Arsitek sekaligus Co-Founder M Bloc Group Jacob Gatot Surarjo. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Eksklusif Arsitek Jacob Gatot Surarjo: Menghidupkan Bangunan, Komunitas & Kreativitas

10 May 2024   |   10:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

M Bloc Space kini menjadi tempat ikonik di Jakarta khususnya di kalangan anak muda. Bangunan bergaya vintage dengan arsitektur tropis dekade 1950-an itu digandrungi lantaran menjadi ruang kreatif bagi anak muda, mulai dari sekadar menikmati waktu luang, mengadakan berbagai acara seni dan budaya, hingga berkomunitas.
 
M Bloc Space merupakan proyek alih fungsi yang memanfaatkan aset idle Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Bangunan seluas 6.500 meter persegi itu dahulu merupakan rumah dinas pegawai Perum Peruri serta gudang produksi yang sudah dibangun sejak 1950-an.

Baca juga: Eksklusif Guruh Sukarno Putra: Perjalanan Mendalam Memaknai Musik
 
Setelah lama terbengkalai selama bertahun-tahun, bangunan tersebut akhirnya disulap menjadi ruang kreatif (creative hub) publik yang inklusif dengan mempertahankan gaya arsitektur vintage. Hasilnya, sebanyak 16 rumah dinas kini berubah menjadi deretan kedai dan toko dengan merek lokal, serta 12 bangunan rumah di bagian belakang disulap menjadi tenant-tenant lokal dan venue pertunjukan.
 
Dibuka sejak tahun 2019, M Bloc Space pun kini menjadi tren di Jakarta dan terbilang berhasil menghidupkan kembali kawasan Blok M yang sempat hip pada era 1980-an hingga 1990-an dengan gaya yang sesuai dengan minat anak muda saat ini.
 
Kehadiran M Bloc Space tak terlepas dari tangan dingin Jacob Gatot Surarjo, arsitek yang memiliki minat khusus pada pemanfaatan bangunan-bangunan lama sebagai ruang publik, dan menerapkannya dengan konsep placemaking. Lebih dari sekadar penciptaan ruang, placemaking menekankan pendekatan arsitektur yang mendorong interaksi sosial dan pertukaran budaya warga di satu kota.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by M Bloc Space (@mblocspace)


 
Tak hanya M Bloc Space, Jacob bersama biro desain miliknya, Arcadia Architects, juga menjadi perancang bangunan-bangunan dengan konsep serupa dalam naungan M Bloc Group yang tersebar di beberapa kota di Indonesia seperti Pos Bloc di Jakarta, JNM Bloc di Yogyakarta, Lokananta Bloc di Solo, Pos Bloc di Medan, Fabriek Blok di Padang, dan Pos Bloc di Surabaya. 
 
Dia tergabung dalam Radar Ruang Riang, perusahaan induk yang bergerak di jelajah cipta ruang ekonomi kreatif (creative economy placemaking) bersama sejumlah pegiat industri kreatif lainnya yakni Lance Mengong, alm. Glenn Fredly, Wendi Putranto, Handoko Hendroyono, dan Mario Sugianto.
 
Jacob memulai kariernya sebagai arsitek di biro konsultan konstruksi PT Wiratman pada 1988, pascalulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan menggondol gelar sarjana arsitektur. Lalu, bersama beberapa teman kuliahnya, Jacob mendirikan biro desain arsitektur sendiri bernama Arcadia Architects pada 1990.
 
Agar bironya dikenal, Jacob bergabung dengan kawan-kawan sesama arsitek dengan Arsitek Muda Indonesia (AMI), kelompok arsitek yang secara aktif dan teratur menyelenggarakan pameran dan menelurkan publikasi seputar arsitektur. Dari situ, Jacob sering berpameran hingga akhirnya bertemu dengan calon klien dari berbagai kalangan dan korporasi.
 
Beberapa wahana di dalam Dunia Fantasi di lingkungan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA) merupakan proyek ruang publik pertama yang dikerjakan Jacob. Bersamaan dengan proyek di TIJA, dia juga menata ulang kawasan pinggir pantai Timur Ancol menjadi destinasi wisata yang layak bagi keluarga.
 
Tak hanya itu, dia pun telah mengerjakan beberapa proyek gedung perkantoran, diantaranya Menara Antam, Menara Prima dan Wisma Pondok Indah. Setelahnya, Jacob lebih berfokus untuk membangun ruang-ruang publik yang dapat memberikan dampak positif yang luas untuk lingkungan dan masyarakat sekitar.
 
Hal itu diwujudkan dalam sejumlah proyek seperti The Breeze di Bumi Serpong Damai (BSD) City, Serpong, Tangerang Selatan, Uma Seminyak di Kuta Utara, Bali dan sebagian kecil area sebagai welcoming visitors di Garuda Wisnu Kencana Cultural Park (GWK) Bali. 
 
Sebagai arsitek, Jacob memiliki ketertarikan yang kuat untuk merancang ruang-ruang publik yang membawa kebermanfaatan yang luas bagi lingkungan dan masyarakat. Ketertarikan itu akhirnya membawanya untuk menggeluti pendekatan arsitektur placemaking. Baginya, placemaking penting untuk dihadirkan secara masif demi terciptanya ruang-ruang inklusif yang menjadi kebutuhan besar untuk masyakarat perkotaan saat ini.
 
Kepada Hypeabis.id, Jacob bercerita seputar proses pembangunan ruang-ruang kreatif seperti M Bloc Space, Pos Bloc, dan lainnya yang menjadi ikon di beberapa kota di Indonesia, gagasannya mengenai placemaking, serta tantangan yang dihadapi untuk merealisasikan ide dan gagasan arsitekturnya. Seperti apa kisah inspiratifnya? Berikut petikan obrolan kami.
 
Bagaimana awalnya Anda mendapatkan proyek pembangunan M Bloc Space?
Awalnya Peruri mengundang beberapa pihak dalam semacam tender terbatas untuk mendiskusikan pengelolaan bangunan terbengkalai ini. Ada yang mengusulkan untuk dijadikan klinik, perkantoran, atau mal. Tapi kalau kami malah idenya membuat creative hub.
 
Karena kebetulan Peruri tahu juga proyek creative space Uma Seminyak yang saya buat di Bali, akhirnya mereka mau bangunan terbengkalai tadi jadi seperti itu. Tapi karena bangunannya besar, akhirnya saya mengajak teman-teman kreatif lain yaitu Lance Mengong, alm. Glenn Fredly, Wendi Putranto, Handoko Hendroyono, dan Mario Sugianto. Karena mereka tahu aku punya tim arsitek, akhirnya pembangunannya dipercayakan ke Arcadia Architects.
 
Saat itu konsep creative hub seperti apa yang ingin Anda rancang?
Jadi sebetulnya melihatnya harus dipisahkan dulu dari desain arsitektur, karena kan sebenarnya kami melihat potensi kawasan dan bangunan. Dulu, Blok M itu terkenal area gaul 1980-an dengan budaya pop dan acara-acara musiknya. Terus lagi, Bung Glenn itu dulu memulai kariernya dengan manggung di satu kafe jazz di sekitar kawasan Blok M.
 
Jadi karena kami kenal dengan daerah ini, ingin seperti mengembalikan kejayaan Blok M dengan cara membuat ruang yang lekat dengan acara musik. Nama M Bloc sendiri dipakai maksudnya adalah Music Bloc, tapi kebetulan juga di Blok M jadi ya namanya matching.
 
Karena melihat sejarah, potensi lokasi, dan pendirinya beberapa itu orang musik, akhirnya membuat creative hub semacam itu yang percaya bahwa musik itu crowd puller untuk orang-orang kreatif. Begitu ada musik, siapa saja pasti bisa masuk. Karena kalau pembangunannya cuma dilihat dari sisi arsitektur saja, akan jadi sempit.
 

 
Dalam merancang creative hub, adakah referensi atau benchmark tertentu dari luar negeri?
Waktu itu terus terang kami enggak punya referensi ataupun benchmark mau buat creative hub seperti apa. Tapi, beberapa dari kami memang sering pergi ke luar negeri dan mengamati creative hub di negara tersebut. Begitu pun saya yang mengamati seperti di Singapura, Malaysia, London, dan New York, itu banyak bangunan lama yang jadi hype. Akhirnya secara desain itu jadi terbayang.
 
Kalau enggak ada Bung Glenn dan Mas Wendi yang bergelut di musik, saya juga tidak terbayang mau buat creative hub seperti apa. Akhirnya dari referensi-referensi yang kami lihat, kami berkreasi sendiri. Lalu kenapa akhirnya jadi hype mungkin orang-orang juga sebelumnya enggak terpikirkan bakal ada bangunan seperti M Bloc ini.
 
Saat itu, apa tujuan atau harapan Anda dengan adanya creative hub semacam M Bloc Space?
Waktu itu terus terang tujuannya hanya ingin membuktikan kami bisa menjawab tantangan dari Peruri, yaitu setidaknya bisa memanfaatkan kembali bangunan terbengkalai sehingga pajak bumi dan bangunan (PBB) yang harus mereka bayar tiap tahunnya bisa terbayar dari aktivitas di creative hub itu. Sebelumnya kan puluhan tahun mereka harus bayar PBB tapi bangunannya makin rusak karena kosong.
 
Tapi sebagai arsitek, saya ingin mengangkat konsep adaptive reuse yang artinya mendaur ulang bangunan lama dengan fungsi baru. Itu misi saya sebagai arsitek. Saya ingin membuktikan ke masyarakat bahwa adaptive reuse itu juga bisa menghasilkan manfaat termasuk dari sisi ekonomi. 
 
Pemanfaatan bangunan lama menjadi fungsi baru ini apa ada kaitannya dengan pendekatan arsitektur placemaking?
Tentu. Karena placemaking itu dimaksudkan untuk membuat kehidupan berkomunitas, menciptakan interaksi sesama komunitas, dan memberi ruang untuk berkreasi yang contohnya bangunan seperti M Bloc ini. Jadi, bangunan atau ruang publik yang bisa bermanfaat untuk orang banyak. 
 
Selain itu, dalam menerapkan placemaking, arsitek juga harus memikirkan bagaimana bangunan yang dia buat harus memberikan dampak juga ke lingkungan sekitar dari tempat itu. Contohnya seperti Taman Martha Tiahahu yang ada di deket M Bloc ini.
 
Dulu tamannya itu kalau sudah malam, gelap dan pokoknya ngeri deh. Tapi sejak ada M Bloc, Pemkot akhirnya merenovasi taman itu. Terus kawasan Little Tokyo juga akhirnya hidup lagi dengan banyaknya kafe-kafe lucu. Padahal sebelumnya kawasan itu seperti remang-remang semenjak banyak ekspatriat Jepang pergi dari situ. GOR Bulungan juga jadi hidup lagi. Nah itu placemaking yang berhasil dibuat oleh M Bloc.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by M Bloc Group (@mblocgroup)



 
Menurut Anda, seberapa penting pendekatan arsitektur placemaking diterapkan di Indonesia?
Sebenarnya placemaking itu kan simbol dari memikirkan kebermanfaatan yang luas dalam membuat satu bangunan. Tapi memang di Indonesia masih berlaku peraturan-peraturan semacam bangunan harus dikavling dan sebagainya. Padahal kalau di Singapura itu lebih terbuka, misalnya lantai dasar bangunan itu bisa diakses publik. Bahkan di Hong Kong, dua lantai pertama dari gedung itu publik bisa akses karena saling terkoneksi, sehingga mereka juga jalan kaki menjadi nyaman.
 
Tapi di sini, dikit-dikit orang naik kendaraan kalau mau kemana-mana karena pedestriannya enggak nyaman. Jadi elemen-elemen dari placemaking itu seperti pedestrian, kenyamanan, aksesibilitas, dan aktivitas itu penting. Sayangnya kesadaran itu di negara kita masih kurang banget.
 
Saya pengen memberikan kesadaran itu karena banyak gedung dibangun tapi nyatanya enggak bisa memberikan manfaat untuk publik dan akhirnya terbengkalai karena enggak mengerti bagaimana memperlakukan bangunan. Akhirnya, kalau begitu, pemanfaatan lahan di kota kita itu jadi tidak efisien. Jadi, placemaking itu enggak perlu dikenal sebagai jargon, tapi orang sadar akan pentingnya itu. Jadi memang harus dikasih contoh sebanyak mungkin.
 
Sejauh mana keterlibatan publik dalam proses merealisasikan pendekatan placemaking?
Iya memang harus bottom-up dan kami juga lakukan itu untuk membangun M Bloc ini. Waktu renovasi, kami mengundang komunitas arsitek untuk memahami pemanfaatan bangunan lama. Selain itu, setiap dua minggu sekali selama proses perancangannya, kami juga mengundang komunitas kreatif yang berbeda-beda dan ajak mereka tur keliling bagunannya, dan minta masukan dari mereka. Itu semua dilakukan demi membangun rasa kepemilikan bersama untuk M Bloc.
 
Hal itu juga berlaku dalam pembangunan bangunan M Bloc Group lain di kota-kota lain. Sebelum merancang bangunan, kami buat dulu forum group discussion (FGD) dengan mengundang komunitas-komunitas kreatif sebanyak 2-3 kali. Untuk tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dari perancangan creative hub ini.
 
Dalam merenovasi bangunan lama, sejauh mana bangunan itu dibongkar ataupun dipertahankan struktur aslinya?
Kalau misalnya bangunan tua berusia lebih dari 50 tahun, kami harus menjalani proses kajian atau sidang dari Cagar Budaya, dan itu prosesnya bisa 4-5 kali untuk presentasi di depan Tim Sidang Pemugaran Cagar Budaya. Isinya bukan hanya arsitek, tapi ada ahli hukum, sejarah, ekonomi, sosial, dan politik. Semua hasil dari sidang itu harus diimplementasikan ke dalam desain bangunan. 
 
Kalau yang pandangannya masih konvensional, biasanya mereka minta bangunannya enggak banyak diapa-apain. Padahal kan enggak harus seperti itu, kecuali memang itu berlaku pada bangunan seperti candi. Padahal sebenarnya, bangunan itu harus hidup mengikuti perkembangan hari ini. Pendekatan seperti itu yang pelan-pelan harus dikenalkan dengan cara berdialog.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by JNM Bloc (@jnmbloc)



 
Tantangan utama apa yang dihadapi selama mengerjakan proyek di M Bloc Group?
Hambatan utamanya biasanya datang dari pemilik atau pengelola bangunan-bangunan lama yang bakal kami garap. Mereka juga punya visi sendiri, di samping ide-ide yang kami tawarkan. Misalnya di Pos Bloc Medan, kami masih harus mempertahankan ruangan-ruangan bermain olahraga untuk karyawan. Lalu di Pos Bloc Jakarta kami harus pelan-pelan banget kasih tahu bahwa ada sebagian bangunan yang harus kami bongkar, walaupun awalnya pihak pengelolanya enggak terima. Tapi setelah sekarang semuanya jalan, mereka baru mengerti.
 
Menurut Anda, bagaimana perkembangan dunia arsitektur di Indonesia saat ini?
Sangat bagus dan progresif karena banyak arsitek muda yang terpapar oleh referensi desain yang bagus dari mana-mana karena aksesnya mudah. Jadi referensi desainnya kaya banget dan lebih kreatif. Belum lagi dari sisi user-nya atau client juga terpapar informasi desain. Jadi sekarang nih banyak pasangan muda yang sudah tahu peranan penting arsitek. Zamannya saya kan paling manggil tukang bangunan. Jadi memang apresiasi ke arsitek juga sudah jauh lebih baik. 
 
Ke depan, proyek desain apa yang akan Anda kerjakan?
Kalau dari M Bloc Group, kami lagi mengerjakan proyek sebuah creative hub di Bali. Proyek ini nanti akan jadi yang pertama merancang bangunan baru dan bukan merenovasi gedung lama. Sedangkan kalau di Arcadia Architecs, kami sedang mengerjakan proyek apartemen di Kuningan. 
 
Sekarang sebagai arsitek, saya mikirnya sudah bukan hanya soal bangunan fisik, tapi juga bikin program yang sesuai kultur setempat dan diminati anak muda. 

Baca juga: Eksklusif Butet Kartaredjasa: Saat Seni Menjelma Laku Spiritual & Kritik Sosial Politik

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Kreasi Resep Oatmeal Manis dan Gurih untuk Sarapan

BERIKUTNYA

Berisiko Tinggi, Simak Cara Deteksi Dini Gejala Lupus Pada Anak

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: