Perayaan Cap Go Meh di Glodok, Jakarta. (Sumber foto: JIBI/Hypeabis.id/Suselo Jati)

Hypereport: Jejak Sejarah Pecinan di Indonesia

31 January 2025   |   17:40 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Seperti di banyak negara, Indonesia juga memiliki kawasan permukiman yang didominasi oleh etnis Tionghoa, atau yang lebih dikenal sebagai pecinan. Kawasan ini telah bertahan sejak zaman dahulu, menyatu dengan masyarakat setempat sambil mempertahankan keunikan dan tradisinya yang tetap lestari.

Jejak sejarah ini tidak hanya mencerminkan bagaimana komunitas Tionghoa beradaptasi dan bertahan, tetapi juga menggambarkan dinamika hubungan antara pendatang dan penguasa kolonial. Kampung Pecinan di Semarang, misalnya, bukan sekadar kawasan permukiman, tetapi juga bukti nyata bagaimana kebijakan kolonial membentuk struktur sosial dan ruang perkotaan.

Keberadaannya hingga kini menjadi saksi bisu perubahan zaman, dari strategi politik VOC hingga transformasi menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia.

Baca juga laporan terkait: 
1. Hypereport: Merayakan Imlek di Kelenteng-kelenteng Tua Kawasan Glodok Jakarta Barat
2. Hypereport: Melihat Potret & Makna Perayaan Imlek Kiwari
3. Hypereport: Ornamen Imlek Unik dan Maknanya Sebagai Pembawa Keberuntungan di Tahun Baru

4. Hypereport: Barongsai Lebih Dari Sekadar Pertunjukan
5. Hypereport: Nyala Lampion dalam Semarak Tahun Baru Imlek 2025 yang Penuh Makna

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 682/P/2020 menetapkan Kawasan Kota Lama Semarang, termasuk Kampung Pecinan, sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional. Keberadaan Kampung Pecinan sendiri berawal dari strategi VOC dalam membangun sistem pertahanan dan perlindungan terhadap kepentingannya di Nusantara.

Setelah peristiwa Geger Pecinan yang berlangsung di Semarang pada 14 Juni–13 November 1741, VOC memusatkan pemukiman etnis Tionghoa di Kampung Pecinan, yang terletak di sebelah selatan Oudestad atau Kota Lama Semarang.

Kampung Pecinan Semarang hanyalah satu dari banyak kawasan serupa yang tersebar di Indonesia. Sejak lama, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kawasan yang didominasi oleh masyarakat keturunan Tionghoa, sebagai jejak dari gelombang besar migrasi mereka ke Nusantara di masa lampau.

Keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia berakar dari hubungan dagang antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan China pada masa lampau. Interaksi ini mendorong kedatangan para pedagang Tionghoa, yang kemudian banyak di antara mereka memilih menetap, berkeluarga, dan beradaptasi dengan kehidupan di Indonesia, sehingga komunitas mereka terus berkembang hingga saat ini.

Berikut daftar pecinan bersejarah yang tersebar di Indonesia:


1. Pecinan Glodok, Jakarta

Dikutip dari laman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pecinan Glodok diklaim sebagai kawasan pecinan terbesar di Indonesia dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Kawasan tempat tinggal etnis Tionghoa ini sudah ada sejak 1740 atau ketika kolonial Belanda.

Kala itu, perusahaan Hindia Belanda menetapkan bahwa Glodok menjadi kawasan pemukiman bagi etnis Tionghoa yang ada di Jakarta. Selain aktivitas masyarakat, di tempat ini juga masih terdapat bangunan bersejarah serta kuil kuno, sehingga siapa saja dapat melihat arsitektur tradisional China.

Salah satu bangunan bersejarah yang ada di pecinan ini adalah Vihara Dharma Bhakti atau juga dikenal dengan nama Kuil Jin De Yuan. Vihara ini merupakan salah satu yang tertua dan paling menonjol di daerah Glodok.


2. Kampung Pecinan, Semarang

Dikutip dari Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 682/P/2020 Tentang Kawasan Cagar Budaya Kota Semarang Lama Sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional, Kampung Pecinan memiliki 18 bangunan yang terdiri dari 10 (sepuluh) kelenteng, 1 (satu) gereja, 1 (satu) Masjid Jami Pekojan, 1 (satu) jembatan Pekojan, 2 (dua) rumah gaya indis, 2 (dua) rumah indocina, dan 1 (satu) rumah kopi yang rata–rata masih dalam keadaan baik.

Di kawasan ini juga terdapat Kelenteng Siu Hok Bio yang merupakan ikon Kampung Pecinan yang terletak di daerah Kauman, Semarang. Klenteng yang sudah ada sejak 1416 ini menjadi simbol perjalanan masyarakat keturunan Tionghoa di Semarang selain sebagai tempat ibadah.


3. Pecinan Jamthang Singkawang-Kuching

Saat bicara tentang pecinan, tidak lengkap rasanya jika tidak menyebut Singkawang. Tempat ini merupakan kawasan atau kota yang berisi dominan masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia dan memiliki sejarah yang sangat panjang.

Dalam laman Kemenparekraf, Chinatown Singkawang merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia. Di tempat ini, ada banyak peninggalan arkeologis, seperti klenteng tua, bangunan masa penjajahan Belanda, tungku pembakaran keramik, dan rumah tua dengan desain arsitektur yang unik khas China.


4. Pecinan Surabaya

Kawasan pecinan lain yang unik dan tentu bersejarah adalah Pecinan Surabaya. Di kawasan ini terdapat Klenteng Hong Tiek Hian yang diperkirakan menjadi klenteng paling tua yang ada di Surabaya.

Berdasarkan laman Pemerintah Kota Surabaya, klenteng tersebtu dibangun oleh tentara Tar-tar saat zaman Kaisar Khu Bilai Khan pada awal kerajaan Majapahit. Selain itu, di kawasan ini juga terdapat Kya Kya Kembang Jepun yang di dalamnya terdapat bangunan bersejarah, seperti Pasar Bong, Perkumpulan Hwie Tiau Ka, Klenteng Hok An Kiong, eks Rumah Tjoa Phik Kong, Rumah Abu The, Rumah Abu Han, Shin Hua Barbershop, Klenteng Boen Bio, dan Wisata Kampung Pecinan Kapasan Dalam (WKP Kadal)


5. Pecinan Surya Kencana, Bogor

Di Bogor juga ada Pecinan Surya Kencana yang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda dan sampai saat ini tetap ada. Salah satu bangunan khas yang ada di kawasan ini adalah Vihara Dhanagun atau Hok Tek Bio.

Berdasarkan laman Kominfo Kota Bogor, keberadaan pecinan ini tidak dapat dilepaskan dari peran kolonial Belanda. Jalan yang pada awal merupakan bagian dari ruas Anyer-Panarukan itu berubah nama menjadi Jalan Surya Kencana kala etnis Tionghoa pindah pada era 1970an.

Kepindahan mereka ke jalan tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda pada era 1970an. Saat harus berada di satu kawasan itu, mereka bertahan hidup dengan cara berdagang.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

6 Perubahan Sistem PPDB ke SPMB 2025, Jalur Penerimaan sampai Kuota Siswa

BERIKUTNYA

Pengamat Transportasi: Penataan Stasiun Karet untuk Peningkatan Layanan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: