Hypeprofil Desainer Ratri WK: Ajak Penyandang Down Syndrome Membatik Shibori di KamaKu
30 November 2024 |
18:57 WIB
Ratri Werdiningsih Kalungsari merupakan seorang desainer inspiratif di balik jenama fesyen KamaKu. Ratri mendirikan KamaKu pada 2021, sebagai platform yang menggabungkan keindahan kain tradisional dengan nilai-nilai keberlanjutan dan inklusi sosial.
Sejak awal berdirinya, Kamaku telah berkomitmen untuk memproduksi kain dan pakaian dengan bahan yang ramah lingkungan, serta berkolaborasi dengan perajin lokal dan penyandang disabilitas Down Syndrome. "Saya mendirikan KamaKu sejak 2021, tapi baru launching 2023 untuk pemasarannya, kami spesialisasi di batik shibori," katanya dalam wawancaranya dengan Hypeabis.id.
Baca juga: Hypeprofil Arsitek Riri Yakub: Eksplorasi Karya Kontekstual dengan Solusi Kontemporer
Adapun shibori adalah teknik pewarnaan kain tradisional yang berasal dari Jepang dan sudah muncul periode Nara (710–794 M) atau abad ke-8. Cara membuatnya dilakukan dengan metode melipat, memelintir, mengikat, atau menjepit kain sebelum dicelupkan ke dalam pewarna alami.
Hasil akhir Shibori akan menghasilkan pola-pola unik yang dihasilkan dari teknik lipatan, ikatan, atau penjepitan kain sebelum pewarnaan. Beberapa di antaranya seperti pola lingkaran atau titik-titik yang menyerupai efek tie-dye, pola geometris seperti segitiga, kotak, atau belah ketupat, dan pola diagonal dengan garis-garis miring atau efek seperti pusaran.
"Shibori yang kami lakukan dengan melipat, mengikat, menggulung lalu dicelup ke pewarna alami yang ramah lingkungan seperti kunyit, secang, dan lainnya" katanya.
Menariknya, KamaKu bekerja sama dengan komunitas disabilitas seperti penyandang down syndrome yang berusia 17 tahun ke atas di Jawa Barat. Melalui kerja sama tersebut, Ratri dan pengurus KamaKu lainnya memberikan pelatihan dalam membuat kain Shibori.
"Anak-anak ini ternyata tangan-tangannya terampil, setelah melakukan beberapa kali pelatihan membuat kain Shibori, orang tua mereka bilang perkembangan motorik anak-anaknya jadi makin meningkat," ujar Ratri.
Anak penyandang down syndrome yang melakukan pelatihan umumnya di atas 17 tahun dan telah melalui tahap seleksi oleh KamaKu. Kolaborasi ini dilakukan sengan sistem upah dan bagi hasil dari penjualan saat pameran. Membuktikan bahwa komunitas disabilitas bisa mendapatkan kesempatan yang sama dalam berkarya dan berkarier di industri fesyen.
KamaKu berkolaborasi dengan yayasan POTADS yang tersebar di seluruh Indonesia. Baru-baru ini mereka bekerja sama dengan cabang Jawa Barat. Kedepannya tak menutup kemungkinan bisa melibatkan banyak cabang seperti Jakarta, Yogyakarta, Lampung, Bali dan masih banyak lagi.
Adapun POTADS merupakan singkatan dari Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome. Yayasan ini disahkan pada 28 Juli 2003. Berdirinya yayasan ini, berawal dari para orang tua dari anak dengan Sindroma Down yang sering bertemu saat menunggu anak mereka mengikuti terapi di Klinik Khusus Tumbuh Kembang Anak (KKTK) Rumah Sakit Harapan Kita.
"Saat ini ada 20 anak, tahun depan bisa jadi jumlahnya bisa bertambah 20 lagi, karena setiap tahunnya akan ada anak yang masuk usia 17 tahun," katanya.
Dalam memberdayakan anak-anak penyandang disabilitas, tentunya Ratri juga mengalami sejumlah tantangan. Meski begitu, dia tak pernah menyerah dan terus melakukan pelatihan sampai mereka berhasil membuat kain batik Shibori yang cantik untuk diaplikasikan dalam koleksi busana terbarunya.
"Terkadang para penyandang disabilitas mood-nya naik turun, tentunya kita mesti menyesuaikan, tapi tetap mengajarkan anak-anak untuk bertanggung jawab pada pekerjaannya," ujarnya.
Sebagai jenama fesyen, KamaKu hadir membawa filosofi yang mendalam, di mana setiap elemennya memiliki cerita dan maknanya tersendiri. Biru menjadi identitas KamaKu yang bukan hanya sekadar estetika, tapi juga melambangkan kesetiaan dan kepercayaan. Dua nilai yang menjadi fondasi hubungan yang mereka bangun bersama pelanggan, mitra, dan komunitas.
Seperti Alstroemeria, bunga yang menjadi simbol persahabatan yang setia dan saling percaya, KamaKu juga ingin tumbuh sebagai jenama yang diakui atas kehangatan dalam membangun hubungan dan kepercayaan dengan mitranya.
"Kamaku lebih dari sekadar merek fesyen, kami memiliki misi sosial yang kuat untuk menginspirasi dan memberdayakan komunitas," kata Ratri.
Melalui program pelatihan seni kain, KamaKu melibatkan penyandang disabilitas Down Syndrome, memberi mereka sarana untuk mengekspresikan kreativitas dan bakatnya. Program ini tidak hanya membantu mereka mengembangkan keterampilan artistik tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan diri.
Setiap produk Kamaku adalah hasil dari kerja keras dan dedikasi, menjadikannya bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga simbol dari inklusivitas dan pemberdayaan. Selain mendapatkan produk fesyen berkualitas tinggi dengan desain yang unik, orang-orang juga turut mendukung gerakan sosial yang berdampak positif.
Walaupun usianya masih terbilang muda di industri mode Tanah Air, KamaKu kerap muncul di sejumlah perhelatan pekan mode nasional. Terbaru, mereka berpartisipasi di Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) 2025.
Jenama ini menampilkan koleksi teranyarnya yang bertajuk Soul Imagination sebagai perwujudan kebebasan berekspresi dalam dunia fesyen. Dirancang untuk mereka yang ingin mengekspresikan diri dengan gaya unik dan penuh makna.
"Saya sangat bangga dapat mempersembahkan koleksi ini di JMFW 2025, sebuah platform yang merayakan keragaman dan inovasi dalam dunia fashion muslim," kata Ratri.
Baca juga: Hypeprofil Sutradara Ryan Adriandhy: Merawat Mimpi Masa Kecil Menjadi Animator
Koleksi ini juga dibuat bersama komunitas penyandang disabilitas down syndrome dalam prosesnya, sehingga menambah makna yang kuat pada setiap karyanya.
Siluetnya terdiri dari atasan tunik, kemeja, turtleneck, puter, celana panjang, rok, dan gaun-gaun dengan dekorasi bunga besar. Melengkapi penampilannya para model mengenakan hijab turban dengan motif khas Shibori.
Meskipun pakai pewarna alami, kain-kain cantik tersebut mengeluarkan warna yang tajam seperti biru, kuning, dan merah, serta membentuk pola-pola yang cantik.
"Kami berharap koleksi ini dapat menginspirasi orang lain untuk mengekspresikan diri melalui fesyen dengan cara yang unik dan bermakna," ujar Ratri.
Selaras dengan komitmen Kamaku terhadap keberlanjutan, koleksi ini juga memanfaatkan material ramah lingkungan. Didominasi dengan Warna biru, elemen khas Kamaku, melambangkan kepercayaan dan kesetiaan, serta memperkuat filosofi brand yang berakar pada persahabatan dan empati.
Editor: Fajar Sidik
Sejak awal berdirinya, Kamaku telah berkomitmen untuk memproduksi kain dan pakaian dengan bahan yang ramah lingkungan, serta berkolaborasi dengan perajin lokal dan penyandang disabilitas Down Syndrome. "Saya mendirikan KamaKu sejak 2021, tapi baru launching 2023 untuk pemasarannya, kami spesialisasi di batik shibori," katanya dalam wawancaranya dengan Hypeabis.id.
Baca juga: Hypeprofil Arsitek Riri Yakub: Eksplorasi Karya Kontekstual dengan Solusi Kontemporer
Adapun shibori adalah teknik pewarnaan kain tradisional yang berasal dari Jepang dan sudah muncul periode Nara (710–794 M) atau abad ke-8. Cara membuatnya dilakukan dengan metode melipat, memelintir, mengikat, atau menjepit kain sebelum dicelupkan ke dalam pewarna alami.
Hasil akhir Shibori akan menghasilkan pola-pola unik yang dihasilkan dari teknik lipatan, ikatan, atau penjepitan kain sebelum pewarnaan. Beberapa di antaranya seperti pola lingkaran atau titik-titik yang menyerupai efek tie-dye, pola geometris seperti segitiga, kotak, atau belah ketupat, dan pola diagonal dengan garis-garis miring atau efek seperti pusaran.
"Shibori yang kami lakukan dengan melipat, mengikat, menggulung lalu dicelup ke pewarna alami yang ramah lingkungan seperti kunyit, secang, dan lainnya" katanya.
Menariknya, KamaKu bekerja sama dengan komunitas disabilitas seperti penyandang down syndrome yang berusia 17 tahun ke atas di Jawa Barat. Melalui kerja sama tersebut, Ratri dan pengurus KamaKu lainnya memberikan pelatihan dalam membuat kain Shibori.
"Anak-anak ini ternyata tangan-tangannya terampil, setelah melakukan beberapa kali pelatihan membuat kain Shibori, orang tua mereka bilang perkembangan motorik anak-anaknya jadi makin meningkat," ujar Ratri.
Anak penyandang down syndrome yang melakukan pelatihan umumnya di atas 17 tahun dan telah melalui tahap seleksi oleh KamaKu. Kolaborasi ini dilakukan sengan sistem upah dan bagi hasil dari penjualan saat pameran. Membuktikan bahwa komunitas disabilitas bisa mendapatkan kesempatan yang sama dalam berkarya dan berkarier di industri fesyen.
KamaKu berkolaborasi dengan yayasan POTADS yang tersebar di seluruh Indonesia. Baru-baru ini mereka bekerja sama dengan cabang Jawa Barat. Kedepannya tak menutup kemungkinan bisa melibatkan banyak cabang seperti Jakarta, Yogyakarta, Lampung, Bali dan masih banyak lagi.
Adapun POTADS merupakan singkatan dari Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome. Yayasan ini disahkan pada 28 Juli 2003. Berdirinya yayasan ini, berawal dari para orang tua dari anak dengan Sindroma Down yang sering bertemu saat menunggu anak mereka mengikuti terapi di Klinik Khusus Tumbuh Kembang Anak (KKTK) Rumah Sakit Harapan Kita.
"Saat ini ada 20 anak, tahun depan bisa jadi jumlahnya bisa bertambah 20 lagi, karena setiap tahunnya akan ada anak yang masuk usia 17 tahun," katanya.
Dalam memberdayakan anak-anak penyandang disabilitas, tentunya Ratri juga mengalami sejumlah tantangan. Meski begitu, dia tak pernah menyerah dan terus melakukan pelatihan sampai mereka berhasil membuat kain batik Shibori yang cantik untuk diaplikasikan dalam koleksi busana terbarunya.
"Terkadang para penyandang disabilitas mood-nya naik turun, tentunya kita mesti menyesuaikan, tapi tetap mengajarkan anak-anak untuk bertanggung jawab pada pekerjaannya," ujarnya.
Sebagai jenama fesyen, KamaKu hadir membawa filosofi yang mendalam, di mana setiap elemennya memiliki cerita dan maknanya tersendiri. Biru menjadi identitas KamaKu yang bukan hanya sekadar estetika, tapi juga melambangkan kesetiaan dan kepercayaan. Dua nilai yang menjadi fondasi hubungan yang mereka bangun bersama pelanggan, mitra, dan komunitas.
Seperti Alstroemeria, bunga yang menjadi simbol persahabatan yang setia dan saling percaya, KamaKu juga ingin tumbuh sebagai jenama yang diakui atas kehangatan dalam membangun hubungan dan kepercayaan dengan mitranya.
"Kamaku lebih dari sekadar merek fesyen, kami memiliki misi sosial yang kuat untuk menginspirasi dan memberdayakan komunitas," kata Ratri.
Melalui program pelatihan seni kain, KamaKu melibatkan penyandang disabilitas Down Syndrome, memberi mereka sarana untuk mengekspresikan kreativitas dan bakatnya. Program ini tidak hanya membantu mereka mengembangkan keterampilan artistik tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan diri.
Setiap produk Kamaku adalah hasil dari kerja keras dan dedikasi, menjadikannya bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga simbol dari inklusivitas dan pemberdayaan. Selain mendapatkan produk fesyen berkualitas tinggi dengan desain yang unik, orang-orang juga turut mendukung gerakan sosial yang berdampak positif.
Koleksi Desain Kamaku di Pekan Mode Nasional
Walaupun usianya masih terbilang muda di industri mode Tanah Air, KamaKu kerap muncul di sejumlah perhelatan pekan mode nasional. Terbaru, mereka berpartisipasi di Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) 2025.Jenama ini menampilkan koleksi teranyarnya yang bertajuk Soul Imagination sebagai perwujudan kebebasan berekspresi dalam dunia fesyen. Dirancang untuk mereka yang ingin mengekspresikan diri dengan gaya unik dan penuh makna.
"Saya sangat bangga dapat mempersembahkan koleksi ini di JMFW 2025, sebuah platform yang merayakan keragaman dan inovasi dalam dunia fashion muslim," kata Ratri.
Baca juga: Hypeprofil Sutradara Ryan Adriandhy: Merawat Mimpi Masa Kecil Menjadi Animator
Koleksi ini juga dibuat bersama komunitas penyandang disabilitas down syndrome dalam prosesnya, sehingga menambah makna yang kuat pada setiap karyanya.
Siluetnya terdiri dari atasan tunik, kemeja, turtleneck, puter, celana panjang, rok, dan gaun-gaun dengan dekorasi bunga besar. Melengkapi penampilannya para model mengenakan hijab turban dengan motif khas Shibori.
"Kami berharap koleksi ini dapat menginspirasi orang lain untuk mengekspresikan diri melalui fesyen dengan cara yang unik dan bermakna," ujar Ratri.
Selaras dengan komitmen Kamaku terhadap keberlanjutan, koleksi ini juga memanfaatkan material ramah lingkungan. Didominasi dengan Warna biru, elemen khas Kamaku, melambangkan kepercayaan dan kesetiaan, serta memperkuat filosofi brand yang berakar pada persahabatan dan empati.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.