Ilustrasi sebuah keluarga merayakan Imlek. (Sumber gambar: Rdne/Pexels)

Hypereport: Melihat Potret & Makna Perayaan Imlek Kiwari

29 January 2025   |   09:31 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Tahun Baru China atau Imlek merupakan salah satu perayaan penting bagi masyarakat Tionghoa. Imlek menjadi momentum untuk menyampaikan syukur atas rezeki selama setahun terakhir, sekaligus memanjatkan harapan tahun baru yang lebih baik. 
 
Dalam kalender China, 2025 merupakan tahun Ular Kayu yang dimulai pada 29 Januari 2025 hingga 16 Februari 2026. Energi shio ular yang dipadukan dengan elemen kayu dipercaya membawa atmosfer yang mendukung transformasi, kebijaksanaan, serta pertumbuhan pribadi dan spiritual. 

Baca juga: Hypereport: Merayakan Imlek di Kelenteng-kelenteng Tua Kawasan Glodok Jakarta Barat
 
Sejumlah tradisi pun biasanya dilakukan saat perayaan Imlek, mulai dari sembahyang untuk mengucap syukur atas anugerah Tuhan yang memberikan kesempatan memasuki tahun yang baru kembali, berkumpul bersama keluarga, hingga saling berbagi angpao. 
 
Budayawan Muda Tionghoa Jonathan Jinaindra Yuen mengatakan Imlek bukan sekadar perayaan tahun baru melainkan bagian dari tradisi masyarakat Tionghoa dalam menyambut musim semi. Dalam tradisi Tionghoa, setiap pergantian musim menjadi momentum berkumpul bersama keluarga untuk memanjatkan harapan dan doa-doa guna kehidupan lebih baik.
 
Misalnya, pada musim panas, masyarakat Tionghoa biasanya akan melakukan tradisi Cheng Beng yakni membersihkan makam serta berdoa akan keselamatan leluhur, dan dilanjutkan dengan doa untuk mengharap keselamatan. 
 
Begitupun pada musim gugur, akan digelar Festival Mooncake yang biasanya dirayakan dengan berkumpul bersama keluarga untuk menikmati kue bulan dan berbagai hidangan istimewa, serta menyalakan lentera dan menanam pohon musim gugur.
 
Adapun, saat memasuki musim dingin, biasanya dirayakan dengan mengadakan Festival Dongzhi. Di Indonesia, momentum ini dirayakan dengan memakan hidangan ronde yang biasanya disajikan dalam kuah manis. Masyarakat berkumpul untuk menikmati makanan ini sebagai simbol persatuan keluarga dan harapan akan keberuntungan.
 
Perayaan Imlek pun dilakukan dengan tradisi berbeda-beda. Untuk suku Hokkian misalnya, biasanya akan melakukan sembahyang tertentu untuk mengucap syukur pada hari ke-9 Imlek. Sementara untuk kalangan masyarakat China Peranakan biasanya akan menyajikan beragam hasil pertanian dan makanan tradisional di atas meja setinggi 2-3 meter.
 
"Kalau Imlek ini untuk merayakan musim semi, jadi yang dilakukan adalah seperti lebaran, keluarga berkumpul dan yang sedang merantau pulang atau balik ke kampung halamannya. Ketika masuk musim semi, otomatis udara jadi lebih hangat dan tanaman-tanaman mulai bertumbuh lagi, sehingga dijadiin momen keluarga untuk berkumpul," katanya kepada Hypeabis.id.
 

V

Ilustrasi sebuah keluarga merayakan Imlek. (Sumber gambar: Angela Roma/Pexels)

Dalam perayaan Imlek, ada satu tradisi yang dinilai sangat sakral untuk dilakukan yakni Chuxi, yang secara harfiah berarti “Malam Pergantian Tahun". Chuxi menjadi momen berkumpul bersama keluarga untuk menyambut pergantian tahun dalam suasana penuh kehangatan dan kebahagiaan.
 
Tradisi ini umumnya dimulai dengan ritual membersihkan dan menghias rumah, menikmati jamuan hidangan khas Imlek yang penuh makna simbolis hingga berdoa kepada leluhur sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga yang telah tiada dan membakar kertas doa atau memberikan persembahan sebagai tanda syukur dan permohonan keberuntungan.
 
