Eksklusif Rachmat Fauzan: Mengupayakan Iklim Jasa Arsitektur & Interior yang Lebih Baik
05 January 2025 |
20:17 WIB
Beberapa bulan lalu, publik dihebohkan dengan kehadiran sebuah instalasi rumah mewah di dalam salah satu mal di Jakarta. Instalasi rumah seluas 400 meter yang diberi nama The House Within itu digagas oleh influencer sekaligus pengusaha Arief Muhammad.
Menariknya, Lifetime Design memfokuskan diri untuk merancang baik bangunan arsitektur maupun desain interior dengan gaya modern klasik yang unik dan elegan. Karya-karyanya identik dengan visual desain yang mewah, elegan, tapi tetap kekinian. Meskipun, mereka juga tak menutup diri untuk mengerjakan proyek dengan berbagai desain sesuai dengan kebutuhan klien.
Kami perlakukan setiap proyek itu dengan unik ya, jadi kami betul-betul mendesain secara ikonik untuk setiap proyek yang kami bangun. Jadi kalau ditanya yang paling berkesan, setiap proyek yang kami bangun punya ceritanya sendiri-sendiri. Mau proyek besar, sedang, atau kecil, semuanya punya kompleksitas masing-masing.
Baca juga: Eksklusif Andra Matin: Menggabungkan Kesadaran Lingkungan dan Budaya Lokal dalam Desain Inovatif
Sebenarnya awalnya karena iri dengan brand-brand seperti fesyen dan parfum di mana mereka bisa rutin mengeluarkan campaign tertentu. Padahal kan kami ini juga bisnis kreatif. Arsitektur dan interior ini enggak pernah ditengok sebenarnya, dan belum pernah ada perusahaan arsitek dan interior yang melakukan campaign dengan cara Milenial.
Karena kami berawal dari menjual furnitur yang diekspor ke Eropa, dan Eropa itu kan kebanyakan arsitektur modern klasik. Itulah kenapa DNA-nya nyantol sampai sekarang. Sebenarnya kami tidak menutup diri untuk mengerjakan proyek dengan gaya desain yang lain. Tapi karena portfolio kami kebanyakan modern klasik, akhirnya permintaan yang datang klasik lagi.
Menurut saya setiap gaya desain pasti ada peminatnya. Klasik itu kan fleksibel ya, bisa agak ke modern atau klasik kontemporer. Jadi sebenarnya kita tetap ngikutin tren, tapi garisannya tetap klasik.
Biasanya yang pakai jasa Lifetime Design itu mereka yang mau membangun rumah kedua, bukan rumah pertama. Jadi misalnya dia sudah punya rumah, terus dia sudah cukup mapan ya, terus dia mau pindah ke yang lebih dari sekedar rumah, nah itu cocok ke Lifetime Design. Karena rumah pertama itu kan biasanya masih trial and error.
Baca juga: Eksklusif Yori Antar: Menjaga & Melestarikan Rumah Adat Demi Keberlangsungan Arsitektur Nusantara
Biasanya klien nanti akan ketemu dan ngobrol dengan tim arsitek atau desain dari kami. Mereka briefing kebutuhan ruangnya seperti apa, nanti kami rumuskan dahulu. Rumuskan, ditarik cerita dulu. Dari cerita, nanti akan masuk ke konsep dulu.
Baca juga: Hypeprofil Arsitek Riri Yakub: Eksplorasi Karya Kontekstual dengan Solusi Kontemporer
Instalasi itu dibangun untuk menjawab tantangan dari para pengikut (followers) Arief di media sosial, yang menantang dirinya untuk membangun rumah di dalam mal hanya dalam waktu 5 hari. Hasilnya, terciptalah instalasi rumah bergaya klasik kontemporer lengkap dengan garasi, dapur, teras, kamar tidur, hingga kamar mandi.
Rumah yang proses pembangunannya melibatkan sebanyak 580 orang itu pun berhasil mencuri perhatian publik. Masyarakat, influencer, artis, hingga Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka hadir untuk mengunjungi instalasi rumah tersebut, merasakan sensasi rumah mewah dengan material, furnitur dan perabotan berkualitas premium.
Baca juga: Eksklusif Arsitek Jacob Gatot Surarjo: Menghidupkan Bangunan, Komunitas & Kreativitas
Baca juga: Eksklusif Arsitek Jacob Gatot Surarjo: Menghidupkan Bangunan, Komunitas & Kreativitas
Instalasi The House Within merupakan proyek arsitektur buatan Lifetime Design, perusahaan desain one stop solution untuk berbagai kebutuhan hunian dan bangunan lainnya. Selama 15 tahun berdiri, Lifetime Design telah mengerjakan sebanyak 1.500 proyek yang tersebar di lebih dari 10 kota di Indonesia.
Proyek-proyek yang dikerjakannya beragam meliputi bangunan arsitektur maupun desain interior, mulai dari hunian pribadi, kantor, hospitality, perumahan hingga bangunan komersial. Sejumlah pesohor pun telah menggunakan jasa Lifetime Design, seperti Titi Kamal, Tasya Farasya, Irish Bella, Citra Kirana, hingga Sahila Hisyam.
Menariknya, Lifetime Design memfokuskan diri untuk merancang baik bangunan arsitektur maupun desain interior dengan gaya modern klasik yang unik dan elegan. Karya-karyanya identik dengan visual desain yang mewah, elegan, tapi tetap kekinian. Meskipun, mereka juga tak menutup diri untuk mengerjakan proyek dengan berbagai desain sesuai dengan kebutuhan klien.
Saat ini, Lifetime Design menaungi beberapa entitas bisnis yang meliputi bidang jasa arsitektur, desain interior, dan furnitur. Terbaru, hadir juga Hoire, unit bisnis yang khusus melayani berbagai kebutuhan bangunan komersial seperti ritel, kantor, restoran, dan sebagainya.
Lifetime Design dirintis oleh Rachmat Fauzan yang kini menjabat sebagai CEO. Dia mengawali bisnisnya dengan mendirikan sebuah toko furnitur kecil di kawasan Jakarta Selatan tahun 2007. Resesi yang terjadi di Eropa kala itu membuat banyak produk furnitur dari Indonesia tidak bisa diekspor ke luar negeri.
Melihat kondisi itu, Fauzan memutuskan untuk memborong furnitur lalu menjualnya sebagai toko ritel. Bisnisnya pun berkembang. Berawal dari toko kecil di bilangan Ampera, lalu pindah ke Bintaro, hingga saat ini memiliki toko dengan ukuran yang lebih luas di bilangan Antasari.
Lantaran sering mendapat permintaan konsultasi desain interior, akhirnya pada 2015, Lifetime Design mulai merambah ke jasa layanan desain interior. Bermula dari furnitur, akhirnya pada 2017 mereka resmi membuka unit bisnis Lifetime Design Interior.
Tiga tahun berselang, menjadi titik ekspansi penting lagi bagi Lifetime Design dengan merambah ke layanan jasa desain arsitektur. Unit bisnis ini tercipta setelah mereka menemukan proyek interior dengan layout rumah yang dinilai kurang sesuai. Akhirnya, dengan persetujuan pemilik rumah, Lifetime Design merenovasi bangunan arsitektur sekaligus merancang interior hunian tersebut.
"Jadi kami ngerjain sekarang sudah kami bilang end-to-end service. Mulai dari tanah bangunan, proses membangun, furnishing, semua kita kerjakan secara internal," katanya dalam wawancara eksklusif dengan Hypeabis.id.
Kepada Hypeabis.id, Rachmat bercerita proses dirinya membangun bisnis Lifetime Design, alasannya berfokus pada desain modern klasik, hingga upayanya untuk menghadirkan layanan arsitektural yang berkualitas. Berikut petikan obrolan kami.
