Kolektif Hysteria (Dok. Hysteria)

Kolektif Hysteria dan Geliat Komunitas Seni di Semarang

07 September 2021   |   12:32 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Berangkat dari evaluasi tersebut, Hysteria akhirnya mengubah konsepsi ruang kreatif menjadi lebih luas dengan berjejaring dengan beberapa kampung di Semarang dan Rembang. Beberapa di antaranya adalah wilayah Petemasan, Bustaman, Barutikung, Karangsari, Krapyak, Randusari, Bergota, dan Sekararum dengan tipologi yang beragam.

“Jaringan-jaringan ini menjadi semacam laboratorium, ketika kami mencoba mengembangkan bahasa artistik yang kami pahami. Apa itu estetika, galeri, ruang pameran, seni dan sebagainya,” ujar Adin.

Motor yang difungsikan sebagai panggung keliling (Dok. Hysteria)

Motor yang difungsikan sebagai panggung keliling (Dok. Hysteria)

Sejak saat itu, geliat jejaring Hysteria pun kian masif dilakukan. Bahkan, mereka memiliki media yang disebut Dinas Cipta Ruang yang menyediakan motor panggung sehingga fleksibel bisa digunakan di mana saja untuk keperluan kegiatan seni dan budaya.

Selain itu, dilakukan juga pengembangan projek yang berbasis situs-situs spesifik. Cara kerjanya, mereka mengubah beberapa tempat yang terbengkalai menjadi ruang kreatif yang bisa dimanfaatkan dalam kerja kesenian, seperti pameran atau pertunjukan.

Menurut Adin, kegiatan semacam itu bisa membangkitkan memori kolektif warga sehingga membentuk solidaritas sosial mereka.
 

Dok. Hysteria

Dok. Hysteria


Inisiatif-inisiatif yang dibangun dengan basis komunitas tersebut akhirnya bisa memperkaya ekosistem seni, menyediakan ruang ekspresi dan kanal-kanal informasi, hingga membuka ruang negosiasi dengan pihak pemerintah. Terbukti, pada 2017, akhirnya Hysteria mulai direkognisi oleh beberapa kementerian seperti Kemendikbud dan Kemenparekraf.

Selain itu, pada akhir 2020, sebagai pendiri Hysteria, Adin juga dipercaya menjadi Ketua Komite Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Tengah oleh Gubernur Ganjar Pranowo yang pada waktu bersamaan turut menyusun Perda Ekonomi Kreatif.

Adin membuktikan bahwa gerakan kemandirian komunitas bisa mempengaruhi banyak hal, mulai dari regulasi hingga iklim seni yang ada di kota, sehingga menurutnya, itu bisa menjadi skema yang bisa dikembangkan di berbagai daerah lain untuk terciptanya ekosistem seni yang berkelanjutan.

“Pengaruh jejaring kolektif dan komunitas cukup besar bagi ekosistem seni. Saya selalu percaya kalau jaringan atau struktur sosial dibangun oleh para aktor potensial yang berhasil diidentifikasi sehingga kebijakan akan bisa lebih diterima dan berkelanjutan,” terangnya.


Editor: Avicenna
1
2


SEBELUMNYA

5 Menu yang Bisa Dikreasikan dengan Ubi Ungu

BERIKUTNYA

Hati-hati Bertransaksi, Trojan Mobile Banking di Asia Tenggara Meningkat

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: