5 Kontroversi Seputar Arsitektur dan Desain di Olimpiade Tokyo 2020
06 August 2021 |
21:07 WIB
Pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020 menempuh banyak tantangan sebelum akhirnya berlangsung pada 23 Juli – 8 Agustus 2021. Kontroversi bahkan terjadi sesaat setelah Tokyo ditunjuk untuk menjadi tuan rumah Olimpiade.
Di samping penolakan akibat angka infeksi COVID-19 yang tinggi di Tokyo, tertundanya pelaksanaan ajang internasional ini selama satu tahun, isu lain yang mengancam kelangsungan acara seperti tuduhan plagiarisme dan greenwashing.
Dilansir melalui Dezeen, berikut ini lima skandal arsitektur dan desain yang sempat mengancam pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020.
1. Pemecatan Arsitek Zaha Hadid sebagai Arsitek Stadion Olimpiade.
Ini mungkin kontroversi terbesar menjelang pelaksanaan Olimpiade.
Pada 2012, arsitek Zaha Hadid memenangkan kompetisi merancang stadion Olimpiade. Namun, desain yang diusulkan dikritik oleh sekelompok arsitek Jepang terkemuka, termasuk Fumihiko Maki, Toyo Ito, Sou Fujimoto, dan Kengo Kuma karena dinilai berskala terlalu besar dan mahal.
Hadid menggambarkan para arsitek ini sebagai orang-orang munafik.
“Mereka tidak ingin orang asing membangun di Tokyo untuk stadion nasional. Di sisi lain, mereka semua bekerja di luar negeri,” kata Hadid kepada Dezeen saat itu.
Menyusul kritik dan pemotongan anggaran, Zaha Hadid Architects mengajukan proposal untuk stadion dengan penyesuaian skala pada 2014.
Terlepas dari desain ulang, desain stadion kontroversial Hadid tersebut itu dibatalkan pada tahun 2015, dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyatakan bahwa dia telah mendengarkan suara rakyat dan telah memutuskan untuk memulai kembali dari nol.
Pada akhirnya dua arsitek Jepang, yang juga pengkritik desain Hadid, Toyo Ito dan Kengo Kuma, maju sebagai dua finalis dengan desain mereka. Adapun desain Kuma terpilih sebagai pemenang.
2. Klaim Plagiarisme Logo Olimpiade
Logo asli untuk Olimpiade dan Paralimpiade 2020 juga memicu kontroversi dan, seperti desain stadion awal, akhirnya dibatalkan.
Desain karya desainer grafis Jepang, Kenjiro Sano, diresmikan oleh penyelenggara pada 2015. Namun, tak lama kemudian desainer Belgia, Olivier Debie, menuduh Sano menyalin logonya untuk Théâtre de Liège.
Meskipun Sano bersikeras menyangkal klaim tersebut, tuduhan plagiarisme dan gugatan menyebabkan penyelenggara menarik desainnya.
Sebuah kompetisi publik diluncurkan untuk mencari logo pengganti, yang dimenangkan oleh seniman Jepang Asao Tokolo.
Di samping penolakan akibat angka infeksi COVID-19 yang tinggi di Tokyo, tertundanya pelaksanaan ajang internasional ini selama satu tahun, isu lain yang mengancam kelangsungan acara seperti tuduhan plagiarisme dan greenwashing.
Dilansir melalui Dezeen, berikut ini lima skandal arsitektur dan desain yang sempat mengancam pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020.
1. Pemecatan Arsitek Zaha Hadid sebagai Arsitek Stadion Olimpiade.
New National Stadium, desain Zaha Hadid (Dok. Zaha Hadid Architects)
Pada 2012, arsitek Zaha Hadid memenangkan kompetisi merancang stadion Olimpiade. Namun, desain yang diusulkan dikritik oleh sekelompok arsitek Jepang terkemuka, termasuk Fumihiko Maki, Toyo Ito, Sou Fujimoto, dan Kengo Kuma karena dinilai berskala terlalu besar dan mahal.
Hadid menggambarkan para arsitek ini sebagai orang-orang munafik.
“Mereka tidak ingin orang asing membangun di Tokyo untuk stadion nasional. Di sisi lain, mereka semua bekerja di luar negeri,” kata Hadid kepada Dezeen saat itu.
Menyusul kritik dan pemotongan anggaran, Zaha Hadid Architects mengajukan proposal untuk stadion dengan penyesuaian skala pada 2014.
Terlepas dari desain ulang, desain stadion kontroversial Hadid tersebut itu dibatalkan pada tahun 2015, dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyatakan bahwa dia telah mendengarkan suara rakyat dan telah memutuskan untuk memulai kembali dari nol.
Pada akhirnya dua arsitek Jepang, yang juga pengkritik desain Hadid, Toyo Ito dan Kengo Kuma, maju sebagai dua finalis dengan desain mereka. Adapun desain Kuma terpilih sebagai pemenang.
2. Klaim Plagiarisme Logo Olimpiade
Perbandingan desain logo awal. (Dok. The Verge)
Desain karya desainer grafis Jepang, Kenjiro Sano, diresmikan oleh penyelenggara pada 2015. Namun, tak lama kemudian desainer Belgia, Olivier Debie, menuduh Sano menyalin logonya untuk Théâtre de Liège.
Meskipun Sano bersikeras menyangkal klaim tersebut, tuduhan plagiarisme dan gugatan menyebabkan penyelenggara menarik desainnya.
Sebuah kompetisi publik diluncurkan untuk mencari logo pengganti, yang dimenangkan oleh seniman Jepang Asao Tokolo.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.