Dibandingkan dengan perusahaan serupa, apa kelebihan yang ditawarkan oleh Lifetime Design?
Uniknya kami itu di end-to-end service. Di bagian perencanaannya, kita punya layanan jasa arsitektur, interior, sampai lighting consultant. Sedangkan di bagian pelaksanaannya, kita punya seluruh pekerja atau yang biasa disebut 'tukang' itu semuanya in-house, jadi bukan tukang harian lepas.
Karena semuanya dari internal, kami itu punya training dan sertifikasi untuk pekerja atau tukang tadi. Sampai ada outing dan meeting untuk para tukang. Itulah kenapa kami bilang bahwa kami satu-satunya perusahaan arsitektur, interior, desain, dan bangunan terintegrasi, dengan seluruh prosesnya dalam kontrol ya cuma Lifetime Design. Kayanya belum menemukan kompetitor yang sama.
Selama ini, proyek arsitektur apa yang paling berkesan atau tersulit yang digarap oleh Lifetime Design?
Kami perlakukan setiap proyek itu dengan unik ya, jadi kami betul-betul mendesain secara ikonik untuk setiap proyek yang kami bangun. Jadi kalau ditanya yang paling berkesan, setiap proyek yang kami bangun punya ceritanya sendiri-sendiri. Mau proyek besar, sedang, atau kecil, semuanya punya kompleksitas masing-masing.
Kalau yang paling sulit ya yang proyek rumah dalam mal itu. Jadi kami memang bikin tantangan sendiri, dan ternyata berhasil ya cukup impactful dan rame ya. Dan di proyek itu 80 persen timnya dari internal kami. Sisanya vendor-vendor seperti lighting dan marmer.
Baca juga: Eksklusif Andra Matin: Menggabungkan Kesadaran Lingkungan dan Budaya Lokal dalam Desain Inovatif
CEO Lifetime Design Rachmat Fauzan saat ditemui Hypeabis.id di kantornya di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Himawan L. Nugraha.
Ide untuk membangun rumah dalam mal dan berkolaborasi dengan Arief Muhammad itu awalnya gimana sih?
Sebenarnya awalnya karena iri dengan brand-brand seperti fesyen dan parfum di mana mereka bisa rutin mengeluarkan campaign tertentu. Padahal kan kami ini juga bisnis kreatif. Arsitektur dan interior ini enggak pernah ditengok sebenarnya, dan belum pernah ada perusahaan arsitek dan interior yang melakukan campaign dengan cara Milenial.
Akhirnya dari situ kami coba bikin campaign. Tapi kalau cuma bikin pameran aja siapa yang mau lihat? Akhirnya kami munculkan lah campaign rumah dalam mal itu. Seolah-olah itu rumahnya Arief Muhammad, sehingga semua orang relate untuk bertamu. Kurang lebih begitu untuk ngeliat rumahnya.
Kalau kita ngomongin marketing, itu kan ada awareness, consideration, baru beli gitu kan. Memang kami targetkan di acara kemarin itu sebatas awareness dulu. Untuk campaign consideration-nya masih kami susun tahun ini.
Kenapa Lifetime Design membuat branding dengan fokus untuk menggarap proyek arsitektur bergaya modern klasik?
Karena kami berawal dari menjual furnitur yang diekspor ke Eropa, dan Eropa itu kan kebanyakan arsitektur modern klasik. Itulah kenapa DNA-nya nyantol sampai sekarang. Sebenarnya kami tidak menutup diri untuk mengerjakan proyek dengan gaya desain yang lain. Tapi karena portfolio kami kebanyakan modern klasik, akhirnya permintaan yang datang klasik lagi.
Apakah minat market di Indonesia memang cukup besar untuk arsitektur bergaya modern klasik?
