boleh kehilangan kompas,” kata Kuncir dalam wawancara video yang diputar di galeri.
Melalui karyanya, Kuncir menciptakan ruang baru yang mempertemukan spiritualitas tradisional dengan dunia pop kontemporer. Salah satunya adalah seri Azimat RGB, di mana monster-monster digambarkan dalam warna-warna cerah di atas kertas daluang, menyajikan suasana satir yang tetap kental dengan simbolisme spiritual.
Lalu ada Khadir Supartini, yang karyanya mengajak kita menyelami sisi emosional dan psikologis manusia. Lewat gaya visual yang ekspresif dan psikedelik, Khadir menggabungkan rasa indah dan gelisah dalam satu karya.
Karya Khadir Supartini bertajuk Hewan Manusia dalam pameran Subliminal Maya: In Flux and Forms of Being di Ruci Art Gallery (sumber gambar: Hypeabis.id/Robby Fathan)
Dalam Run After (2025), misal, sang seniman membawa penonton masuk ke dunia yang penuh kekacauan visual, namun tetap terasa puitis.Karya lain yang cukup mencolok adalah Hewan Manusia (2023), lukisan tiga panel (triptych) yang menampilkan wajah manusia dengan elemen anjing, babi, dan serigala—seolah menggambarkan sisi gelap dari identitas modern.
Baca juga: Bawa Karya Gigantik, Arkiv Vilmansa Soroti Isu Biota Laut Indonesia Lewat Pameran di Galnas
“Format triptych ini mencerminkan identitas manusia yang kompleks dan terus berubah, di mana makna tidak tunggal dan selalu perlu dievaluasi ulang,” tutur Sudjud.
Pameran Subliminal Maya bisa dinikmati hingga 29 Juni 2025 di Ruci Art Gallery. Bagi Genhype yang penasaran dengan seni yang tak hanya memanjakan mata tapi juga mengajak berpikir dan berimajinasi, pameran ini layak dikunjungi.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.