Desainer Lenny Agustin di runway Spotlight 2024 (Sumber Foto: IFC)

Hypereport: Refleksi dan Resolusi Perancang Busana di Lanskap Mode Lokal & Global

18 December 2024   |   14:33 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

2024 menjadi perjalanan yang penuh warna bagi seorang perancang busana, dengan berbagai tantangan, pencapaian, dan momen refleksi yang memperkaya perjalanan kreatifnya. Setiap desain rancangannya menjadi saksi dari transformasi pribadi dan profesional yang mengekspresikan cerita, tren, dan inovasi.

Pada penghujung tahun ini, tibalah momen untuk mengevaluasi langkah-langkah yang telah diambil, merayakan keberhasilan, serta memahami setiap pelajaran berharga. Bersamaan dengan itu, mereka mulai merancang resolusi 2025 untuk menciptakan karya yang lebih berani, inklusif, dan berkelanjutan, sekaligus menegaskan posisinya dalam industri mode yang kompetitif, baik di lanskap lokal dan global.

Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Cerita Eksplorasi & Inovasi Para Sineas Sepanjang 2024-2025
2. Hypereport Resolusi 2025: Cerita Seniman Mengeksplorasi Diri di Tahun Baru
3. Hypereport: Daftar Musisi Indonesia Terproduktif 2024, Bernadya hingga Lyodra
4. Hypereport Resolusi 2025: Menanti Kejutan Karya Segar Para Musisi Sambut Warsa Anyar
5. Hypereport: Deretan Sutradara Indonesia Terproduktif Sepanjang 2024

 


Lenny Agustin, desainer kenamaan Tanah Air yang dikenal lewat rancangan kebaya bergaya funky, kembali menatap 2024 dengan penuh rasa syukur. Awal tahun ini, dia dilantik sebagai National Chair Indonesian Fashion Chamber (IFC) periode 2024-2027.

Adapun Lenny menggantikan Ali Charisma yang sebelumnya menjabat dua periode. IFC sendiri dibentuk pada 16 Desember 2015 lalu sebagai wadah bagi para perancang mode dari seluruh Tanah Air untuk tumbuh bersama, serta menjadikan industri fesyen Indonesia semakin kuat.

Sebagai ketua IFC, Lenny telah sukses menggelar sejumlah pekan mode besar yakni Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW), MUFFEST+, IN2MF, dan SPOTLIGHT Indonesia. Tak ketinggalan ada juga gelaran Fashion Trend yang diselenggarakan di kota-kota besar Indonesia, seperi Yogyakarta, Surabaya,  Bali, dan masih banyak lagi.

"Tahun ini ada banyak pencapaian, kalau aku yang penting kerja dan kerja aja, terus mengembangkan bisnis, menjalankan program-program IFC, dan masih menyelesaikan kuliah S3 juga di UI," kata Lenny.

Di samping itu, sebagai desainer, wanita yang kerap mengenakan kebaya Kutubaru bergaya funky tersebut, tahun ini banyak meluncurkan karya-karya busana baru khususnya kebaya yang dipresentasikan di pekan mode nasional dan internasional.

Lenny memang sangat tertarik mengeksplorasi busana tradisional seperti kebaya. Tentunya tanpa menyalahi pakem-pakem tradisional, dia menciptakan kebaya bergaya playful, funky, dan edgy dari bahan-bahan ringan seperti katun dan poliester dengan warna bertabrakan dan motif-motif ceria. 

Karya Busananya yang bertemakan Dark Romance ditampilkan di pekan mode internasional, Front Row Paris yang dihelat di Salle Wagram. Paris dan ASEAN International Fashion Week (AIFW) di Singapura.

Dark Romance dimaknai sebagai percintaan rahasia yang misterius dan rasa insecure, namun penuh dengan godaan dan harapan yang membuncah. Berkolaborasi dengan brand sepatu lokal Tegep Boots, koleksi busananya terdiri dari kebaya-kebaya serba hitam dengan motif bunga warna-warni seperti merah, pink, krem, serta hijau untuk dedaunan yang mengungkapkan hasrat terpendam.

 

 
Adapun Front Row Paris merupakan perhelatan mode yang ditargetkan sebagai pintu masuk bagi desainer dan jenama fesyen Indonesia untuk menjaring buyer mancanegara, khususnya Eropa. Sementara ASEAN International Fashion Week (AIFW) juga merupakan ajang mode yang bertujuan untuk memperkenalkan talenta-talenta luar biasa dalam dunia Fashion di negara-negara Asean.

Tak ketinggalan, Lenny juga mempresentasikan karya busananya di pekan mode nasional. Terbaru ada Spotlight Indonesia, di mana dia meluncurkan koleksi bertajuk UNPOETRY. Menghadirkan model-model kebaya seperti Kutubaru dan Encim yang diberi sentuhan modern.