Menurut saya setiap gaya desain pasti ada peminatnya. Klasik itu kan fleksibel ya, bisa agak ke modern atau klasik kontemporer. Jadi sebenarnya kita tetap ngikutin tren, tapi garisannya tetap klasik.
Sebenarnya siapa target pasar utama dari Lifetime Design?
Biasanya yang pakai jasa Lifetime Design itu mereka yang mau membangun rumah kedua, bukan rumah pertama. Jadi misalnya dia sudah punya rumah, terus dia sudah cukup mapan ya, terus dia mau pindah ke yang lebih dari sekedar rumah, nah itu cocok ke Lifetime Design. Karena rumah pertama itu kan biasanya masih trial and error.
Baca juga: Eksklusif Yori Antar: Menjaga & Melestarikan Rumah Adat Demi Keberlangsungan Arsitektur Nusantara
CEO Lifetime Design Rachmat Fauzan saat ditemui Hypeabis.id di kantornya di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Himawan L. Nugraha.
Untuk mendapatkan hasil proyek arsitektur yang berkualitas, bagaimana proses pendekatan dengan klien?
Biasanya klien nanti akan ketemu dan ngobrol dengan tim arsitek atau desain dari kami. Mereka briefing kebutuhan ruangnya seperti apa, nanti kami rumuskan dahulu. Rumuskan, ditarik cerita dulu. Dari cerita, nanti akan masuk ke konsep dulu.
Jadi memang prosesnya cukup panjang ya untuk sebuah rumah atau bangunan, kita juga enggak pengen kalau kliennya itu buru-buru. Karena ini kan rumah atau bangunan yang akan ditinggalin selamanya, jadi step by step-nya harus benar supaya nanti hasil akhirnya tetap baik.
Kami menjaga workflow itu, jangan yang penting jadi tapi yang penting nyaman. Kami tetap bekerja berdasarkan timeline, tapi mengakomodir seluruh kebutuhan mereka.
Kami menjaga workflow itu, jangan yang penting jadi tapi yang penting nyaman. Kami tetap bekerja berdasarkan timeline, tapi mengakomodir seluruh kebutuhan mereka.
Sejauh ini, lebih banyak menangani proyek arsitektur apa? Lalu apa hambatan yang dihadapi selama menjalani bisnis jasa desain arsitektur dan interior ini?
Kebanyakan klien kami rumah pribadi itu sebesar 80 persen, lalu 20 persennya itu B2B (business to business).
Bisnis ini tuh kompleksitasnya tinggi ya, karena terlalu banyak orang yang terlibat di dalamnya. Mulai dari desainer, tim mechanical electrical, arsitek, tim civil engineering, ada tim kayu, tim painter. Jadi di setiap area di sebuah bangunan itu ada divisinya masing-masing. Itu kerumitan yang kami hadapi setiap hari. Kami bilangnya sequence pekerjaan yang mesti ditata.
Itu mungkin hambatan dari sisi internal. Tapi kalau menjalani bisnis ini khususnya di Indonesia itu apakah ada tantangan yang dihadapi?
Di Indonesia ini masalahnya cuma satu, kita tidak punya tenaga ahli bagian bangunan. Yang punya tenaga ahli itu engineer atau teknik sipil. Anak teknik sipil lah kita sebutnya. Tapi pelaksananya tuh enggak ada sekolahnya.
Ada enggak sekolah pasang bata, tukang pasang kaca spesialis cat? Kan enggak ada, karena itu kita sebutnya tukang. Misalnya ada sekolah teknik elektro, tapi mereka emang mau masangin kabel? Mereka gambarin aja lebih ke bagaimana membuatnya, tapi pelaksananya tetap tukang.
Ada enggak sekolah pasang bata, tukang pasang kaca spesialis cat? Kan enggak ada, karena itu kita sebutnya tukang. Misalnya ada sekolah teknik elektro, tapi mereka emang mau masangin kabel? Mereka gambarin aja lebih ke bagaimana membuatnya, tapi pelaksananya tetap tukang.
