Belajar Mengapresiasi Karya Seni Rupa Nasional Lewat Pameran Edukatif Poros
13 August 2021 |
21:07 WIB
Genhype, kalau lagi jalan-jalan di Jakarta dan mau nunjukkin jalan, kalian lebih familiar dengan nama Patung Pancoran atau Patung Dirgantara? Kebanyakan sih bakal pakai nama yang pertama, padahal monumen ini enggak ada hubungannya sama sekali dengan kawasan Pancoran, kebetulan aja letaknya di sana.
Patung Dirgantara adalah karya seni pematung terkenal, Edhi Sunarso, yang berdiri gagah setinggi 11 meter di atas tiang berbentuk arch setinggi 36 meter yang dirancang oleh Ir. Sutami.
Monumen yang terbuat dari perunggu dan didirikan atas inisiasi Presiden RI Soekarno sebagai monumen peringatan tonggak sejarah penerbangan Indonesia.
Ekspresi itu kemudian digambarkan sebagai sosok pria dengan gestur tangan mengarah ke langit seolah bersiap untuk terbang menjelajah angkasa.
Bukan hanya monumen ini yang lebih dikenal dengan nama lain yang lebih akrab di telinga kita.
Sering kali, karya seni yang berada di ruang publik hanya dianggap sebagai dekorasi belaka, padahal di setiap karya ini memiliki makna peradaban bangsa serta komunitas di sekitarnya.
Tidak sedikit pula karya seni rupa nasional di ruang publik yang ternyata belum terdata oleh pemerintah dan tidak dirawat dengan baik loh, Genhype. Sayang sekali kalau karya-karya ini nantinya hanya berakhir sebagai pajangan saja.
Galeri Nasional Indonesia, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menginisiasi dan menyelenggarakan Pameran Seni Rupa Koleksi Nasional 'Poros' yang menampilkan karya-karya seni rupa koleksi negara.
Pameran yang berjalan untuk ketiga kalinya ini melibatkan lima kurator yakni Suwarno Wisetrotomo, Rizki A. Zaelani, Asikin Hasan, Bayu Genia Krishbie, dan Teguh Margono.
Pameran ini menampilkan 29 karya yang berada di ruang publik, mencakup 16 monumen atau patung, 3 miniatur atau patung yang salah satunya dikerjakan dengan teknologi digital sculpting dan 3D printing, 4 maket monumen atau patung, 4 relief, 1 mural dan 1 lukisan.
Menurut Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto, karya-karya ini disajikan dalam bentuk foto dan video yang diambil dari berbagai sudut sehingga menunjukkan sudut pandang yang menyeluruh serta memberikan citra detil yang nyata.
"Pameran kali ini dikemas dengan formulasi berbeda dari dua pameran sebelumnya baik dalam hal format, tema, pemilihan dan presentasi karya, serta cara mengapresiasinya," ujarnya.
Seperti tahun sebelumnya, pameran dilaksanakan secara daring mengingat Indonesia masih dalam situasi pandemi COVID-19. Meski demikian pembatasan ini justru dianggap Pustanto sebagai kesempatan bagi masyarakat untuk mengapresiasi karya dengan lebih seksama.
Lewat laman galnasonline.id, pengunjung dapat mengakses informasi tentang tiap karya nasional yang sudah dikurasi dari mana saja dan kapan saja.
Pameran dengan konten komprehensif ini juga bisa menjadi media edukasi bagi masyarakat, apalagi Galeri Nasional Indonesia sedang mengadakan sebuah program untuk memperkaya inventori mereka.
Genhype juga bisa ikutan dalam program Partisipasi Publik, yang mengundang masyarakat untuk mengirimkan foto, video, atau komentar tentang karya seni rupa yang berada di lingkungan sekitar, khususnya yang diduga dibangun menggunakan anggaran pemerintah.
Data-data kiriman publik ini akan membantu Galeri Nasional Indonesia dalam menemukan karya-karya koleksi nasional yang tersembunyi, belum diketahui, atau belum dikelola dengan baik.
Program Partisipasi Publik dibuka sejak 23 Juli 2021 dan ditutup pada 27 Agustus 2021.
Data yang sudah dikurasi oleh tim kurator dan Galeri Nasional Indonesia nantinya akan digunakan untuk memperbarui isi materi galnasonline.id
Bagi kurator Rizki A. Zaelani, pandemi justru jadi kesempatan bagi kita untuk 'menemui', melihat, dan memeriksa secara langsung kondisi karya seni rupa milik negara, khususnya yang berada di ruang publik.
Apalagi jujur saja, tidak semua orang bisa mengamati Monumen Selamat Datang atau Monumen Dirgantara dari dekat.
Selain memberikan narasi di balik tiap karya, pendekatan lewat pameran dari ini dilakukan untuk memberikan pengalaman konkret menikmati karya-karya patung di ruang publik dengan memberikan akses yang tidak didapatkan masyarakat sebelumnya.
Editor: Fajar Sidik
Patung Dirgantara adalah karya seni pematung terkenal, Edhi Sunarso, yang berdiri gagah setinggi 11 meter di atas tiang berbentuk arch setinggi 36 meter yang dirancang oleh Ir. Sutami.
Monumen yang terbuat dari perunggu dan didirikan atas inisiasi Presiden RI Soekarno sebagai monumen peringatan tonggak sejarah penerbangan Indonesia.
Ekspresi itu kemudian digambarkan sebagai sosok pria dengan gestur tangan mengarah ke langit seolah bersiap untuk terbang menjelajah angkasa.
Bukan hanya monumen ini yang lebih dikenal dengan nama lain yang lebih akrab di telinga kita.
Sering kali, karya seni yang berada di ruang publik hanya dianggap sebagai dekorasi belaka, padahal di setiap karya ini memiliki makna peradaban bangsa serta komunitas di sekitarnya.
Tidak sedikit pula karya seni rupa nasional di ruang publik yang ternyata belum terdata oleh pemerintah dan tidak dirawat dengan baik loh, Genhype. Sayang sekali kalau karya-karya ini nantinya hanya berakhir sebagai pajangan saja.
Monumen Selamat Datang (Edhi Sunarso, 1962) Foto: Galeri Nasional Indonesia
Galeri Nasional Indonesia, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menginisiasi dan menyelenggarakan Pameran Seni Rupa Koleksi Nasional 'Poros' yang menampilkan karya-karya seni rupa koleksi negara.
Pameran yang berjalan untuk ketiga kalinya ini melibatkan lima kurator yakni Suwarno Wisetrotomo, Rizki A. Zaelani, Asikin Hasan, Bayu Genia Krishbie, dan Teguh Margono.
Pameran ini menampilkan 29 karya yang berada di ruang publik, mencakup 16 monumen atau patung, 3 miniatur atau patung yang salah satunya dikerjakan dengan teknologi digital sculpting dan 3D printing, 4 maket monumen atau patung, 4 relief, 1 mural dan 1 lukisan.
Menurut Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto, karya-karya ini disajikan dalam bentuk foto dan video yang diambil dari berbagai sudut sehingga menunjukkan sudut pandang yang menyeluruh serta memberikan citra detil yang nyata.
"Pameran kali ini dikemas dengan formulasi berbeda dari dua pameran sebelumnya baik dalam hal format, tema, pemilihan dan presentasi karya, serta cara mengapresiasinya," ujarnya.
Seperti tahun sebelumnya, pameran dilaksanakan secara daring mengingat Indonesia masih dalam situasi pandemi COVID-19. Meski demikian pembatasan ini justru dianggap Pustanto sebagai kesempatan bagi masyarakat untuk mengapresiasi karya dengan lebih seksama.
Lewat laman galnasonline.id, pengunjung dapat mengakses informasi tentang tiap karya nasional yang sudah dikurasi dari mana saja dan kapan saja.
Pameran dengan konten komprehensif ini juga bisa menjadi media edukasi bagi masyarakat, apalagi Galeri Nasional Indonesia sedang mengadakan sebuah program untuk memperkaya inventori mereka.
Kehidupan di Batavia (Harijadi Sumadidjaja, 1974-1975) Foto: Galeri Nasional Indonesia
Data-data kiriman publik ini akan membantu Galeri Nasional Indonesia dalam menemukan karya-karya koleksi nasional yang tersembunyi, belum diketahui, atau belum dikelola dengan baik.
Program Partisipasi Publik dibuka sejak 23 Juli 2021 dan ditutup pada 27 Agustus 2021.
Data yang sudah dikurasi oleh tim kurator dan Galeri Nasional Indonesia nantinya akan digunakan untuk memperbarui isi materi galnasonline.id
Bagi kurator Rizki A. Zaelani, pandemi justru jadi kesempatan bagi kita untuk 'menemui', melihat, dan memeriksa secara langsung kondisi karya seni rupa milik negara, khususnya yang berada di ruang publik.
Apalagi jujur saja, tidak semua orang bisa mengamati Monumen Selamat Datang atau Monumen Dirgantara dari dekat.
Selain memberikan narasi di balik tiap karya, pendekatan lewat pameran dari ini dilakukan untuk memberikan pengalaman konkret menikmati karya-karya patung di ruang publik dengan memberikan akses yang tidak didapatkan masyarakat sebelumnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.