Intip Arsitektur & Interior Museum SAKA di Bali, Jadi Museum Terindah di Dunia 2025
03 June 2025 |
08:30 WIB
Museum SAKA yang terletak di Bali dinobatkan sebagai salah satu Museum Terindah di Dunia pada 2025. Pengakuan ini diberikan oleh Prix Versailles, ajang penghargaan arsitektur bergengsi dari Prancis untuk mempromosikan keberlanjutan budaya dan lingkungan. Museum SAKA menjadi satu-satunya museum dari Indonesia yang terpilih tahun ini.
Selain Museum SAKA, ada enam museum lainnya yang juga masuk dalam daftar Museum Terindah di Dunia 2025 yakni Grand Palais di Prancis, Audeum (Korea Selatan), Kunstsilo (Norwegia), Diriyah Art Futures (Arab Saudi), serta Cleveland Museum of Natural History dan Joslyn Art Museum dari Amerika Serikat.
Baca juga: Ide Museum Date di Jakarta: Menikmati Karya Seni dan Koleksi Benda Bersejarah
Ketujuh museum itu masuk dalam daftar tersebut lantaran dinilai memiliki arsitektur interior dan eksterior luar biasa, sekaligus memberikan pengalaman pengunjung yang bermakna yang mencerminkan warisan, inovasi, dan rasa memiliki tempat.
Penobatan ini pun menambah daftar penghargaan yang diraih oleh Museum SAKA yakni masuk dalam daftar Magazine’s World’s Greatest Places 2024 yang dibuat oleh majalah Time, serta terpilih sebagai Top 100 in the Kyoto Global Design Awards atas desain bangunannya yang dianggap inovatif dan berkelanjutan.
Museum SAKA merupakan museum seni sekaligus pusat budaya yang menjadi bagian dari kompleks resor mewah AYANA Bali. Dilansir dari situs resminya, museum ini menyimpan koleksi dokumen dan artefak bersejarah dan melestarikan seni kerajinan tangan yang telah berusia berabad-abad, serta menyajikan wawasan yang lebih mendalam tentang evolusi budaya Bali.
Nama museum ini diambil dari kalender Saka Bali, yang menjadi wujud penghormatan kepada sejarah Bali yang kaya, masa kini yang penuh semangat, serta masa depan yang penuh harapan. Pameran-pameran seni yang digelar di Museum SAKA bertujuan membenamkan pengunjung dalam tradisi-tradisi Bali yang masih hidup, baik yang sakral maupun praktis.
Museum yang baru resmi dibuka pada 2024 ini dibangun oleh biro arsitektur asal Jepang, Mitsubishi Jisho Design, sementara untuk desain interiornya dirancang oleh Napp Studio & Architects, studio desain interior yang berbasis di Hong Kong.
Selesai dibangun pada 2023, Museum SAKA berdiri di atas lahan seluas 1,4 hektar, sebagaimana dikutip dari laman Mitsubishi Jisho Design. Terdiri dari tiga lantai, desain bangunan ini dibuat untuk memberikan pengalaman spasial yang unik, di mana pengunjung dapat menghargai karya seni tradisional khas Bali dengan latar belakang lingkungan alam yang kaya dalam interior yang tenang.
Sementara pada malam hari, cahaya yang dipancarkan oleh seluruh bangunan akan menerangi area di sekitarnya dengan lembut, menjadikannya simbol bangunan resor serta menjadi tujuan baru bagi wisatawan yang mengunjungi daerah tersebut.
Museum SAKA dirancang dengan mewujudkan filosofi masyarakat Bali tentang Giri Segara, keseimbangan suci antara gunung dan laut, yang melambangkan kekuatan spiritual yang saling berhubungan dan transformasi kehidupan yang berkelanjutan.
Prinsip itu tercermin dalam penggunaan atap miring pada bangunan museum, yang secara visual menjembatani gunung dan lautan. Sementara kolam refleksi yang mengelilingi museum memantulkan cahaya bulan sebagai simbol metafora untuk introspeksi dan pembaruan.
Filosofi dan motif budaya tradisional Bali pun mewujud pada desain interior Museum SAKA yang dirancang dengan pendekatan kontemporer. Lobi museum tersebut menampilkan langit-langit yang gelap dan remang-remang menyerupai konstelasi langit malam Bali.