Pria yang akrab disapa Shabda itu menuturkan saat ini banyak orang Tionghoa terutama kalangan muda yang enggan untuk melaksanakan tradisi Chuzi. Ada sejumlah faktor, salah satunya yang utama ialah kurangnya edukasi dari para orang tua mereka terkait pentingnya menjalankan tradisi tersebut. Kurangnya edukasi membuat banyak orang merasa terbebani untuk melakukannya.
 
Di sisi lain, hal itu juga bisa terjadi lantaran sosok yang dituakan dan dihormati di keluarga telah berpulang, sehingga biasanya tidak ada dorongan untuk berkumpul pada malam sebelum Imlek. Faktor lainnya termasuk modernisasi dan perkembangan teknologi yang membuat sebagian kalangan lebih mengandalkan komunikasi secara daring.

Baca juga: 20 Ucapan Selamat Imlek dalam Bahasa Mandarin & Artinya
 
"Mereka menurunkan tradisi, kamu harus lakuin ini. Entar anaknya ngomong dan tanya, kenapa kita mesti gini? Mamanya bakal bilang, ya udah lakuin aja ini dari dulu udah seperti ini, udah. Lu lakuin aja, jangan banyak ngomong. Akhirnya, ya sekarang jadi seperti sebuah beban gitu loh," katanya.
 
Menurut Shabda, keengganan untuk melaksanakan tradisi ini akhirnya menciptakan budaya baru dalam perayaan Imlek, seperti makan pada malam sebelum Imlek di restoran. Atau, budaya lainnya ialah makan hidangan Yu Seng, yang sebenarnya merupakan tradisi dari komunitas Tionghoa di Singapura dan Malaysia.
 
Padahal, Chuzi penting dilakukan di rumah. Dengan begitu, seluruh anggota keluarga akan berkumpul dan menghabiskan waktu bersama, seperti masak-masak, makan, hingga doa bersama, yang bisa mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan.
 
"Jadi, ketika makannya ke tempat restoran lah atau ke hotel, akhirnya ya hanya jadi sekedar selebrasi biasa aja, tapi kehangatannya menurut saya sih kurang terasa," kata pria keturunan Tionghoa-Maluku itu.
 

Ilustrasi sebuah keluarga merayakan Imlek. (Sumber gambar: Rdne/Pexels)

Ilustrasi sebuah keluarga merayakan Imlek. (Sumber gambar: Rdne/Pexels)

Shabda juga berpendapat bahwa banyak anak muda Tionghoa kini kurang aktif untuk mempelajari budaya mereka secara mandiri. Lantaran kurangnya penguasaan bahasa China, akhirnya mereka tidak mengerti akar sejarah dan esensi dari setiap budaya dan tradisi yang semestinya tetap dilestarikan secara berkelanjutan. 
 
Di tengah kondisi tersebut, dia pun membentuk Machu Compassion and Cultural Center Indonesia, sebuah komunitas anak muda yang berminat untuk mempelajari budaya Tionghoa. Tujuan utamanya ialah sebagai wadah edukasi terkait histori budaya dan tradisi Tionghoa.
 
Hal itu dilakukan dengan berbagai kegiatan, mulai dari diskusi dengan para pakar budaya Tionghoa, melakukan tur sejarah ke klenteng-klenteng, hingga rutin mengedukasi publik lewat konten-konten seputar budaya Tionghoa yang diunggah di media sosial.
 
"Jadi karena tradisi budaya Tionghoa sekarang itu ibaratnya udah banyak yang enggak mau lakuin karena merasa ribet, merasa repot, karena mereka enggak paham. Makanya aku bentuk komunitas ini," ujarnya.


Keunikan Imlek di Indonesia 

Sementara itu, Dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga Shinta Devi Ika Santhi Rahayu mengatakan perayaan Imlek berasal dari tradisi menyambut musim semi di Tiongkok. Imlek juga sudah jauh ada sebelum hadirnya agama tertentu. 
 
“Tradisi ini muncul karena masyarakat Tiongkok mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Kemudian mereka menyambut musim semi sebagai awal kehidupan baru,” jelasnya. 
 
Menurutnya, salah satu keunikan perayaan Imlek di Indonesia ialah dari segi inklusivitasnya. Dengan kata lain, tradisi ini tidak hanya milik masyarakat Tionghoa, tapi juga disambut oleh publik lintas etnis dan agama.
 
“Misalnya tradisi bagi-bagi angpau kini juga kita temukan dalam perayaan Idulfitri. Makanan khas Imlek seperti mie panjang umur dan kue keranjang juga sudah kita kenal, dan menjadi bagian dari tradisi kita bersama,” tutur Shinta. 
 
Selain itu, banyak simbol Imlek kini juga yang diadopsi oleh masyarakat luas. Misalnya barongsai yang kini banyak dimainkan berbagai etnis, hingga pernak-pernik Imlek yang dijual oleh orang dari berbagai latar belakang etnis dan agama. “Ini memperlihatkan keterbukaan masyarakat Indonesia terhadap budaya Tionghoa,” ucapnya.
 
Menurutnya, Imlek di Indonesia tidak hanya sebuah momentum perayaan budaya tertentu, melainkan sebagai simbol keragaman dan harmoni yang harus dipertahankan di tengah maraknya globalisasi. 
 
“Dengan memahami secara baik filosofi di balik tradisi ini. Harapannya masyarakat bisa menjadikannya sebagai inspirasi memperkuat nilai kebersamaan dan persatuan, “ tutup Shinta. 
 

Ilustrasi sebuah keluarga merayakan Imlek. (Sumber gambar: Rdne/Pexels)

Imlek adalah momentum untuk mengucap syukur dan memanjatkan harapan akan kehidupan yang lebih baik. (Sumber gambar: Rdne/Pexels)

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Wilianto Tanta mengatakan nilai inti dari perayaan Imlek adalah silaturahmi. Diawali dengan berkumpul bersama keluarga besar dan berdoa di klenteng atau vihara pada malam sebelum Imlek, lalu bersilaturahmi dengan kerabat, teman, dan masyarakat umum serta saling memaafkan.
 
"Imlek kali ini masuk ke tahun ular kayu. Kami melihat kondisinya ini kita harus lebih hati-hati di tahun ular. Yang mana kita tahu bahwa ular itu kan licik, jadi perlu hati-hati, baik kelakuan dan tutur kata, kita perlu hati-hati. Jangan sampai orang tersinggung, jangan sampai orang marah," katanya.
 
Menurutnya, di tengah perkembangan zaman dan teknologi, nilai inti silaturahmi pada perayaan Imlek tidak serta merta luntur. Sebaliknya, teknologi digunakan sebagai media untuk tetap bisa bersilaturahmi meskipun dalam waktu dan tempat yang berbeda. 
 
"Kalau tidak bisa ketemu, jumpa, kita bisa saling silaturahmi lewat teknologi. Tidak harus ketemu, jumpa, berjabat tangan. Tetap saling menyapa dan tidak kehilangan maknanya," katanya.

Baca juga: Jangan Salah Kostum, Ini Pilihan Warna Baju yang Dianjurkan dan Dihindari ketika Imlek
 
Sebagai Ketua Umum PSMTI, dia pun berharap di Indonesia agar ada perayaan Imlek berskala nasional, seperti yang telah terjadi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Untuk tahun ini, perayaannya hanya bersifat regional yang masing-masing dilaksanakan dengan para ketua marga Tionghoa di berbagai wilayah di Indonesia.
 
Menurutnya, acara ini penting untuk dilakukan guna menjadi momentum silaturahmi seluruh masyarakat Tionghoa di Indonesia, serta memperkuat persaudaraan lintas etnis dan agama.
 
"Kami inginnya kalau pemerintah mengizinkan, ada acara perayaan Imlek nasional yang isinya gabungan semua komunitas dan organisasi Tionghoa di Indonesia. Dihadiri seluruh masyarakat Tionghoa ataupun umum, dan presiden juga datang. Kalau tahun ini belum ada kepastian. Kami dari PSMTI sudah pernah menyurati presiden, mudah-mudahan segera ada kepastian dari Bapak Presiden Prabowo," katanya. 

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Selena Gomez Hapus Video Nangis di Instagram Terkait Deportasi Imigran AS

BERIKUTNYA

Daftar Makhluk Mitologi terkait Perayaan Imlek & Tradisi Tionghoa

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: