Hypeprofil Arsitek Riri Yakub: Eksplorasi Karya Kontekstual dengan Solusi Kontemporer
20 November 2024 |
13:31 WIB
More or Less. Bisa lebih atau kurang. Lebih tepatnya berarti sesuatu yang bisa dieksplorasi lebih atau justru lebih baik diminimalisir. Itulah yang menjadi prinsip utama arsitek Riri Yakub dalam merancang bangunan. Senantiasa berupaya mencari kontekstual dalam setiap solusi yang diambil saat berkarya.
Dalam merancang bangunan, Riri berusaha untuk mengeksplorasi dari berbagai sisi, mulai dari material hingga bentuk. Namun, jika memungkinkan, bisa saja bangunan justru didesain secara sederhana dan fungsional.
"Kami selalu mencoba untuk tidak mengedepankan ego dari desain. Tapi kami selalu punya solusi, baru kemudian menawarkan prinsip-prinsip yang mau kami bawa sebagai Atelier Riri. Karena potensi di setiap proyek itu sangat beragam," katanya kepada Hypeabis.id di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Baca juga: Hari Arsitektur Sedunia 2024, Soroti Peran Arsitek Muda dalam Pembangunan Kota
Novriansyah Yakub atau yang lebih dikenal dengan nama Riri Yakub ialah salah satu arsitek muda berbakat Indonesia. Pria kelahiran 1980 ini merupakan lulusan sarjana arsitektur di Universitas Pancasila pada 2004, dan master arsitektur di Universitas Trisakti pada 2009.
Bersama biro arsitektur yang didirikannya sejak 2010, Atelier Riri, sang arsitek telah mengerjakan banyak proyek mulai dari hunian, bangunan komersial, hospitality, hingga perkantoran. Desain arsitekturnya dikenal tidak hanya berfokus pada ruang dan bentuk, tetapi juga menggabungkan unsur manusia, lingkungan, alam, cahaya, serta material.
Karya-karya arsitektural Atelier Riri kerap menghubungkan kehidupan, lingkungan sekitar, dan desain berkelanjutan dalam solusi kontemporer. Termasuk, mengedepankan desain bangunan ramah lingkungan, berkelanjutan, dan pengembangan metode konstruksi.
Meski saat ini dikenal sebagai salah satu arsitek yang produktif, Riri mengaku sempat tidak berkeinginan untuk menjadi arsitek. Kala itu, dia sempat berpikir bahwa dunia arsitek yang mengedepankan sisi teknis, tidak cocok dengan minat dan ketertarikannya.
Namun, anggapan itu perlahan berubah saat Riri bekerja sebagai editor visual di majalah desain dan arsitektur selama 6 tahun. Bertemu dengan mentor-mentor dan mendapatkan banyak informasi seputar arsitektur yang menurutnya tepat, perlahan menjadi 'bahan bakar' tersendiri bagi Riri untuk memantapkan diri berkarier sebagai arsitek secara profesional.
"Setelah 6 tahun lulus baru akhirnya bisa mantap menjadi arsitek karena proses belajarnya agak terlambat. Dan mungkin pada masa itu saya juga masih menikmati untuk menyelesaikan hal-hal kecil dibanding membuat rencana panjang untuk hal-hal yang besar," kata pria kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur ini.
Proyek arsitektur pertama yang dikerjakan Riri ialah renovasi hunian pada 2004. Sejak itu, dia sering menggarap proyek hunian yang dikerjakannya sendiri. Enam tahun berselang, dia akhirnya mendirikan biro arsitektur bernama Atelier Riri.
Keyakinannya dalam memprioritaskan fungsi daripada bentuk telah mendorong evolusi Atelier Riri menjadi studio desain multifaset yang mencakup arsitektur, interior, lanskap, dan desain produk.
Dalam mendesain, Riri biasanya akan berdiskusi dan membedah terlebih dahulu kebutuhan, hobi, selera hingga kebiasaan kliennya. Dari situ, dia akan merancang desain bangunan yang disesuaikan dengan keinginan dan harapan klien. Setelah itu, barulah dia akan mencukupi kebutuhan bangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip arsitektural.
"Dalam 5 atau 10 tahun ke depan, apakah klien akan tetap adaptif dengan rumah ini, itu juga menjadi tanggung jawab kita. Setelah itu semua terjawab atau sudah didata, terus analisa dulu, baru kita keluarin ide-ide," katanya.
Hal itu misalnya terwujud dalam proyek hunian Pirouette. Rumah yang berlokasi di BSD, Tangerang Selatan ini dirancang oleh Atelier Riri berbentuk seperti lingkaran. Nama proyek ini sendiri diambil dari bahasa Prancis dalam istilah balet yang berarti berputar.
Inspirasi itu didapat Riri dan tim lantaran sang klien yang memiliki hobi skating serta menginginkan adanya ruang seni dan yoga, sehingga akhirnya bentuk bangunan didesain bulat untuk mengakomodir kebutuhan penghuninya. "Tugas arsitek memang meyakinkan klien dengan sesuatu yang relate. Ilmu kita jadi jawaban atas selera maupun gaya hidup klien," ucapnya.
Dalam mencari inspirasi desain, Riri kerap melakukan perjalanan arsitektur ke berbagai negara. Hal itu dilakukannya untuk mendapatkan referensi yang objektif, alih-alih hanya melihat dari buku atau foto. Baginya, penting bagi arsitek untuk bersikap terbuka terhadap segala pengetahuan dan wawasan baru.
"Dalam mengambil esensi-esensi arsitektur modern dari luar negeri juga harus bijak karena konteksnya beda-beda. Plus, kita juga sebenarnya sudah punya banyak arsitektur tradisional yang menjawab berbagai masalah tropikalitas kita," ujarnya.
Selama lebih dari satu dekade berdiri, Atelier Riri saat ini menaungi sekitar 12 arsitek profesional. Beberapa proyek terkenal Atelier Riri seperti Kiri House dan Breathing House telah ditampilkan dalam publikasi arsitektur internasional termasuk Dezeen dan Majalah Mark pada 2016, juga buku House by Indonesian Architects yang diterbitkan oleh IMAJI Publishing.
Atelier Riri belum lama ini juga menggelar pameran arsitektur bertajuk More/Less Exhibiton di Tokyo, Jepang. Eksibishi ini memperkenalkan keunikan arsitektur Indonesia melalui filosofi desain dan karya-karya Atelier Riri yang unik. Tak hanya memamerkan karya, pameran ini juga menjadi ajang diskusi antara arsitek Indonesia dan Jepang untuk berbagi dan bertukar wawasan.
Termasuk, bertujuan untuk memperkenalkan kembali esensi dari arsitektur tropis Indonesia, melalui karya Atelier Riri yang mencoba menggabungkan desain fungsional dengan estetika khas tropis.
Berkarier selama hampir dua dekade sebagai arsitek profesional, salah satu tantangan yang dihadapi Riri ialah mengedukasi publik awam terkait desain dan pembangunan arsitektur yang proporsional. Terlebih, di Indonesia, kata Riri, tidak ada regulasi yang mengatur baik dari sisi keprofesian arsitek maupun standar rancang bangunan.
"Menurut saya itu jadi tantangan sekaligus peluang. Kreativitas kita bisa jauh lebih luar biasa, yang mungkin negara-negara lain enggak bisa buat karena regulasi. Jadi arsitektur dan komunitas masyarakatnya bisa lebih fleksibel," katanya.
Di sisi lain, ketiadaan regulasi itu juga yang menurutnya membuat Indonesia tidak memiliki wajah kota yang terencana, sehingga rentan terhadap berbagai persoalan seperti macet dan bencana alam banjir.
"Itu kan sebenarnya masalah regulasi aja. Kalau regulasinya benar dan sesuai, akhirnya membuat desain kota kita bagus. Desain bangunannya terjaga. Sedihnya kaya material misalnya, kita enggak punya standar sehingga yang masuk ke proyek-proyek itu adalah kompetisi harga," ujarnya.
Di tengah kondisi tersebut, sebagai arsitek, Riri berupaya untuk memberikan edukasi kepada publik terkait rancang bangun yang baik dan kontekstual dengan kebutuhan, salah satunya disebarkan melalui media sosial. Hal ini juga menurutnya penting dilakukan di tengah kesadaran masyarakat yang kian meningkat terkait pentingnya melibatkan arsitek dalam rancang bangunan.
"Sekarang sudah banyak asitek bisa survive di proyek-proyek yang skalanya kecil. Cuma lagi-lagi karena regulasinya bisa sangat fleksibel, jadi standarnya enggak ada. Kalau kita pikir jeleknya, jadi nanti semuanya bersaing harga atau sama apa. Tapi bagusnya akhirnya semua orang bisa menyentuh asitek," kata Riri.
