Hypereport: Merayakan Imlek di Kelenteng-kelenteng Tua Kawasan Glodok Jakarta Barat
29 January 2025 |
06:00 WIB
Warna emas dan merah terang membalut pagar pintu masuk sebuah kelenteng tua di kawasan Pecinan, Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat. Dua buah lampion cukup besar, dengan warna senada, tampak tengah digantung di area depan.
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat sore itu, saat beberapa pengurus wihara tengah sibuk mendandani kelenteng Toasebio atau juga dikenal sebagai Wihara Dharma Jaya Toasebio. Ini adalah salah satu kelenteng tua yang masih berdiri tegap di sudut kota Jakarta.
Saat masuk lebih dalam, lilin-lilin merah setinggi setengah badan orang dewasa tampak sudah berjejer di bagian tengah bangunan tersebut. Aroma asap dari hio pun mulai tercium pekat. Hio atau dupa itu memang kerap dinyalakan oleh para umat sebagai salah satu prosesi doa.
Di area dalam, lampion berwarna merah lagi-lagi menjadi ornamen langit-langit yang mudah dijumpai di berbagai sudut kelenteng tersebut. Akan tetapi, besarnya memang tak seperti area depan.
Baca juga: 5 Tradisi Perayaan Imlek di Indonesia, Pertunjukan Barongsai sampai Bagi-bagi Angpao
Di area utama, altar wihara juga mulai dihias. Area berdoa ini telah dilengkapi beberapa sajian bunga segar, buah-buahan, dan aneka persembahan lainnya.
Saat Hypeabis.id datang ke kelenteng kala itu, hilir mudik umat yang datang berdoa seolah tak henti. Mereka ada yang datang bersama keluarga, beberapa lainnya bersama pasangan. Menjelang malam, suasana lebih ramai lagi.
Menurut Panitia Imlek Kelenteng Toasebio, Hartanto Widjaja, menjelang Tahun Baru China, umat memang akan lebih sering bersembahyang di wihara. Mereka akan memanjatkan doa agar tahun depan akan makin banyak mendapat keberkahan.
Menurutnya, persiapan kelenteng dalam menyambut Imlek pun juga dilakukan jauh-jauh hari. Satu minggu sebelum hari-H, persiapan biasanya akan makin intens.
Mendekati hari Imlek, para pengurus wihara akan melakukan tradisi bersih-bersih kelenteng. Tradisi tersebut tidak sekadar membersihkan tempat ibadah, tetapi punya makna yang lebih dalam, yakni sebagai simbol bersama-sama membersihkan hati dalam menyambut Imlek. Sebab, proses bersih-bersih memang dilakukan bergotong-royong.
Tradisi tersebut melingkupi berbagai sudut di kelenteng. Tak terkecuali, pengurus juga akan melakukan prosesi mencuci patung Rupang. Pencucian Rupang juga jadi tradisi yang selalu dilakukan setiap kali menyambut Imlek.
Hartanto menyebut, proses pembersihan patung dilakukan dengan hati-hati dan menggunakan alat-alat baru seperti kuas dan lap, serta air hangat. Sebelum itu, pengurus juga melakukan ritual doa dan diwajibkan membersihkan hati dan pikirannya terlebih dahulu.
“Tradisi pembersihan patung menjadi simbol membuang keburukan dan mendatangkan keberkahan pada tahun yang baru pada 29 Januari nanti,” ungkap Hartanto saat ditemui Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Setelah itu, pihaknya juga akan melakukan berbagai persiapan teknis lain. Contohnya ialah membangun tenda, sehingga jika cuaca hujan, umat bisa tetap beribadah dengan nyaman.
Pada masa-masa menjelang Imlek seperti saat ini, kelenteng juga akan dihiasi berbagai ornamen baru, seperti lampion dengan warna khas merah. Dalam kepercayaan Konghucu lampion memang bukan sekadar dekorasi ruangan.
Lampion memiliki makna penting sebagai penerangan. Dalam artian, lanjutnya, penerangan itu bisa mewujud pada usaha yang tengah dijalani, rezeki, sampai kehidupan secara menyeluruh. “Untuk ornamen, karena kemarin kan tahun naga, nanti itu ular kayu. Ya ornamennya menyesuaikan jadi ada tempelan-tempelan ular, sesuai shio,” jelasnya.
Kemudian, di tempat peribadatan, pengurus juga akan menambahkan persembahan seperti kue keranjang hingga buah-buahan di meja-meja sembahyang. Semua dilakukan dengan presisi agar umat bisa beribadah dengan lebih khusuk.
Baca juga: Makna Tahun Ular Kayu Imlek 2025 dan Pengaruhnya pada Karier & Keberuntungan
Sementara itu, terkait dengan ritual sembahyang, Hartanto menyebut umat yang datang biasanya akan berdoa dengan cara masing-masing. Mereka pun akan datang di waktu yang berbeda-beda sesuai keyakinannya.
Barulah pada malam tanggal 28 Januari, lanjutnya, ritual sembahyang baru akan dilakukan bersama-sama. Sembahyang bersama ini dilakukan tepat pada malam hari sebelum pergantian tahun baru. “Kalau untuk berapa yang datang, itu enggak kehitung ya. Bisa ratusan,” tuturnya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kelenteng Toasebio juga akan dimeriahkan dengan pertunjukan barongsai. Menurutnya, pertunjukan barongsai juga jadi tradisi rutin yang selalu digelar kala Imlek di kelenteng yang kini telah berumur 274 tahun tersebut.
Dalam kepercayaan Tionghoa, barongsai juga dipercaya membawa keberuntungan dan kemakmuran. Gerakannya yang energik melambangkan semangat dalam menghadapi tahun baru dengan penuh optimisme. Menurut tradisi, barongsai juga digunakan untuk mengusir roh-roh jahat dan energi negatif.
Di sudut lain di Glodok, masih di Kawasan Petak Sembilan, suasana ramai juga mulai terlihat di salah satu kelenteng tua lainnya, yakni Wihara Dharma Bhakti. Meski beberapa kali cuaca di Jakarta mendung dan hujan, hal tersebut sama sekali tak menghalangi warga datang.
Tampak, silih berganti, mereka berdoa dan bersembahyang menyambut Imlek 2576 Kongzili. Mereka berharap semua hal bakal lebih baik di tahun yang baru. Salah satunya adalah Santoso Gunawan (21).
Santoso berharap setiap orang mendapatkan berkat yang lebih baik pada tahun baru ini. Selain itu, dia juga berdoa agar dirinya dan keluarga selalu mendapat keberkahan yang melimpah. “Ya, dipenuhi hoki sepanjang tahun,” ungkapnya.
Wihara Dharma Bhakti juga telah bersolek jauh-jauh hari sebelum perayaan Imlek Tiba. Tampak, beberapa pengurus tengah membawa lilin-lilin berukuran besar ke dalam wihara. Beberapa lilin-lilin itu bahkan terlampau besar, sampai harus diangkat tiga hingga empat orang.
Sejalan dengan itu, sejumlah pengunjung juga terus berdatangan memanjatkan doa. Mereka membakar dupa dan membiarkan tubuhnya beraroma hio selama prosesi tersebut. “Dupa memang digunakan sebagai media berdoa ke Tuhan,” ucap Santoso.
Setelah membakar dupa dan berdoa, umat yang datang juga melakukan berbagai prosesi lain, misalnya membakar kim chua atau uang kertas, yang menyimbolkan bahwa umat telah memberikan persembahan berharga kepada para Dewa.
Wihara Dharma Jaya Toasebio dan Wihara Dharma Bhakti merupakan dua kelenteng tua yang ada di kawasan Pecinan Glodok. Kelenteng ini masih memiliki tradisi luhur dalam merayakan Imlek.
