Begini Cara Menyusun Resolusi Tahun Baru Biar Enggak Sekadar Omong
26 December 2024 |
14:28 WIB
Mungkin saja resolusi tahun baru diciptakan bukan untuk diwujudkan, tetapi untuk digagalkan—mirip dengan anggapan bahwa aturan dibuat untuk dilanggar. Setiap akhir dan awal tahun, banyak orang sibuk menyusun daftar resolusi. Mulai dari hidup sehat, perbaikan karier, hingga urusan asmara.
Namun, dari sekian banyak resolusi yang dibuat, berapa yang benar-benar terealisasi? Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 9 persen orang yang berhasil mencapai resolusi mereka. Sisanya? Sebagian besar menyerah dalam hitungan minggu atau bulan pertama setelah resolusi itu dibuat.
Baca juga: Hypereport: Refleksi dan Resolusi Perancang Busana di Lanskap Mode Lokal & Global
Sebuah survei juga menunjukkan gambaran yang suram. Studi dari aplikasi kebugaran Strava terhadap sekitar 800 juta aktivitas memprediksi bahwa hampir 80 persen orang yang membuat resolusi Tahun Baru akan meninggalkannya pada 19 Januari.
Pada 1980-an, dikutip dari ordis.europa.eu, Dr. Norcross melakukan studi tentang resolusi. Sekitar 40?ri 200 relawan tetap bertahan dengan resolusinya setelah 6 bulan.
Setelah 2 tahun, persentase tersebut turun menjadi 19 persen. Penelitian berikutnya pada 1990-an dengan sampel acak 159 orang yang membuat resolusi dan 123 orang yang tidak, menunjukkan hasil serupa, sekitar 40 persen berhasil.
Pertanyaannya, kenapa banyak dari kita, mungkin termasuk saya dan Anda, gagal dalam menggapai resolusi?
Pragya Agarwal dari Universitas Loughborough, Inggris, dalam artikelnya di The Conversation, menyebutkan bahwa salah satu alasan utama mengapa resolusi gagal sebelum akhir Januari adalah karena resolusi tersebut terlalu samar.
Kita cenderung fokus pada hal-hal yang sulit diukur, seperti menjadi lebih sehat atau lebih bahagia, tanpa mendefinisikan dengan jelas apa artinya itu, atau menghasilkan lebih banyak uang tanpa rencana atau jumlah yang spesifik.
Selain itu, salah satu penyebab lainnya adalah resolusi sering kali dibuat tanpa adanya kebutuhan mendesak untuk berubah. Bagi banyak orang, menyusun resolusi tidak lebih dari tradisi tahunan atau sekadar ikut-ikutan. Tanpa dorongan pribadi yang kuat, resolusi hanya akan menjadi kata-kata kosong yang tidak diikuti dengan tindakan nyata.
Ketidaksiapan menghadapi hambatan juga menjadi faktor besar dalam kegagalan resolusi. Ambil contoh keinginan menurunkan berat badan. Saat dihadapkan pada godaan makanan atau kemalasan untuk berolahraga, banyak yang menyerah begitu saja.
Tanpa kesiapan mental dan strategi untuk menghadapinya, rintangan sepele pun bisa membuat kita mundur. Ketidaksiapan ini membuat kita lebih mudah mencari alasan untuk berhenti.
Masalah lainnya adalah kecenderungan membuat resolusi yang terlalu ambisius. Kita bermimpi besar tetapi lupa untuk memecahnya menjadi langkah-langkah kecil yang lebih terukur. Padahal, setiap tujuan besar harus dimulai dari langkah kecil yang konkret. Misalnya, daripada langsung ingin turun 20 kilogram, kita bisa mulai dengan mengganti camilan harian dengan buah-buahan.
Lebih dari itu, banyak dari kita juga tidak memiliki sistem atau dukungan yang memastikan kita tetap berada di jalur. Tanpa akuntabilitas, motivasi kita akan mudah memudar di tengah jalan. Tanpa ada orang yang mengingatkan atau memantau perkembangan, kita cenderung kehilangan arah dan menyerah begitu saja.
Keempat alasan ini adalah akar masalah mengapa resolusi kita sering kali buntu di tengah jalan. Menyusun resolusi memang terlihat mudah, tetapi mewujudkannya membutuhkan kerja keras, perencanaan yang matang, dan strategi yang jelas.
Sama seperti perusahaan yang menetapkan target bisnis, individu juga perlu menyusun strategi untuk menggapai resolusi mereka. Tanpa itu, resolusi hanya akan menjadi formalitas yang berulang setiap tahun.
Kendati sering gagal, kita tetap membutuhkan resolusi. Metode ini berfungsi sebagai pernyataan formal atas sebuah keputusan atau tujuan, memberikan kejelasan dan arah untuk bertindak. Dalam kehidupan pribadi, misalnya, resolusi Tahun Baru membantu seseorang menetapkan langkah-langkah untuk memperbaiki diri.
Sementara itu, dalam konteks profesional, resolusi dapat diambil oleh dewan perusahaan untuk menyetujui keputusan bisnis penting. Intinya, resolusi membantu individu maupun organisasi mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan secara aktif bekerja untuk mencapainya.
Namun, resolusi bukan hanya sekadar harapan kosong. Kuncinya adalah membalikkan penyebab kegagalan menjadi strategi keberhasilan. Resolusi yang efektif dimulai dari kebutuhan yang mendesak dan alasan pribadi yang kuat.
Kita juga harus mengenali potensi hambatan dan mempersiapkan langkah antisipasi untuk menghadapinya. Langkah kecil sangat penting karena keberhasilan bukanlah hasil dari lompatan besar, tetapi akumulasi dari langkah-langkah kecil yang konsisten. Jangan lupa untuk merayakan pencapaian kecil sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri.
Hal yang tak kalah penting adalah membangun akuntabilitas. Libatkan orang-orang di sekitar Anda, teknologi, atau bahkan pelatih profesional untuk memastikan Anda tetap berada di jalur yang benar. Dengan begitu, resolusi tidak lagi menjadi sekadar daftar keinginan, tetapi sebuah komitmen terhadap perubahan diri.
Konsistensi adalah kunci. Semalas apa pun, ingatlah tujuan awal Anda. Jangan biarkan resolusi hanya menjadi ritual kosong setiap pergantian tahun. Tahun ini, mari kita ubah cara berpikir dan bertindak. Selamat beresolusi!
Baca juga: 6 Ide Resolusi Tahun Baru 2024: Kesehatan hingga Percintaan
Editor: Puput Ady Sukarno
Namun, dari sekian banyak resolusi yang dibuat, berapa yang benar-benar terealisasi? Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 9 persen orang yang berhasil mencapai resolusi mereka. Sisanya? Sebagian besar menyerah dalam hitungan minggu atau bulan pertama setelah resolusi itu dibuat.
Baca juga: Hypereport: Refleksi dan Resolusi Perancang Busana di Lanskap Mode Lokal & Global
Sebuah survei juga menunjukkan gambaran yang suram. Studi dari aplikasi kebugaran Strava terhadap sekitar 800 juta aktivitas memprediksi bahwa hampir 80 persen orang yang membuat resolusi Tahun Baru akan meninggalkannya pada 19 Januari.
Pada 1980-an, dikutip dari ordis.europa.eu, Dr. Norcross melakukan studi tentang resolusi. Sekitar 40?ri 200 relawan tetap bertahan dengan resolusinya setelah 6 bulan.
Setelah 2 tahun, persentase tersebut turun menjadi 19 persen. Penelitian berikutnya pada 1990-an dengan sampel acak 159 orang yang membuat resolusi dan 123 orang yang tidak, menunjukkan hasil serupa, sekitar 40 persen berhasil.
Pertanyaannya, kenapa banyak dari kita, mungkin termasuk saya dan Anda, gagal dalam menggapai resolusi?
Pragya Agarwal dari Universitas Loughborough, Inggris, dalam artikelnya di The Conversation, menyebutkan bahwa salah satu alasan utama mengapa resolusi gagal sebelum akhir Januari adalah karena resolusi tersebut terlalu samar.
Kita cenderung fokus pada hal-hal yang sulit diukur, seperti menjadi lebih sehat atau lebih bahagia, tanpa mendefinisikan dengan jelas apa artinya itu, atau menghasilkan lebih banyak uang tanpa rencana atau jumlah yang spesifik.
Selain itu, salah satu penyebab lainnya adalah resolusi sering kali dibuat tanpa adanya kebutuhan mendesak untuk berubah. Bagi banyak orang, menyusun resolusi tidak lebih dari tradisi tahunan atau sekadar ikut-ikutan. Tanpa dorongan pribadi yang kuat, resolusi hanya akan menjadi kata-kata kosong yang tidak diikuti dengan tindakan nyata.
Ketidaksiapan menghadapi hambatan juga menjadi faktor besar dalam kegagalan resolusi. Ambil contoh keinginan menurunkan berat badan. Saat dihadapkan pada godaan makanan atau kemalasan untuk berolahraga, banyak yang menyerah begitu saja.
Tanpa kesiapan mental dan strategi untuk menghadapinya, rintangan sepele pun bisa membuat kita mundur. Ketidaksiapan ini membuat kita lebih mudah mencari alasan untuk berhenti.
Masalah lainnya adalah kecenderungan membuat resolusi yang terlalu ambisius. Kita bermimpi besar tetapi lupa untuk memecahnya menjadi langkah-langkah kecil yang lebih terukur. Padahal, setiap tujuan besar harus dimulai dari langkah kecil yang konkret. Misalnya, daripada langsung ingin turun 20 kilogram, kita bisa mulai dengan mengganti camilan harian dengan buah-buahan.
Lebih dari itu, banyak dari kita juga tidak memiliki sistem atau dukungan yang memastikan kita tetap berada di jalur. Tanpa akuntabilitas, motivasi kita akan mudah memudar di tengah jalan. Tanpa ada orang yang mengingatkan atau memantau perkembangan, kita cenderung kehilangan arah dan menyerah begitu saja.
Keempat alasan ini adalah akar masalah mengapa resolusi kita sering kali buntu di tengah jalan. Menyusun resolusi memang terlihat mudah, tetapi mewujudkannya membutuhkan kerja keras, perencanaan yang matang, dan strategi yang jelas.
Sama seperti perusahaan yang menetapkan target bisnis, individu juga perlu menyusun strategi untuk menggapai resolusi mereka. Tanpa itu, resolusi hanya akan menjadi formalitas yang berulang setiap tahun.
Kendati sering gagal, kita tetap membutuhkan resolusi. Metode ini berfungsi sebagai pernyataan formal atas sebuah keputusan atau tujuan, memberikan kejelasan dan arah untuk bertindak. Dalam kehidupan pribadi, misalnya, resolusi Tahun Baru membantu seseorang menetapkan langkah-langkah untuk memperbaiki diri.
Sementara itu, dalam konteks profesional, resolusi dapat diambil oleh dewan perusahaan untuk menyetujui keputusan bisnis penting. Intinya, resolusi membantu individu maupun organisasi mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan secara aktif bekerja untuk mencapainya.
Namun, resolusi bukan hanya sekadar harapan kosong. Kuncinya adalah membalikkan penyebab kegagalan menjadi strategi keberhasilan. Resolusi yang efektif dimulai dari kebutuhan yang mendesak dan alasan pribadi yang kuat.
Kita juga harus mengenali potensi hambatan dan mempersiapkan langkah antisipasi untuk menghadapinya. Langkah kecil sangat penting karena keberhasilan bukanlah hasil dari lompatan besar, tetapi akumulasi dari langkah-langkah kecil yang konsisten. Jangan lupa untuk merayakan pencapaian kecil sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri.
Hal yang tak kalah penting adalah membangun akuntabilitas. Libatkan orang-orang di sekitar Anda, teknologi, atau bahkan pelatih profesional untuk memastikan Anda tetap berada di jalur yang benar. Dengan begitu, resolusi tidak lagi menjadi sekadar daftar keinginan, tetapi sebuah komitmen terhadap perubahan diri.
Konsistensi adalah kunci. Semalas apa pun, ingatlah tujuan awal Anda. Jangan biarkan resolusi hanya menjadi ritual kosong setiap pergantian tahun. Tahun ini, mari kita ubah cara berpikir dan bertindak. Selamat beresolusi!
Baca juga: 6 Ide Resolusi Tahun Baru 2024: Kesehatan hingga Percintaan
Editor: Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.