Adapun, beberapa proyek arsitektur dan desain interior yang tengah digarap Atelier Riri saat ini mencakup rumah sakit, hingga vila dan kompleks hospitality yang berlokasi di Bogor. Termasuk, rencana residensial dan housing proyek.
Baca juga: Menyusuri Sejarah & Identitas Kota di Jakarta Architecture Festival 2024
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Dalam merancang bangunan, Riri berusaha untuk mengeksplorasi dari berbagai sisi, mulai dari material hingga bentuk. Namun, jika memungkinkan, bisa saja bangunan justru didesain secara sederhana dan fungsional.
"Kami selalu mencoba untuk tidak mengedepankan ego dari desain. Tapi kami selalu punya solusi, baru kemudian menawarkan prinsip-prinsip yang mau kami bawa sebagai Atelier Riri. Karena potensi di setiap proyek itu sangat beragam," katanya kepada Hypeabis.id di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Baca juga: Hari Arsitektur Sedunia 2024, Soroti Peran Arsitek Muda dalam Pembangunan Kota
Novriansyah Yakub atau yang lebih dikenal dengan nama Riri Yakub ialah salah satu arsitek muda berbakat Indonesia. Pria kelahiran 1980 ini merupakan lulusan sarjana arsitektur di Universitas Pancasila pada 2004, dan master arsitektur di Universitas Trisakti pada 2009.
Bersama biro arsitektur yang didirikannya sejak 2010, Atelier Riri, sang arsitek telah mengerjakan banyak proyek mulai dari hunian, bangunan komersial, hospitality, hingga perkantoran. Desain arsitekturnya dikenal tidak hanya berfokus pada ruang dan bentuk, tetapi juga menggabungkan unsur manusia, lingkungan, alam, cahaya, serta material.
Karya-karya arsitektural Atelier Riri kerap menghubungkan kehidupan, lingkungan sekitar, dan desain berkelanjutan dalam solusi kontemporer. Termasuk, mengedepankan desain bangunan ramah lingkungan, berkelanjutan, dan pengembangan metode konstruksi.
Meski saat ini dikenal sebagai salah satu arsitek yang produktif, Riri mengaku sempat tidak berkeinginan untuk menjadi arsitek. Kala itu, dia sempat berpikir bahwa dunia arsitek yang mengedepankan sisi teknis, tidak cocok dengan minat dan ketertarikannya.
Namun, anggapan itu perlahan berubah saat Riri bekerja sebagai editor visual di majalah desain dan arsitektur selama 6 tahun. Bertemu dengan mentor-mentor dan mendapatkan banyak informasi seputar arsitektur yang menurutnya tepat, perlahan menjadi 'bahan bakar' tersendiri bagi Riri untuk memantapkan diri berkarier sebagai arsitek secara profesional.
"Setelah 6 tahun lulus baru akhirnya bisa mantap menjadi arsitek karena proses belajarnya agak terlambat. Dan mungkin pada masa itu saya juga masih menikmati untuk menyelesaikan hal-hal kecil dibanding membuat rencana panjang untuk hal-hal yang besar," kata pria kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur ini.
Proyek arsitektur pertama yang dikerjakan Riri ialah renovasi hunian pada 2004. Sejak itu, dia sering menggarap proyek hunian yang dikerjakannya sendiri. Enam tahun berselang, dia akhirnya mendirikan biro arsitektur bernama Atelier Riri.
Keyakinannya dalam memprioritaskan fungsi daripada bentuk telah mendorong evolusi Atelier Riri menjadi studio desain multifaset yang mencakup arsitektur, interior, lanskap, dan desain produk.
Dalam mendesain, Riri biasanya akan berdiskusi dan membedah terlebih dahulu kebutuhan, hobi, selera hingga kebiasaan kliennya. Dari situ, dia akan merancang desain bangunan yang disesuaikan dengan keinginan dan harapan klien. Setelah itu, barulah dia akan mencukupi kebutuhan bangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip arsitektural.
"Dalam 5 atau 10 tahun ke depan, apakah klien akan tetap adaptif dengan rumah ini, itu juga menjadi tanggung jawab kita. Setelah itu semua terjawab atau sudah didata, terus analisa dulu, baru kita keluarin ide-ide," katanya.
Hal itu misalnya terwujud dalam proyek hunian Pirouette. Rumah yang berlokasi di BSD, Tangerang Selatan ini dirancang oleh Atelier Riri berbentuk seperti lingkaran. Nama proyek ini sendiri diambil dari bahasa Prancis dalam istilah balet yang berarti berputar.
Inspirasi itu didapat Riri dan tim lantaran sang klien yang memiliki hobi skating serta menginginkan adanya ruang seni dan yoga, sehingga akhirnya bentuk bangunan didesain bulat untuk mengakomodir kebutuhan penghuninya. "Tugas arsitek memang meyakinkan klien dengan sesuatu yang relate. Ilmu kita jadi jawaban atas selera maupun gaya hidup klien," ucapnya.
Dalam mencari inspirasi desain, Riri kerap melakukan perjalanan arsitektur ke berbagai negara. Hal itu dilakukannya untuk mendapatkan referensi yang objektif, alih-alih hanya melihat dari buku atau foto. Baginya, penting bagi arsitek untuk bersikap terbuka terhadap segala pengetahuan dan wawasan baru.
"Dalam mengambil esensi-esensi arsitektur modern dari luar negeri juga harus bijak karena konteksnya beda-beda. Plus, kita juga sebenarnya sudah punya banyak arsitektur tradisional yang menjawab berbagai masalah tropikalitas kita," ujarnya.
Selama lebih dari satu dekade berdiri, Atelier Riri saat ini menaungi sekitar 12 arsitek profesional. Beberapa proyek terkenal Atelier Riri seperti Kiri House dan Breathing House telah ditampilkan dalam publikasi arsitektur internasional termasuk Dezeen dan Majalah Mark pada 2016, juga buku House by Indonesian Architects yang diterbitkan oleh IMAJI Publishing.
Atelier Riri belum lama ini juga menggelar pameran arsitektur bertajuk More/Less Exhibiton di Tokyo, Jepang. Eksibishi ini memperkenalkan keunikan arsitektur Indonesia melalui filosofi desain dan karya-karya Atelier Riri yang unik. Tak hanya memamerkan karya, pameran ini juga menjadi ajang diskusi antara arsitek Indonesia dan Jepang untuk berbagi dan bertukar wawasan.
Termasuk, bertujuan untuk memperkenalkan kembali esensi dari arsitektur tropis Indonesia, melalui karya Atelier Riri yang mencoba menggabungkan desain fungsional dengan estetika khas tropis.
Berkarier selama hampir dua dekade sebagai arsitek profesional, salah satu tantangan yang dihadapi Riri ialah mengedukasi publik awam terkait desain dan pembangunan arsitektur yang proporsional. Terlebih, di Indonesia, kata Riri, tidak ada regulasi yang mengatur baik dari sisi keprofesian arsitek maupun standar rancang bangunan.
"Menurut saya itu jadi tantangan sekaligus peluang. Kreativitas kita bisa jauh lebih luar biasa, yang mungkin negara-negara lain enggak bisa buat karena regulasi. Jadi arsitektur dan komunitas masyarakatnya bisa lebih fleksibel," katanya.
Di sisi lain, ketiadaan regulasi itu juga yang menurutnya membuat Indonesia tidak memiliki wajah kota yang terencana, sehingga rentan terhadap berbagai persoalan seperti macet dan bencana alam banjir.
"Itu kan sebenarnya masalah regulasi aja. Kalau regulasinya benar dan sesuai, akhirnya membuat desain kota kita bagus. Desain bangunannya terjaga. Sedihnya kaya material misalnya, kita enggak punya standar sehingga yang masuk ke proyek-proyek itu adalah kompetisi harga," ujarnya.
Di tengah kondisi tersebut, sebagai arsitek, Riri berupaya untuk memberikan edukasi kepada publik terkait rancang bangun yang baik dan kontekstual dengan kebutuhan, salah satunya disebarkan melalui media sosial. Hal ini juga menurutnya penting dilakukan di tengah kesadaran masyarakat yang kian meningkat terkait pentingnya melibatkan arsitek dalam rancang bangunan.
"Sekarang sudah banyak asitek bisa survive di proyek-proyek yang skalanya kecil. Cuma lagi-lagi karena regulasinya bisa sangat fleksibel, jadi standarnya enggak ada. Kalau kita pikir jeleknya, jadi nanti semuanya bersaing harga atau sama apa. Tapi bagusnya akhirnya semua orang bisa menyentuh asitek," kata Riri.
Adapun, beberapa proyek arsitektur dan desain interior yang tengah digarap Atelier Riri saat ini mencakup rumah sakit, hingga vila dan kompleks hospitality yang berlokasi di Bogor. Termasuk, rencana residensial dan housing proyek.
Baca juga: Menyusuri Sejarah & Identitas Kota di Jakarta Architecture Festival 2024
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.