Menurut catatan prasasti Sejarah Kelenteng Toasebio, wihara ini telah berdiri sebelum peristiwa Geger Pacinan pada 1740. Kelenteng ini kemudian dibangun kembali pada 1951 dan terus difungsikan hingga saat ini.
Sementara itu, Wihara Dharma Bhakti ini dibangun pada 1650 oleh letnan Cina Kwee Hoen. Kelenteng ini menawarkan keindahan dan kekayaan arsitektur khas Tionghoa yang dihias dengan warna-warna cerah, dengan dominasi warna merah dan kuning.
Baca juga: Jejak Sejarah Imlek di Indonesia, Dari Tradisi Tionghoa hingga Simbol Keberagaman
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat sore itu, saat beberapa pengurus wihara tengah sibuk mendandani kelenteng Toasebio atau juga dikenal sebagai Wihara Dharma Jaya Toasebio. Ini adalah salah satu kelenteng tua yang masih berdiri tegap di sudut kota Jakarta.
Saat masuk lebih dalam, lilin-lilin merah setinggi setengah badan orang dewasa tampak sudah berjejer di bagian tengah bangunan tersebut. Aroma asap dari hio pun mulai tercium pekat. Hio atau dupa itu memang kerap dinyalakan oleh para umat sebagai salah satu prosesi doa.
Di area dalam, lampion berwarna merah lagi-lagi menjadi ornamen langit-langit yang mudah dijumpai di berbagai sudut kelenteng tersebut. Akan tetapi, besarnya memang tak seperti area depan.
Baca juga: 5 Tradisi Perayaan Imlek di Indonesia, Pertunjukan Barongsai sampai Bagi-bagi Angpao
Wihara Dharma Jaya Toasebio (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Saat Hypeabis.id datang ke kelenteng kala itu, hilir mudik umat yang datang berdoa seolah tak henti. Mereka ada yang datang bersama keluarga, beberapa lainnya bersama pasangan. Menjelang malam, suasana lebih ramai lagi.
Menurut Panitia Imlek Kelenteng Toasebio, Hartanto Widjaja, menjelang Tahun Baru China, umat memang akan lebih sering bersembahyang di wihara. Mereka akan memanjatkan doa agar tahun depan akan makin banyak mendapat keberkahan.
Menurutnya, persiapan kelenteng dalam menyambut Imlek pun juga dilakukan jauh-jauh hari. Satu minggu sebelum hari-H, persiapan biasanya akan makin intens.
Mendekati hari Imlek, para pengurus wihara akan melakukan tradisi bersih-bersih kelenteng. Tradisi tersebut tidak sekadar membersihkan tempat ibadah, tetapi punya makna yang lebih dalam, yakni sebagai simbol bersama-sama membersihkan hati dalam menyambut Imlek. Sebab, proses bersih-bersih memang dilakukan bergotong-royong.
Tradisi tersebut melingkupi berbagai sudut di kelenteng. Tak terkecuali, pengurus juga akan melakukan prosesi mencuci patung Rupang. Pencucian Rupang juga jadi tradisi yang selalu dilakukan setiap kali menyambut Imlek.
Hartanto menyebut, proses pembersihan patung dilakukan dengan hati-hati dan menggunakan alat-alat baru seperti kuas dan lap, serta air hangat. Sebelum itu, pengurus juga melakukan ritual doa dan diwajibkan membersihkan hati dan pikirannya terlebih dahulu.
“Tradisi pembersihan patung menjadi simbol membuang keburukan dan mendatangkan keberkahan pada tahun yang baru pada 29 Januari nanti,” ungkap Hartanto saat ditemui Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Wihara Dharma Jaya Toasebio (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Pada masa-masa menjelang Imlek seperti saat ini, kelenteng juga akan dihiasi berbagai ornamen baru, seperti lampion dengan warna khas merah. Dalam kepercayaan Konghucu lampion memang bukan sekadar dekorasi ruangan.
Lampion memiliki makna penting sebagai penerangan. Dalam artian, lanjutnya, penerangan itu bisa mewujud pada usaha yang tengah dijalani, rezeki, sampai kehidupan secara menyeluruh. “Untuk ornamen, karena kemarin kan tahun naga, nanti itu ular kayu. Ya ornamennya menyesuaikan jadi ada tempelan-tempelan ular, sesuai shio,” jelasnya.
Kemudian, di tempat peribadatan, pengurus juga akan menambahkan persembahan seperti kue keranjang hingga buah-buahan di meja-meja sembahyang. Semua dilakukan dengan presisi agar umat bisa beribadah dengan lebih khusuk.
Baca juga: Makna Tahun Ular Kayu Imlek 2025 dan Pengaruhnya pada Karier & Keberuntungan
Wihara Dharma Jaya Toasebio (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Barulah pada malam tanggal 28 Januari, lanjutnya, ritual sembahyang baru akan dilakukan bersama-sama. Sembahyang bersama ini dilakukan tepat pada malam hari sebelum pergantian tahun baru. “Kalau untuk berapa yang datang, itu enggak kehitung ya. Bisa ratusan,” tuturnya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kelenteng Toasebio juga akan dimeriahkan dengan pertunjukan barongsai. Menurutnya, pertunjukan barongsai juga jadi tradisi rutin yang selalu digelar kala Imlek di kelenteng yang kini telah berumur 274 tahun tersebut.
Dalam kepercayaan Tionghoa, barongsai juga dipercaya membawa keberuntungan dan kemakmuran. Gerakannya yang energik melambangkan semangat dalam menghadapi tahun baru dengan penuh optimisme. Menurut tradisi, barongsai juga digunakan untuk mengusir roh-roh jahat dan energi negatif.
Di sudut lain di Glodok, masih di Kawasan Petak Sembilan, suasana ramai juga mulai terlihat di salah satu kelenteng tua lainnya, yakni Wihara Dharma Bhakti. Meski beberapa kali cuaca di Jakarta mendung dan hujan, hal tersebut sama sekali tak menghalangi warga datang.
Tampak, silih berganti, mereka berdoa dan bersembahyang menyambut Imlek 2576 Kongzili. Mereka berharap semua hal bakal lebih baik di tahun yang baru. Salah satunya adalah Santoso Gunawan (21).
Wihara Dharma Bhakti (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Wihara Dharma Bhakti juga telah bersolek jauh-jauh hari sebelum perayaan Imlek Tiba. Tampak, beberapa pengurus tengah membawa lilin-lilin berukuran besar ke dalam wihara. Beberapa lilin-lilin itu bahkan terlampau besar, sampai harus diangkat tiga hingga empat orang.
Sejalan dengan itu, sejumlah pengunjung juga terus berdatangan memanjatkan doa. Mereka membakar dupa dan membiarkan tubuhnya beraroma hio selama prosesi tersebut. “Dupa memang digunakan sebagai media berdoa ke Tuhan,” ucap Santoso.
Setelah membakar dupa dan berdoa, umat yang datang juga melakukan berbagai prosesi lain, misalnya membakar kim chua atau uang kertas, yang menyimbolkan bahwa umat telah memberikan persembahan berharga kepada para Dewa.
Wihara Dharma Bhakti (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Menurut catatan prasasti Sejarah Kelenteng Toasebio, wihara ini telah berdiri sebelum peristiwa Geger Pacinan pada 1740. Kelenteng ini kemudian dibangun kembali pada 1951 dan terus difungsikan hingga saat ini.
Sementara itu, Wihara Dharma Bhakti ini dibangun pada 1650 oleh letnan Cina Kwee Hoen. Kelenteng ini menawarkan keindahan dan kekayaan arsitektur khas Tionghoa yang dihias dengan warna-warna cerah, dengan dominasi warna merah dan kuning.
Baca juga: Jejak Sejarah Imlek di Indonesia, Dari Tradisi Tionghoa hingga Simbol Keberagaman
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.