Mengenal Pemikiran & Karya-Karya Monumental Arsitek Han Awal
17 January 2025 |
14:30 WIB
Indonesia pada era 1950-an hingga 1970-an memiliki para ahli dan keahlian di bidang arsitektur yang berasal dari lulusan Eropa. Dengan gelar Diplom-Ingenieur (Dipl.-Ing.) di bidang arsitektur, sejumlah arsitek kembali ke Tanah Air dan berkarya dalam arsitektur Indonesia modern.
Dari sekian arsitek, ada nama Han Awal yang konsisten pada konservasi bangunan peninggalan bersejarah. Dia merupakan arsitek di balik bangunan-bangunan ikonik yang dirancang era 1960-an seperti Universitas Katolik Atma Jaya di Semanggi, juga gedung SMU Pangudi Luhur di Kebayoran Baru.
Tak ketinggalan, kontribusinya dalam pembangunan Gedung Conference of New Emerging Forces (Conefo) pada 1964-1972 bersama arsitek Soejoedi. Gedung yang terletak di Senayan itu kemudian dikenal sebagai Gedung DPR/MPR sampai saat ini.
Baca juga: Eksklusif Yori Antar: Menjaga & Melestarikan Rumah Adat Demi Keberlangsungan Arsitektur Nusantara
Dari sekian arsitek, ada nama Han Awal yang konsisten pada konservasi bangunan peninggalan bersejarah. Dia merupakan arsitek di balik bangunan-bangunan ikonik yang dirancang era 1960-an seperti Universitas Katolik Atma Jaya di Semanggi, juga gedung SMU Pangudi Luhur di Kebayoran Baru.
Tak ketinggalan, kontribusinya dalam pembangunan Gedung Conference of New Emerging Forces (Conefo) pada 1964-1972 bersama arsitek Soejoedi. Gedung yang terletak di Senayan itu kemudian dikenal sebagai Gedung DPR/MPR sampai saat ini.
Baca juga: Eksklusif Yori Antar: Menjaga & Melestarikan Rumah Adat Demi Keberlangsungan Arsitektur Nusantara
Penggiat arsitektur Nusantara sekaligus anak dari Han Awal, Yori Antar, mengatakan dalam mendesain karya arsitekturalnya, sang ayah kerap mengadopsi konsep modern tropis. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang pendidikan sang arsitek yang berkuliah di Technische Universitat, Berlin, Jerman, yang mendapat pengaruh konsep desain Bauhaus.
Didirikan oleh Walter Gropius yang dianggap sebagai salah satu pionir arsitektur modern pada 1919, Bauhaus merupakan sebuah gaya arsitektur yang mengenalkan konsep 'form follows function', yaitu bentuk bangunan mengikuti fungsi yang ada pada bangunan tersebut.
Konsep ini misalnya tampak pada bangunan kampus Universitas Katolik Atma Jaya di Semanggi, yang salah satunya ditandai dengan fasilitas lobby yang besar. Seiring waktu, bangunan itu pun mengalami pengembangan dengan pendekatan desain arsitektur postmodern.
"Ayah saya selalu menghindari atau tidak mencari monumental dalam bangunan-bangunannya, tapi bagaimana bisa berfungsi dengan baik dan sebaiknya. Ini merupakan prinsip-prinsip arsitektur modern," katanya dalam seminar online bertajuk Karya & Pemikiran Arsitek Konservasi Han Awal, Kamis (16/1/2025).
Kurator Karya Arsitektur Adelia Andani mengatakan gedung kampus Universitas Katolik Atma Jaya merupakan proyek besar pertama yang dikerjakan oleh Han Awal pada 1962. Sang arsitek ditugaskan untuk merancang satu kawasan dengan beberapa gedung plus kelas-kelas, termasuk bangunan auditorium atau hall besar.
Adelia memaparkan rancangan Han Awal untuk gedung kampus tersebut dibuat dengan menaruh kepekaan terhadap iklim. Di samping gayanya yang sangat modernis dengan garis-garis tegas horizontal, bentuknya yang geometris repetitif modular, tapi juga terdapat kepekaan terhadap iklim misalnya ditandai dengan hadirnya selasar yang mengelilingi setiap lantai sehingga dinding ruang dalamnya selalu terkena bayangan.
"Atau formasi bangunan yang tidak berjajar lurus tapi sedikit selang-seling sehingga di antara bangunan itu selalu ada ruang-ruang yang terbayangi. Dan bangunan-bangunan ini dihubungkan oleh sebuah selasar yang lebar dan berkanopi serta lantainya terbuka sehingga seamless perjalanan di lantai dasar [bangunan] itu sehingga ruangnya sangat terbuka," paparnya.
Namun, tidak semua rancangan Han Awal terealisasi untuk gedung kampus tersebut, salah satunya ruang auditorium. Meskipun, pada akhirnya terjalin kerja sama yang panjang antara pihak kampus dengan PT Han Awal & Partners Architect, biro desain yang dibuat oleh Han Awal, yang kini diteruskan oleh Yori Antar.
"Jadi kita bisa lihat betapa profesionalnya atau betapa memuaskannya kerja Pak Han atau Han Awal & Partners di mata klien, sehingga dari tahun 60-an sampai sekarang terjalin kerja sama yang baik," ucapnya.
Baca juga: Eksklusif Rachmat Fauzan: Mengupayakan Iklim Jasa Arsitektur & Interior yang Lebih Baik
Baca juga: Eksklusif Rachmat Fauzan: Mengupayakan Iklim Jasa Arsitektur & Interior yang Lebih Baik
Proyek lain yang juga dirancang oleh Han Awal ialah peremajaan Kota Inti di sekitar Kali Besar tahun 1963. Namun, proyek sayembara ini akhirnya tidak terealisasi. Meski demikian, pemikiran Han Awal terhadap proyek ini tetap menjadi kontribusi bagi dunia arsitektur lantaran mengusung konsep kawasan superblock yang sangat modern.
