Jejaring Solid Jadi Aset Dunia Seni Rupa untuk Bertahan di Tengah Pandemi
23 August 2021 |
22:05 WIB
Bagaimana seniman, kurator, serta museum dan galeri bertahan di tengah pandemi bergantung pada cara mereka mengalihkan fokus untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan baru. Salah satunya adalah menyebarkan berita seluas mungkin ke jaringan kolektor dan penikmat seni yang mereka miliki.
Cara itu adalah satu-satunya aset yang akan membantu mereka melewati pandemi dan tetap eksis bahkan sampai dunia sembuh.
Sebagian besar kegiatan pameran seni rupa sepanjang 2020 diadakan secara virtual, bagi beberapa orang hal ini mungkin menghilangkan sensasi menikmati karya secara langsung.
Namun, kondisinya di 2021 belum juga memungkinkan untuk mengadakan acara yang mengundang kerumunan sementara para seniman merindukan tempat bagi karya-karya mereka untuk menemukan 'rumah' baru.
Deputi Bidang Ekonomi Kreatif dan Produk Kreatif Kemenparekraf Muhammad Neil El Himam mengatakan bahwa penyesuaian strategi pemasaran untuk promosi karya seni sudah harus memperkirakan kondisi 2022 di mana kemungkinannya untuk pameran konvensional nondaring menjadi lebih besar.
"Promosi karya seni rupa secara konvensional non digital dilakukan melalui pembentukkan jejaring dan pemanfaatan ruang yang tersedia Diharapkan penyesuaian ini dapat menjembatani kesenjangan antara kebutuhan industri di era digital dengan ketersediaan talenta di bidang sub sektor seni rupa," ujarnya dalam webinar Pameran Seni Rupa di Masa Pandemi, Senin (23/8).
Melihat realita di lapangan, Direktur ArtJog Heri Pemad mengutarakan bahwa perlu diketahui ekosistem seni rupa di Indonesia tidak selalu sama kondisinya.
Apa yang dia terapkan dengan ArtJog 2020 dan ArtJog 2021 adalah sebuah keputusan berani untuk tetap melaksanakan pameran meskipun harus berjalan secara daring.
"Di saat seperti ini yang dibutuhkan oleh seniman adalah kolaborasi. Baik itu dengan kurator maupun dengan sesama seniman, berbagi dan menggabungkan aset jejaring. Saling memotivasi dan meringankan beban adalah hal yang sangat diperlukan saat ini," tutur Heri.
Lewat ArtJog dan koneksinya yang luas, Heri mengumpulkan karya seniman dari seluruh Tanah Air untuk dipamerkan dan mendapatkan eksposure yang mereka butuhkan.
Keistimewaan ini mungkin tidak dimiliki oleh seniman lainnya, terlebih seniman jalanan yang bergerak sendiri, tanpa pemimpin komunitas atau koordinator.
Hingga kini isu yang paling sering dihadapi seniman adalah bagaimana mereka bisa memonetisasi karya, apalagi di tengah pandemi permintaan untuk karya seni di kalangan kolektor tidak begitu mengalami pengaruh.
Hanya saja mereka terhalang oleh akses untuk menjangkau para kolektor.
Selain memanfaatkan jejaring lewat pameran, seniman juga bisa membangun platform mereka sendiri lewat sosial media atau membangun laman website interaktif sebagai pengganti pameran konvensional.
Menurut kurator senior Eddy Soetriyono, kreativitas menjadi kunci bagi seniman untuk bertahan bahkan di tengah pandemi sekalipun.
Karena dengan kreativitas dan inovasi lah mereka bisa tetap berkarya, memasarkan karya, memonetisasi dan pada akhirnya bertahan hidup dengan kesenian yang mereka buat.
"Sekarang ini yang seharusnya dipersiapkan adalah bagaimana memajukan kesenirupaan setelah Covid-19 sudah tidak lagi dianggap sebagai pandemi. Menyusun strategi post-pandemic justru harus dimulai dari sekarang," ujarnya.
Editor: Fajar Sidik
Cara itu adalah satu-satunya aset yang akan membantu mereka melewati pandemi dan tetap eksis bahkan sampai dunia sembuh.
Sebagian besar kegiatan pameran seni rupa sepanjang 2020 diadakan secara virtual, bagi beberapa orang hal ini mungkin menghilangkan sensasi menikmati karya secara langsung.
Namun, kondisinya di 2021 belum juga memungkinkan untuk mengadakan acara yang mengundang kerumunan sementara para seniman merindukan tempat bagi karya-karya mereka untuk menemukan 'rumah' baru.
Deputi Bidang Ekonomi Kreatif dan Produk Kreatif Kemenparekraf Muhammad Neil El Himam mengatakan bahwa penyesuaian strategi pemasaran untuk promosi karya seni sudah harus memperkirakan kondisi 2022 di mana kemungkinannya untuk pameran konvensional nondaring menjadi lebih besar.
.
"Promosi karya seni rupa secara konvensional non digital dilakukan melalui pembentukkan jejaring dan pemanfaatan ruang yang tersedia Diharapkan penyesuaian ini dapat menjembatani kesenjangan antara kebutuhan industri di era digital dengan ketersediaan talenta di bidang sub sektor seni rupa," ujarnya dalam webinar Pameran Seni Rupa di Masa Pandemi, Senin (23/8).
Melihat realita di lapangan, Direktur ArtJog Heri Pemad mengutarakan bahwa perlu diketahui ekosistem seni rupa di Indonesia tidak selalu sama kondisinya.
Apa yang dia terapkan dengan ArtJog 2020 dan ArtJog 2021 adalah sebuah keputusan berani untuk tetap melaksanakan pameran meskipun harus berjalan secara daring.
.
"Di saat seperti ini yang dibutuhkan oleh seniman adalah kolaborasi. Baik itu dengan kurator maupun dengan sesama seniman, berbagi dan menggabungkan aset jejaring. Saling memotivasi dan meringankan beban adalah hal yang sangat diperlukan saat ini," tutur Heri.
Lewat ArtJog dan koneksinya yang luas, Heri mengumpulkan karya seniman dari seluruh Tanah Air untuk dipamerkan dan mendapatkan eksposure yang mereka butuhkan.
Keistimewaan ini mungkin tidak dimiliki oleh seniman lainnya, terlebih seniman jalanan yang bergerak sendiri, tanpa pemimpin komunitas atau koordinator.
Hingga kini isu yang paling sering dihadapi seniman adalah bagaimana mereka bisa memonetisasi karya, apalagi di tengah pandemi permintaan untuk karya seni di kalangan kolektor tidak begitu mengalami pengaruh.
Hanya saja mereka terhalang oleh akses untuk menjangkau para kolektor.
Selain memanfaatkan jejaring lewat pameran, seniman juga bisa membangun platform mereka sendiri lewat sosial media atau membangun laman website interaktif sebagai pengganti pameran konvensional.
Menurut kurator senior Eddy Soetriyono, kreativitas menjadi kunci bagi seniman untuk bertahan bahkan di tengah pandemi sekalipun.
Karena dengan kreativitas dan inovasi lah mereka bisa tetap berkarya, memasarkan karya, memonetisasi dan pada akhirnya bertahan hidup dengan kesenian yang mereka buat.
"Sekarang ini yang seharusnya dipersiapkan adalah bagaimana memajukan kesenirupaan setelah Covid-19 sudah tidak lagi dianggap sebagai pandemi. Menyusun strategi post-pandemic justru harus dimulai dari sekarang," ujarnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.