Nah kalau di luar negeri itu ada namanya carpenter, engineer, mechanical electrical, dan painter. Mereka punya tenaga-tenaga ahli yang di sini enggak ada. Nah karena di luar negeri ada, di Indonesia enggak ada, di Lifetime Design, kita bikin. Itulah kenapa tukang-tukang di kami, bayarnya in source harian. Kenapa? Karena kita bikin sekolahnya. Sekolah untuk painter dan lain-lain, supaya mereka punya standar yang baik dan sama.
Kami kerja sama dengan vendor yang nantinya akan mengadakan workshop atau training untuk pekerja-pekerja kami. Jadi memang semua tukang itu dari internal kami, daftar dulu, masuk ke training center, baru masuk ke proyek.
Baca juga: Hypeprofil Arsitek Riri Yakub: Eksplorasi Karya Kontekstual dengan Solusi Kontemporer
CEO Lifetime Design Rachmat Fauzan saat ditemui Hypeabis.id di kantornya di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Himawan L. Nugraha.
Menurut Anda, bagaimana perkembangan dunia arsitektur dan desain interior di Indonesia?
Masih ketinggalan sih sebenarnya. Jadi masyarakat Indonesia masih percaya bahwa Pak Mandor bisa menyelesaikan semua, sehingga arsitek dan desainer interior itu dipandang sebelah mata. Bahasanya nambah-nambahin beban biaya. Orang biasanya baru pakai jasa arsitek atau desain interior kalau mau bikin sesuatu seperti kafe. Kalau mau bangun rumah ngapain pakai arsitek.
Padahal, kami ini sebagai konsultan, justru menjaga supaya biayanya tidak bengkak. Sesuai sama koridor yang benarnya. Itu sih yang masih kita terus bangun kesadaran publik. Makanya kami masih pengen menormalisasi penggunaan arsitek dan desain interior di Indonesia.
Kalau enggak pakai Lifetime Design pun enggak apa-apa, minimal orang tahu dulu pentingnya pakai arsitek. Baru nanti kita bicara soal selera mau pakai jasa yang mana.
Kalau enggak pakai Lifetime Design pun enggak apa-apa, minimal orang tahu dulu pentingnya pakai arsitek. Baru nanti kita bicara soal selera mau pakai jasa yang mana.
Persoalan itu sudah bergulir lama, menurut Anda kenapa hal itu masih ada sampai sekarang di Indonesia?
Di Indonesia itu kalau mau membuat bangunan ada aturan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Nah di PBG itu harus ada arsiteknya sebenarnya secara aturan. Tapi ya orang Indonesia kan pinter ngakalin sistem, akhirnya enggak begitu kenyataannya di lapangan.
Sama persoalannya terkait pengetahuan. Banyak orang enggak terpikir untuk pakai arsitek. Kalau mau bangun rumah ya nyarinya tukang. Nah itu yang mesti diubah logika berpikirnya. Kalau mau bangun rumah, harus cari arsitek dulu bukan tukang.
Sama persoalannya terkait pengetahuan. Banyak orang enggak terpikir untuk pakai arsitek. Kalau mau bangun rumah ya nyarinya tukang. Nah itu yang mesti diubah logika berpikirnya. Kalau mau bangun rumah, harus cari arsitek dulu bukan tukang.
Dalam mendesain, apakah Lifetime Design punya benchmark tertentu misalnya gaya desain dari luar negeri?
Kami mencoba untuk tetap relevan aja dengan apa saja yang menjadi tren di dunia. Kami ada tim research and development (R&D) yang melihat dan ngikutin tren-tren tersebut.
Kalau melihat kondisi ekonomi, sosial dan politik global saat ini yang kian menantang, seberapa besar peluang bisnis jasa arsitektur dan desain interior ini untuk tahun-tahun mendatang?
