Eksklusif Andra Matin: Menggabungkan Kesadaran Lingkungan dan Budaya Lokal dalam Desain Inovatif
12 October 2024 |
11:30 WIB
Arsitek muda Indonesia kini tidak hanya fokus pada desain yang menarik, tetapi juga menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Dengan perhatian pada pemilihan material dan penerapan desain berkelanjutan, mereka berhasil menciptakan karya yang memadukan inovasi dengan nilai budaya Indonesia.
Pertumbuhan jumlah arsitek muda yang berprestasi semakin menegaskan potensi sektor ini, di mana setiap rancangan tidak hanya mencerminkan kreativitas, tetapi juga 'rasa' Indonesia yang unik. Hal ini mendapatkan apresiasi dari arsitek senior Andra Matin, yang menekankan pentingnya menjaga lingkungan dan warisan budaya dalam setiap karya arsitektur.
Baca juga: Hari Arsitektur Sedunia 2024, Soroti Peran Arsitek Muda dalam Pembangunan Kota
Pada saat ini, pemilik nama lengkap Isandra Matin tersebut kerap membuat karya dengan memperhatikan lingkungan. Lewat karya-karyanya, pria lulusan jurusan arsitektur salah satu universitas swasta di Bandung pada 1988 itu juga telah mendapatkan penghargaan dan terpilih dalam sejumlah pameran baik di dalam dan luar negeri.
Contoh penghargaan dan pameran tersebut seperti IAI Awards terhadap Kategori Bangunan Komersial untuk proyek Le Bo Ye Design Office (1999) dan Honorable Mention dalam Kompetisi Revitalisasi Galeri Seni Rupa (2001).
Sementara itu, pameran di dalam dan luar negeri yang pernah diikutinya seperti Biennale, Reciprocity, Social Mall, Rotterdam-Belanda; GA Gallery Tokyo, Jepang pada 2009 ; MAISON & OBJET, Paris-Prancis (2016 dan 2017); Europalia Art Festival, Brussels- Belgia (2017); dan sebagainya.
Berikut percakapan Hypeabis.d bersama Andra Matin tentang arsitektur Indonesia.
Bagaimana Anda melihat perkembangan arsitektur Indonesia pada saat ini?
Saya tidak melihatnya dari sisi ekonomi tentang arsitektur Indonesia. Namun, saya melihatnya dari sisi desain. Pada saat ini, banyak arsitek muda Indonesia sudah lebih mengenal atau lebih tahu lagi tentang bagaimana mempertimbangkan iklim tropis dalam desainnya.
Jika pada awal banyak arsitek yang membuat desain asal keren secara bentuk dengan kaca yang tinggi, menghadap ke barat sehingga sinar matahari masuk dan panas, kini mereka sudah lebih perhatian terhadap iklim.
Kedua, saya juga memiliki harapan bahwa anak-anak muda atau arsitek muda pada saat ini lebih tahu lagi tentang budaya, yakni bagaimana budaya Indonesia dari masa lalu dibawa ke masa depan. Namun, dengan bentuk yang lain. Saya positif dan optimistis sama arsitektur Indonesia pada masa yang akan datang.
Apa yang membuat generasi muda atau arsitek muda mulai sadar terhadap lingkungan dan juga membawa budaya Indonesia dalam desainnya?
Saya melihat bahwa generasi muda lebih memperhatikan lingkungan dan juga budaya secara empirik. Pada saat ini, banyak arsitek muda yang membuat desain ke arah situ. Sejumlah arsitek muda di dalam negeri menyusun bata yang merupakan craft zaman dahulu dengan cara yang baru, seperti lebih minimalis.
Meskipun minimalis, mereka tidak menghilangkan esensi craft yang terdapat dalam bahan batu bata. Selain itu, ada juga sejumlah arsitek yang menggunakan anyaman dalam desainnya. Tidak hanya itu, material anyaman tersebut juga beberapa di antaranya tidak lagi terbuat dari rotan.
Beberapa arsitek sudah memanfaatkan anyaman dari waste material seperti botol bekas yang diubah menjadi anyaman. Selain itu, di sejumlah bagian rumah, banyak arsitek juga mulai menggunakan lubang udara dengan motif Kerawang.
Keberadaan lubang udara dengan motif Kerawang tersebut memiliki banyak manfaat di negara dengan iklim tropis. Pertama, cahaya dapat tetap masuk, tetapi tereduksi. Kedua, udara juga tidak terisolasi. Ketiga, suara dari luar juga dapat tereduksi.
Menurut Anda, seberapa penting arsitek muda paham tentang budaya?
Arsitek muda penting untuk paham tentang budaya. Sebagai bagian dari bagian dunia, saya merasa sangat sayang jika kita kehilangan identitas lokal yang ada di setiap daerah di Indonesia. Saya merasa ketika pergi ke Jerman ingin berasa di Jerman, saat di Inggris ingin merasakan Inggris, dan di Jawa juga ingin merasakan Jawa.
Meskipun tetap mempertahankan budaya setiap daerah, arsitek muda Indonesia tetap harus membawa kebaruan. Arsitek harus tetap memasukan unsur modern dalam setiap desainnya dan menghadirkan realitas kebaruan.
Dengan kebaruan dan tetap mempertahankan budaya Indonesia, desain yang dibuat akan terasa menjadi arsitektur Indonesia baru, Jawa Baru, dan sebagainya. Arsitektur baru dengan dasar kesadaran terhadap lingkungan dan budaya.
Bagi dunia luar atau pasar, seberapa menarik, desain yang menunjukkan identitas kelokalan Indonesia dengan kebaruan itu?
Bagi pasar dan komunitas internasional, desain yang memadukan unsur budaya dengan inovasi akan menjadi daya tarik yang luar biasa. Ketika arsitek muda Indonesia mengekspresikan identitas mereka, mereka tidak hanya menciptakan karya, tetapi juga menggugah rasa ingin tahu dunia untuk datang dan menyaksikan keunikan tersebut secara langsung, karena karya-karya ini tak tertandingi di tempat lain.
Kombinasi antara kebaruan dan nilai-nilai budaya ini menjadikan setiap desain sebagai identitas lokal yang kuat, sekaligus memiliki daya tarik global. Karya-karya ini mampu menjembatani dua dunia, menyampaikan cerita Indonesia yang kaya sekaligus berbicara dalam bahasa arsitektur modern yang dipahami di seluruh dunia.
Terkait dengan rumah sakit vertikal di Ibu Kota Nusantara, Anda adalah arsitek yang merancangnya seperti apa konsepnya?
Ide yang diinginkan dalam desain rumah sakit vertikal di Ibu Kota Nusantara adalah menunjukkan identitas Indonesia. Selain itu, dalam desainnya juga hutan yang ada bangunannya. Jadi, bukan bangunan ada hutannya.
Dengan begitu, terdapat campuran antara lingkungan dan bangunan. Jadi, bangunan yang dibuat tidak terlalu menyolok. Dari sisi warna, rumah sakit itu menggunakan warna yang dapat menyatu dengan lingkungan seperti hijau muda.
Kaca-kaca yang terpasang di bangunan itu juga tidak terlalu banyak terlihat lantaran terdapat tiang-tiang seperti rumah panggung.
Bagaimana dengan material yang digunakan?
Saya menggunakan material kayu ulin bekas di beberapa bagian sebagai bagian dari pemanfaatan kembali atau recycle. Kedua, kayunya relatif lebih stabil. Kayu baru kadang-kadang memiliki bentuk yang melengkung. Dari sisi durasi, kayu ulin bekas tersebut juga tidak ada masalah. Kayu itu akan sangat disayangkan jika dibuang karena tidak digunakan lagi.
Baca juga: Ini Konsep Rumah Sakit Vertikal di IKN yang Dirancang Arsitek Andra Matin
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Pertumbuhan jumlah arsitek muda yang berprestasi semakin menegaskan potensi sektor ini, di mana setiap rancangan tidak hanya mencerminkan kreativitas, tetapi juga 'rasa' Indonesia yang unik. Hal ini mendapatkan apresiasi dari arsitek senior Andra Matin, yang menekankan pentingnya menjaga lingkungan dan warisan budaya dalam setiap karya arsitektur.
Baca juga: Hari Arsitektur Sedunia 2024, Soroti Peran Arsitek Muda dalam Pembangunan Kota
Pada saat ini, pemilik nama lengkap Isandra Matin tersebut kerap membuat karya dengan memperhatikan lingkungan. Lewat karya-karyanya, pria lulusan jurusan arsitektur salah satu universitas swasta di Bandung pada 1988 itu juga telah mendapatkan penghargaan dan terpilih dalam sejumlah pameran baik di dalam dan luar negeri.
Contoh penghargaan dan pameran tersebut seperti IAI Awards terhadap Kategori Bangunan Komersial untuk proyek Le Bo Ye Design Office (1999) dan Honorable Mention dalam Kompetisi Revitalisasi Galeri Seni Rupa (2001).
Sementara itu, pameran di dalam dan luar negeri yang pernah diikutinya seperti Biennale, Reciprocity, Social Mall, Rotterdam-Belanda; GA Gallery Tokyo, Jepang pada 2009 ; MAISON & OBJET, Paris-Prancis (2016 dan 2017); Europalia Art Festival, Brussels- Belgia (2017); dan sebagainya.
Berikut percakapan Hypeabis.d bersama Andra Matin tentang arsitektur Indonesia.
Bagaimana Anda melihat perkembangan arsitektur Indonesia pada saat ini?
Saya tidak melihatnya dari sisi ekonomi tentang arsitektur Indonesia. Namun, saya melihatnya dari sisi desain. Pada saat ini, banyak arsitek muda Indonesia sudah lebih mengenal atau lebih tahu lagi tentang bagaimana mempertimbangkan iklim tropis dalam desainnya.
Jika pada awal banyak arsitek yang membuat desain asal keren secara bentuk dengan kaca yang tinggi, menghadap ke barat sehingga sinar matahari masuk dan panas, kini mereka sudah lebih perhatian terhadap iklim.