Pada malam hari, ruang tersebut berubah menjadi cahaya lembut, ketika 3.000 lampu LED mulai berkelap-kelip. Efek itu dihasilkan berkat instalasi lampu yang ditata dengan cermat serta secara cerdik menyembunyikan elemen dan perlengkapan strukturalnya.
Napp Studio & Architects juga memaksimalkan penggunaan material lokal seperti lantai granit abu-abu dan batu vulkanik agar selaras dengan lanskap alam Bali, mengurangi dampak lingkungan dari proyek bangunan museum, sekaligus memperkuat ikatan dengan masyarakat.
Sementara itu, Knowledge Center Museum SAKA, pusat sumber daya dan artefak bagi para pegiat konservasi, seniman, peneliti, dan mahasiswa, didesain dengan palet warna yang lebih hangat menyerupai peti kayu.
“Desain kami bertujuan untuk menangkap esensi Nyepi, menggunakan pencahayaan, material lokal, dan palet warna yang mengundang refleksi yang tenang, membentuk ruang yang tidak kaku tetapi terbuka untuk interpretasi pribadi,” kata para pendiri studio tersebut.
Selain memamerkan koleksi seni dan budaya Bali, museum ini secara khusus dikembangkan untuk menjadi tempat utama bagi berbagai acara. Galeri Timur di lantai pertama menyediakan suasana elegan untuk acara-acara khusus, yang dapat menampung berbagai acara seperti pernikahan dan pertemuan perusahaan hingga 300 tamu.
Baca juga: Pameran Imersif di Museum Nasional Rayakan 75 Tahun Diplomasi Indonesia–Prancis
Di lantai dua, Taman SAKA hadir dengan lingkungan luar ruangan yang mempesona dengan panggung terapung, yang dapat digunakan untuk acara dengan peserta hingga 400 orang. Melalui pameran, seminar, dan acara yang diadakan di tempat-tempat ini, Museum SAKA hadir untuk menumbuhkan apresiasi yang lebih besar terhadap sejarah dan budaya Bali.
Kini, Museum SAKA tengah menggelar pameran yang mengeksplorasi Subak, sistem pengelolaan air yang diakui UNESCO yang digunakan untuk area persawahan di Bali sejak abad ke-11 dan masih digunakan hingga saat ini. Selain itu, akan hadir juga instalasi kubah cahaya dan suara inovatif yang menawarkan interpretasi baru tentang Hari Raya Nyepi di Bali.
Selain Museum SAKA, ada enam museum lainnya yang juga masuk dalam daftar Museum Terindah di Dunia 2025 yakni Grand Palais di Prancis, Audeum (Korea Selatan), Kunstsilo (Norwegia), Diriyah Art Futures (Arab Saudi), serta Cleveland Museum of Natural History dan Joslyn Art Museum dari Amerika Serikat.
Baca juga: Ide Museum Date di Jakarta: Menikmati Karya Seni dan Koleksi Benda Bersejarah
Ketujuh museum itu masuk dalam daftar tersebut lantaran dinilai memiliki arsitektur interior dan eksterior luar biasa, sekaligus memberikan pengalaman pengunjung yang bermakna yang mencerminkan warisan, inovasi, dan rasa memiliki tempat.
Penobatan ini pun menambah daftar penghargaan yang diraih oleh Museum SAKA yakni masuk dalam daftar Magazine’s World’s Greatest Places 2024 yang dibuat oleh majalah Time, serta terpilih sebagai Top 100 in the Kyoto Global Design Awards atas desain bangunannya yang dianggap inovatif dan berkelanjutan.
Museum SAKA merupakan museum seni sekaligus pusat budaya yang menjadi bagian dari kompleks resor mewah AYANA Bali. Dilansir dari situs resminya, museum ini menyimpan koleksi dokumen dan artefak bersejarah dan melestarikan seni kerajinan tangan yang telah berusia berabad-abad, serta menyajikan wawasan yang lebih mendalam tentang evolusi budaya Bali.
Nama museum ini diambil dari kalender Saka Bali, yang menjadi wujud penghormatan kepada sejarah Bali yang kaya, masa kini yang penuh semangat, serta masa depan yang penuh harapan. Pameran-pameran seni yang digelar di Museum SAKA bertujuan membenamkan pengunjung dalam tradisi-tradisi Bali yang masih hidup, baik yang sakral maupun praktis.
Museum yang baru resmi dibuka pada 2024 ini dibangun oleh biro arsitektur asal Jepang, Mitsubishi Jisho Design, sementara untuk desain interiornya dirancang oleh Napp Studio & Architects, studio desain interior yang berbasis di Hong Kong.
Selesai dibangun pada 2023, Museum SAKA berdiri di atas lahan seluas 1,4 hektar, sebagaimana dikutip dari laman Mitsubishi Jisho Design. Terdiri dari tiga lantai, desain bangunan ini dibuat untuk memberikan pengalaman spasial yang unik, di mana pengunjung dapat menghargai karya seni tradisional khas Bali dengan latar belakang lingkungan alam yang kaya dalam interior yang tenang.
Sementara pada malam hari, cahaya yang dipancarkan oleh seluruh bangunan akan menerangi area di sekitarnya dengan lembut, menjadikannya simbol bangunan resor serta menjadi tujuan baru bagi wisatawan yang mengunjungi daerah tersebut.
Museum SAKA dirancang dengan mewujudkan filosofi masyarakat Bali tentang Giri Segara, keseimbangan suci antara gunung dan laut, yang melambangkan kekuatan spiritual yang saling berhubungan dan transformasi kehidupan yang berkelanjutan.
Prinsip itu tercermin dalam penggunaan atap miring pada bangunan museum, yang secara visual menjembatani gunung dan lautan. Sementara kolam refleksi yang mengelilingi museum memantulkan cahaya bulan sebagai simbol metafora untuk introspeksi dan pembaruan.
Filosofi dan motif budaya tradisional Bali pun mewujud pada desain interior Museum SAKA yang dirancang dengan pendekatan kontemporer. Lobi museum tersebut menampilkan langit-langit yang gelap dan remang-remang menyerupai konstelasi langit malam Bali.
Pada malam hari, ruang tersebut berubah menjadi cahaya lembut, ketika 3.000 lampu LED mulai berkelap-kelip. Efek itu dihasilkan berkat instalasi lampu yang ditata dengan cermat serta secara cerdik menyembunyikan elemen dan perlengkapan strukturalnya.
Napp Studio & Architects juga memaksimalkan penggunaan material lokal seperti lantai granit abu-abu dan batu vulkanik agar selaras dengan lanskap alam Bali, mengurangi dampak lingkungan dari proyek bangunan museum, sekaligus memperkuat ikatan dengan masyarakat.
Sementara itu, Knowledge Center Museum SAKA, pusat sumber daya dan artefak bagi para pegiat konservasi, seniman, peneliti, dan mahasiswa, didesain dengan palet warna yang lebih hangat menyerupai peti kayu.
“Desain kami bertujuan untuk menangkap esensi Nyepi, menggunakan pencahayaan, material lokal, dan palet warna yang mengundang refleksi yang tenang, membentuk ruang yang tidak kaku tetapi terbuka untuk interpretasi pribadi,” kata para pendiri studio tersebut.
Selain memamerkan koleksi seni dan budaya Bali, museum ini secara khusus dikembangkan untuk menjadi tempat utama bagi berbagai acara. Galeri Timur di lantai pertama menyediakan suasana elegan untuk acara-acara khusus, yang dapat menampung berbagai acara seperti pernikahan dan pertemuan perusahaan hingga 300 tamu.
Baca juga: Pameran Imersif di Museum Nasional Rayakan 75 Tahun Diplomasi Indonesia–Prancis
Di lantai dua, Taman SAKA hadir dengan lingkungan luar ruangan yang mempesona dengan panggung terapung, yang dapat digunakan untuk acara dengan peserta hingga 400 orang. Melalui pameran, seminar, dan acara yang diadakan di tempat-tempat ini, Museum SAKA hadir untuk menumbuhkan apresiasi yang lebih besar terhadap sejarah dan budaya Bali.
Kini, Museum SAKA tengah menggelar pameran yang mengeksplorasi Subak, sistem pengelolaan air yang diakui UNESCO yang digunakan untuk area persawahan di Bali sejak abad ke-11 dan masih digunakan hingga saat ini. Selain itu, akan hadir juga instalasi kubah cahaya dan suara inovatif yang menawarkan interpretasi baru tentang Hari Raya Nyepi di Bali.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.