Mungkin kita melihat dari kondisi ekonomi di Indonesia saja lah ya, di mana pengeluaran untuk penggunaan jasa arsitektur dan interior itu masih kecil. Karena tantangan kami sebenarnya adalah menghadapi orang-orang yang enggak pakai jasa arsitek dan interior.
Jadi lebih ke berapa besar orang yang pakai arsitek sama berapa besar orang yang enggak pakai arsitek. Jadi kalau kita mau go wider tinggal sasar aja orang-orang yang enggak pakai arsitek untuk pakai jasa mereka. Jadi sebenarnya belum ada pengaruh.
Nah kita masih lihat orang yang pakai arsitek dengan yang tidak, itu masih banyakan jauh yang enggak pakai. Atau pakai tapi dalam tanda kutip asal gambar aja, yang penting ada. Sekarang kalau lihat fee desain dari yang beli dengan download aja sampai jutaan kan ada. Masih terlalu bias lah market arsitektur dan interior ini.
Nah kita masih lihat orang yang pakai arsitek dengan yang tidak, itu masih banyakan jauh yang enggak pakai. Atau pakai tapi dalam tanda kutip asal gambar aja, yang penting ada. Sekarang kalau lihat fee desain dari yang beli dengan download aja sampai jutaan kan ada. Masih terlalu bias lah market arsitektur dan interior ini.
Menurut Anda, seberapa penting keterlibatan arsitek dalam membangun rumah atau bangunan lainnya?
Ya minimal baik arsitek maupun desainer interior itu mengakomodir kebutuhan, agar pemanfaatan ruangnya maksimal. Jadi ya pakai sama enggak pakai arsitek itu beda jauh.
Udah gitu kalau ngebangun sendiri mungkin orang-orang merasanya seperti lebih efisien. Padahal banyak kebocoran dana tidak pernah dihitung. Sedangkan kalau pakai arsitek, kita bergerak pada bujet yang sudah ditentukan dari awal, enggak mungkin lebih atau kurang. Semua dihitung, terperinci.
Udah gitu kalau ngebangun sendiri mungkin orang-orang merasanya seperti lebih efisien. Padahal banyak kebocoran dana tidak pernah dihitung. Sedangkan kalau pakai arsitek, kita bergerak pada bujet yang sudah ditentukan dari awal, enggak mungkin lebih atau kurang. Semua dihitung, terperinci.
Ke depan, apa lagi yang ingin Anda kembangkan untuk Lifetime Design?
Ya kita lagi masuk ke beda market ya. Kalau Lifetime Design untuk rumah kedua, kita lagi develop brand untuk mengakomodir target market kalangan tengah dan bawah yang bujetnya lebih rendah, termasuk mau mengembangkan berbagai gaya desain. Karena Lifetime itu isi portofolionya desain klasik, sehingga menarik pelanggan yang minat dengan klasik.
Nah kami mau siapin brand yang portofolionya beda sehingga menarik klien dengan minat yang berbeda. Sama ya kita masih perbaikan. Masih perbaiki pabrik untuk manufakturnya, perbaiki kualitas, jadi keep improvement ya.
Nah kami mau siapin brand yang portofolionya beda sehingga menarik klien dengan minat yang berbeda. Sama ya kita masih perbaikan. Masih perbaiki pabrik untuk manufakturnya, perbaiki kualitas, jadi keep improvement ya.
Menurut Anda, seperti apa desain arsitektur dan interior yang akan jadi tren pada 2025?
Sekarang sih trennya masih kontemporer ya. Kontemporer itu apa? Menyatupadukan beberapa gaya desain dalam satu area. Jadi ke depan seperti apa arahnya? Menurut saya, kontemporer.
Baca juga: Hypeprofil Desainer Ratri WK: Ajak Penyandang Down Syndrome Membatik Shibori di KamaKu
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Baca juga: Hypeprofil Desainer Ratri WK: Ajak Penyandang Down Syndrome Membatik Shibori di KamaKu
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.