Kedua, saya juga memiliki harapan bahwa anak-anak muda atau arsitek muda pada saat ini lebih tahu lagi tentang budaya, yakni bagaimana budaya Indonesia dari masa lalu dibawa ke masa depan. Namun, dengan bentuk yang lain. Saya positif dan optimistis sama arsitektur Indonesia pada masa yang akan datang.
Apa yang membuat generasi muda atau arsitek muda mulai sadar terhadap lingkungan dan juga membawa budaya Indonesia dalam desainnya?
Saya melihat bahwa generasi muda lebih memperhatikan lingkungan dan juga budaya secara empirik. Pada saat ini, banyak arsitek muda yang membuat desain ke arah situ. Sejumlah arsitek muda di dalam negeri menyusun bata yang merupakan craft zaman dahulu dengan cara yang baru, seperti lebih minimalis.
Meskipun minimalis, mereka tidak menghilangkan esensi craft yang terdapat dalam bahan batu bata. Selain itu, ada juga sejumlah arsitek yang menggunakan anyaman dalam desainnya. Tidak hanya itu, material anyaman tersebut juga beberapa di antaranya tidak lagi terbuat dari rotan.
Beberapa arsitek sudah memanfaatkan anyaman dari waste material seperti botol bekas yang diubah menjadi anyaman. Selain itu, di sejumlah bagian rumah, banyak arsitek juga mulai menggunakan lubang udara dengan motif Kerawang.
Keberadaan lubang udara dengan motif Kerawang tersebut memiliki banyak manfaat di negara dengan iklim tropis. Pertama, cahaya dapat tetap masuk, tetapi tereduksi. Kedua, udara juga tidak terisolasi. Ketiga, suara dari luar juga dapat tereduksi.
Menurut Anda, seberapa penting arsitek muda paham tentang budaya?
Arsitek muda penting untuk paham tentang budaya. Sebagai bagian dari bagian dunia, saya merasa sangat sayang jika kita kehilangan identitas lokal yang ada di setiap daerah di Indonesia. Saya merasa ketika pergi ke Jerman ingin berasa di Jerman, saat di Inggris ingin merasakan Inggris, dan di Jawa juga ingin merasakan Jawa.
Meskipun tetap mempertahankan budaya setiap daerah, arsitek muda Indonesia tetap harus membawa kebaruan. Arsitek harus tetap memasukan unsur modern dalam setiap desainnya dan menghadirkan realitas kebaruan.
Dengan kebaruan dan tetap mempertahankan budaya Indonesia, desain yang dibuat akan terasa menjadi arsitektur Indonesia baru, Jawa Baru, dan sebagainya. Arsitektur baru dengan dasar kesadaran terhadap lingkungan dan budaya.
Bagi dunia luar atau pasar, seberapa menarik, desain yang menunjukkan identitas kelokalan Indonesia dengan kebaruan itu?
Bagi pasar dan komunitas internasional, desain yang memadukan unsur budaya dengan inovasi akan menjadi daya tarik yang luar biasa. Ketika arsitek muda Indonesia mengekspresikan identitas mereka, mereka tidak hanya menciptakan karya, tetapi juga menggugah rasa ingin tahu dunia untuk datang dan menyaksikan keunikan tersebut secara langsung, karena karya-karya ini tak tertandingi di tempat lain.
Kombinasi antara kebaruan dan nilai-nilai budaya ini menjadikan setiap desain sebagai identitas lokal yang kuat, sekaligus memiliki daya tarik global. Karya-karya ini mampu menjembatani dua dunia, menyampaikan cerita Indonesia yang kaya sekaligus berbicara dalam bahasa arsitektur modern yang dipahami di seluruh dunia.
Terkait dengan rumah sakit vertikal di Ibu Kota Nusantara, Anda adalah arsitek yang merancangnya seperti apa konsepnya?
Ide yang diinginkan dalam desain rumah sakit vertikal di Ibu Kota Nusantara adalah menunjukkan identitas Indonesia. Selain itu, dalam desainnya juga hutan yang ada bangunannya. Jadi, bukan bangunan ada hutannya.
Dengan begitu, terdapat campuran antara lingkungan dan bangunan. Jadi, bangunan yang dibuat tidak terlalu menyolok. Dari sisi warna, rumah sakit itu menggunakan warna yang dapat menyatu dengan lingkungan seperti hijau muda.
Kaca-kaca yang terpasang di bangunan itu juga tidak terlalu banyak terlihat lantaran terdapat tiang-tiang seperti rumah panggung.
Bagaimana dengan material yang digunakan?
Saya menggunakan material kayu ulin bekas di beberapa bagian sebagai bagian dari pemanfaatan kembali atau recycle. Kedua, kayunya relatif lebih stabil. Kayu baru kadang-kadang memiliki bentuk yang melengkung. Dari sisi durasi, kayu ulin bekas tersebut juga tidak ada masalah. Kayu itu akan sangat disayangkan jika dibuang karena tidak digunakan lagi.
Baca juga: Ini Konsep Rumah Sakit Vertikal di IKN yang Dirancang Arsitek Andra Matin
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.