"Dengan bangunan yang ada towernya, kemudian bangunan-bangunannya dihubungkan dengan selasar-selasar besar. Tapi kompleksinya juga tampak ramah bagi pejalan kaki karena mobil tidak masuk ke setiap kavling, tapi ada kantong-kantong [parkirnya], serta jalur pedestriannya besar-besar dan semuanya terhubung dengan kanopi. Jadi pemikirannya metropolis tapi juga modern," katanya.
Karya arsitektur lainnya yang monumental termasuk merenovasi kawasan Rumah Sakit St. Carolus tahun 1987. Dalam proyek ini, Han Awal mengangkat gagasan untuk membuat blok-blok bangunan yang repetitif di kawasan rumah sakit yang telah dibangun sejak era kolonial Belanda itu.
"Jadi sebelum memulai era konservasinya, Pak Han adalah seorang arsitek yang sangat fungsionalis dan modernis," katanya.
Selain gedung-gedung kampus dan rumah sakit, Han Awal juga merancang banyak proyek bangunan gereja sejak tahun 60-an hingga 90-an, di antaranya Gereja Bunda Hati Kudus Kemakmuran, Kapel Pasar Minggu, dan Gereja Santo Yoseph Matraman.
Hal ini tidak terlepas dari latar belakang dirinya yang mengenyam pendidikan arsitektur di Eropa dengan biaya dari Keuskupan Malang.
Hal ini tidak terlepas dari latar belakang dirinya yang mengenyam pendidikan arsitektur di Eropa dengan biaya dari Keuskupan Malang.
Menekuni Konservasi
Tak hanya mendesain bangunan baru, Han Awal juga dikenal sebagai arsitek konservatoris yang menggeluti pemugaran bangunan-bangunan tua. Proyek konservasi pertamanya yakni pemugaran Gereja Katedral Jakarta pada 1988, yang kala itu mengalami kerusakan berat di berbagai bagiannya.
Yori mengatakan proses konservasi Katedral yang dikerjakan sang ayah terbilang berat, termasuk harus merestorasi beberapa lukisan tua yang ada di dalam gereja tersebut. Adapun, salah satu pengaplikasian unsur modern untuk bangunan itu ialah penggunaan lampu-lampu gantung yang dirancang sendiri, dengan desain terinspirasi dari bentuk menara-menara di Katedral.
"Gereja Katedral ini mengawali ayah saya menjadi seorang konservator. Karena dari Gereja Katedral ini kemudian mendapat kepercayaan untuk Gedung Arsip Nasional," ucap Yori.
Karya monumental Han lainnya di bidang konservasi adalah Gedung Arsip Nasional yang berlokasi di Jalan Gajah Mada 111, Jakarta pada 1995. Bersama arsitek Belanda, Cor Passchier dan Budi Lim, arsitek lulusan Inggris, dia terlibat pemugaran besar-besaran atas gedung yang dibangun pejabat VOC, Renier de Klerk, akhir abad ke-18 itu.
Yori bercerita keterlibatan Cor Passchier dalam proyek tersebut berperan sebagai 'pembuka jalan' bagi Han untuk mengakses arsip dokumen-dokumen arsitektural Hindia Belanda. Arsip-arsip itu digunakan sebagai panduan bagi Han dalam mengonservasi Gedung Arsip Nasional.
"Salah satu terobosannya adalah membuat jalan tidak lagi dari aspal, tapi dengan split. Karena zaman dulu kalau orang naik kuda pasti jadi tau ada bunyi batuan kerikil, oh tau ada tamu datang. Split ini juga jadi faktor resapan. Jadi restorasi ini dibuat bukan untuk jadi bangunan baru, tapi harus terlihat tangan manusianya dan tidak boleh terlalu mulus," jelas dia.
Berkat proyek konservasi Gedung Arsip Nasional, Han Awal mendapat penghargaan International Award of Excellence UNESCO Asia Pacific Heritage pada 2001.
Adelia menuturkan pada 2002, Han Awal dan beberapa rekan arsiteknya membuat sebuah institusi yang tugasnya untuk mencatat, merekam, mengukur, menggambar dan meneliti bangunan-bangunan peninggalan yang bisa mendukung ketika konsultan dan kontraktor hendak merenovasi sebuah bangunan. Institusi ini pun masih beroperasi hingga kini dengan nama Pusat Dokumentasi Arsitektur.
Menurut Han, institusi ini sangat penting untuk dibuat guna menyelamatkan banyak bangunan bersejarah di Indonesia. "Itulah saya rasa hebatnya Pak Han ya, di usia yang kala itu sudah 60-an, beliau masih bisa switch karier arsiteknya ke bidang konservasi," ucap Adelia.
Kini, biro desain PT Han Awal & Partners Architect dilanjutkan oleh Yori Antar. Yori dikenal sebagai sosok yang secara konsisten terjun di ranah arsitektur Nusantara. Dia bersama 16 tim ahli di Han Awal & Partners Architects terus berusaha menggali potensi akar budaya arsitektur Nusantara yang luhur, agar tetap lestari di kemudian hari.
Baca juga: Hypereport: Tren Arsitektur & Desain Interior 2025, Gaya Personal Tiap Generasi Jadi Kunci
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Baca juga: Hypereport: Tren Arsitektur & Desain Interior 2025, Gaya Personal Tiap Generasi Jadi Kunci
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.