Festival Seabad Pramoedya Ananta Toer Siap Dihelat di Blora, Jawa Tengah
21 January 2025 |
21:22 WIB
2025 bakal menjadi tahun yang meriah untuk kegiatan sastra Indonesia. Pasalnya, tahun ini akan ada senarai kegiatan dalam menyambut kelahiran sastrawan-sastrawan Indonesia berpengaruh sepanjang masa, salah satunya Pramoedya Ananta Toer.
Penulis Tetralogi Pulau Buru, itu tahun ini akan memperingati ulang tahunnya yang ke-100. Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 6 Februari 1949, dan meninggal pada 30 April 2006. Pram dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Sejak dua roman pertamanya, Perburuan (1950) dan Keluarga Gerilya (1950), diterbitkan, namanya memang langsung moncer di gelanggang sastra Indonesia. Pada tahun yang sama, dia diangkat sebagai redaktur sastra Indonesia modern, Balai Pustaka.
Selama hidupnya, Pram telah menulis lebih dari 50 buku, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Salah satu magnum opusnya adalah Tetralogi Pulau Buru, dan Arok Dedes, di mana sang penulis mengetengahkan isu sejarah sebagai benang merah cerita.
Baca juga: Pameran Arsip Wajah Tak Bernama, Perayaan Karya 100 Tahun Sastrawan Sitor Situmorang
Memperingati seabad kelahirannya, Pramoedya Ananta Toer Foundation, bekerja sama dengan Komunitas Beranda Rakyat Garuda, akan menyelenggarakan festival #SeAbadPram di Blora, tempat kelahiran penulis, Bukan Pasar Malam (1951) itu selama setahun penuh, dengan berbagai acara.
Sebagai kick off, festival ini akan berlangsung pada 6–8 Februari 2025, dengan sejumlah mata acara, mulai dari pemancangan nama jalan Pramoedya Ananta Toer, hingga konser Anak Semua Bangsa. Total, akan ada 4 tempat di Blora, yang akan dijadikan lokasi festival tersebut.
Koordinator kegiatan kick off Seabad Pram, Dalhar Muhammadun, mengatakan 4 lokasi tersebut adalah, Perempatan Beran, Pendopo Kabupaten Blora, Blora Creative Space, dan SMPN 5, tempat sekolah Pram. Di tempat-tempat tersebut akan diadakan sejumlah kegiatan, mulai pemasangan nama jalan, hingga pembacaan surat-surat Pram.
"Nanti akan ada dramatic reading, yang dibawakan Ira Paseban dan kawan-kawan SMP 5 Blora. Itu adalah sekolah Pram waktu kecil, kepala sekolahnya adalah ayahnya sendiri, Mastoer Imam Badjoeri," kata Dalhar Muhammadun di PDS HB Jassin, Jakarta, Selasa, (21/1/25) sore.
Selaras, Astuti Ananta Toer, putri dari Pram, menyatakan pemilihan Kota Blora sebagai kick off dilakukan agar publik mengetahui asal-usul Pram. Walakin, setelah Kota Mustika, kegiatan ini juga akan dihelat di berbagai daerah lain secara simultan, sebagai sebuah gerakan budaya dan sastra.
Astuti mengungkapkan, peringatan seabad ayahnya ini sekaligus juga merayakan Pram dari berbagai sisi kehidupan dan kiprah. Sebab, selain dikenal sebagai sastrawan, Pram juga seorang pengarsip, sejarawan, pemikir, jurnalis, pejuang bangsa, yang memiliki sumbangsih bagi kebudayaan Indonesia.
"Pram kala itu semat bercita-cita rumahnya di Blora dijadikan rumah sastra. Waktu Pram masih hidup dia ingin membangun rumah itu menjadi 5 lantai agar jadi tempat berkumpulnya pekerja sastra di Blora, tapi belum tercapai. Meskipun tidak berhasil, saya kira ini jadi momen yang tepat," katanya.
Sejarawan Hilmar Farid mengatakan, Pramoedya adalah sosok penting yang patut dikenang dan ditimba pemikiran serta semangatnya bagi generasi muda. Lewat karya dan kiprahnya, dia berharap publik juga bisa banyak menimba banyak semangat dan keberanian Pram untuk menjadikan Indonesia jadi lebih baik.
Menurut Hilmar, lewat karya-karyanya publik akan lebih bisa melihat dan mengerti tentang Indonesia. Kendati lintasan waktu yang digarap oleh Pram berbeda dari kondisi sekarang, di situlah tantangan generasi muda untuk mencari konteks dan relevansi yang bisa dipetik dari gagasan dan pemikiran Pram.
"100 tahun itu bukan waktu yang sedikit. Kita tahun lalu memperingati 100 tahun Sitor Situmorang, dan A.A Navis. Lalu sekarang ada Pram, ini akan menjadi sesuatu yang besar untuk mengenang orang-orang pada zamannya," katanya.
Baca juga: Gempuran AI di Dunia Penulisan Kreatif, Ancaman atau Berkah?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Penulis Tetralogi Pulau Buru, itu tahun ini akan memperingati ulang tahunnya yang ke-100. Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 6 Februari 1949, dan meninggal pada 30 April 2006. Pram dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Sejak dua roman pertamanya, Perburuan (1950) dan Keluarga Gerilya (1950), diterbitkan, namanya memang langsung moncer di gelanggang sastra Indonesia. Pada tahun yang sama, dia diangkat sebagai redaktur sastra Indonesia modern, Balai Pustaka.
Selama hidupnya, Pram telah menulis lebih dari 50 buku, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Salah satu magnum opusnya adalah Tetralogi Pulau Buru, dan Arok Dedes, di mana sang penulis mengetengahkan isu sejarah sebagai benang merah cerita.
Baca juga: Pameran Arsip Wajah Tak Bernama, Perayaan Karya 100 Tahun Sastrawan Sitor Situmorang
Memperingati seabad kelahirannya, Pramoedya Ananta Toer Foundation, bekerja sama dengan Komunitas Beranda Rakyat Garuda, akan menyelenggarakan festival #SeAbadPram di Blora, tempat kelahiran penulis, Bukan Pasar Malam (1951) itu selama setahun penuh, dengan berbagai acara.
Sebagai kick off, festival ini akan berlangsung pada 6–8 Februari 2025, dengan sejumlah mata acara, mulai dari pemancangan nama jalan Pramoedya Ananta Toer, hingga konser Anak Semua Bangsa. Total, akan ada 4 tempat di Blora, yang akan dijadikan lokasi festival tersebut.
Koordinator kegiatan kick off Seabad Pram, Dalhar Muhammadun, mengatakan 4 lokasi tersebut adalah, Perempatan Beran, Pendopo Kabupaten Blora, Blora Creative Space, dan SMPN 5, tempat sekolah Pram. Di tempat-tempat tersebut akan diadakan sejumlah kegiatan, mulai pemasangan nama jalan, hingga pembacaan surat-surat Pram.
"Nanti akan ada dramatic reading, yang dibawakan Ira Paseban dan kawan-kawan SMP 5 Blora. Itu adalah sekolah Pram waktu kecil, kepala sekolahnya adalah ayahnya sendiri, Mastoer Imam Badjoeri," kata Dalhar Muhammadun di PDS HB Jassin, Jakarta, Selasa, (21/1/25) sore.
Dari kiri: Pegiat sastra Berto Tukan, Gilang Ramadhan, Bupati Blora Arief Rohman, Happy Salma, Astuti Ananta Toer, Dolorosa Sinaga, dan Hilmar Farid saat konferensi pers Seabad Pram, di PDS HB Jassin, Jakarta, Senin (21/1/15) sore. (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Astuti mengungkapkan, peringatan seabad ayahnya ini sekaligus juga merayakan Pram dari berbagai sisi kehidupan dan kiprah. Sebab, selain dikenal sebagai sastrawan, Pram juga seorang pengarsip, sejarawan, pemikir, jurnalis, pejuang bangsa, yang memiliki sumbangsih bagi kebudayaan Indonesia.
"Pram kala itu semat bercita-cita rumahnya di Blora dijadikan rumah sastra. Waktu Pram masih hidup dia ingin membangun rumah itu menjadi 5 lantai agar jadi tempat berkumpulnya pekerja sastra di Blora, tapi belum tercapai. Meskipun tidak berhasil, saya kira ini jadi momen yang tepat," katanya.
Sejarawan Hilmar Farid mengatakan, Pramoedya adalah sosok penting yang patut dikenang dan ditimba pemikiran serta semangatnya bagi generasi muda. Lewat karya dan kiprahnya, dia berharap publik juga bisa banyak menimba banyak semangat dan keberanian Pram untuk menjadikan Indonesia jadi lebih baik.
Menurut Hilmar, lewat karya-karyanya publik akan lebih bisa melihat dan mengerti tentang Indonesia. Kendati lintasan waktu yang digarap oleh Pram berbeda dari kondisi sekarang, di situlah tantangan generasi muda untuk mencari konteks dan relevansi yang bisa dipetik dari gagasan dan pemikiran Pram.
"100 tahun itu bukan waktu yang sedikit. Kita tahun lalu memperingati 100 tahun Sitor Situmorang, dan A.A Navis. Lalu sekarang ada Pram, ini akan menjadi sesuatu yang besar untuk mengenang orang-orang pada zamannya," katanya.
Baca juga: Gempuran AI di Dunia Penulisan Kreatif, Ancaman atau Berkah?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.