"Di Spotlight Indonesia, saya menampilkan koleksi baru judulnya Unpoetry, terdiri dari kebaya-kebaya yang semuanya menggunakan warna putih bernuansa romantis," kata Lenny Agustin.

Kalau biasanya kebaya dipadukan dengan kain wastra, dia memadukannya dengan rok dan celana, serta sentuhan dekoratif seperti lace dan tulle. Menciptakan persepsi baru bahwa kebaya bisa digunakan dengan gaya kasual untuk aktivitas santai.
 

Koleksi Kebaya Unpoetry (Sumber Foto: IFC)

Koleksi Kebaya Unpoetry (Sumber Foto: IFC)

 
Kebaya Kutubaru ditambahkan bordir bunga-bunga dan bahan tulle pada lengannya, lalu dipadukan dengan rok pendek yang bagian bawahnya dihiasi renda jaring-jaring bertumpuk. Ada juga kebaya encim yang pada bagian lengannya diberi renda menciptakan nuansa feminin. Dipadukan dengan rok lipit lebar dan renda cantik pada ujungnya.  
 
Kedepannya Lenny berharap bisa menyambut 2025 dengan pencapaian-pencapaian besar untuk kariernya, baik sebagai perancang busana maupun ketua IFC. Dia juga telah membocorkan sejumlah program yang akan dilakukan di tahun keduanya memimpin organisasi mode terbesar di Indonesia tersebut. 

"Semoga 2025 nanti bisnis aku bisa lebih dikenal luas lagi dan untuk IFC semoga organisasi ini makin solid dan program-programnya bisa bermanfaat untuk para anggota dan masyarakat luas," ujar Lenny.

Lebih lanjut dia berujar, IFC selalu menjadi melting pot untuk seluruh pelaku industri fesyen, para anggotanya tidak hanya aktif di Jakarta tapi seluruh daerah Indonesia. Saat ini anggotanya kurang lebih 250 desainer dan komunitasnya berjumlah ribuan.
 
"Selain menggelar event fesyen show besar seperti tahun-tahun sebelumnya, kita juga mengadakan program pelatihan, edukasi dan riset, pengembangan bisnis dan produk untuk para desainer dan itu terus berlanjut dan konsisten dilakukan dari tahun ke tahun," katanya. 

Lenny sendiri ingin IFC melakukan semua kegiatan yang berhubungan dengan fesyen dari hulu ke hilir. Tak hanya memberikan pelatihan bagi para desainer untuk meningkatkan bisnisnya, tapi juga bekerja sama dengan siswa-siswi sekolah mode untuk mempersiapkan generasi baru calon-calon perancang busana yang lebih berkualitas.
 

Hannie Hananto Targetkan Pasar Mode Afrika

 

Hannie Hananto (Sumber Foto: IFC)

Hannie Hananto (Sumber Foto: IFC)


Pelaku industri mode lainnya yang juga melewati 2024 dengan penuh pencapaian adalah Hannie Hananto. Desainer yang memiliki latar belakang pendidikan arsitektur tersebut telah memulai kariernya sejak 2009 sebagai perancang busana muslim. 

Sepanjang kariernya, Hannie Hananto pernah beberapa kali membawa karya busananya ke mancanegara seperti Amerika Serikat, Prancis, Maroko, Korea Selatan, dan lainnya. Memperkenalkan gaya berpakaian busana muslim yang sarat unsur budaya Indonesia.

Tahun ini juga dia rutin mempresentasikan karyanya di sejumlah Event fesyen show besar dalam negeri seperti Muffest+, lewat koleksi berjudul China Blues terinspirasi dari ukiran keramik asal negri tirai bambu tersebut. Ada juga karyanya yang ditampilkan di IN2MF (Indonesia International Modest Fashion Festival) dan SPOTLIGHT Indonesia yang terinspirasi dari budaya Afrika.
 
Ini sesuai dengan resolusinya sebagai desainer untuk 2025 mendatang, Hannie Hananto ingin membidik pasar negara-negara di benua Afrika karena ada kesamaan selera berpakaian antara orang-orang di sana dengan masyarakat Indonesia. Hal ini juga dipengaruhi oleh iklim Indonesia dan benua Afrika yang tidak jauh berbeda, sehingga kebutuhan akan pakaian yang nyaman menurutnya bisa menjadi peluang besar.

"Saya ada keinginan besar untuk ekspor ke Afrika suatu hari nanti, masyarakat di sana sepertinya membutuhkan jenis kain seperti batik yang sejuk," katanya.
 

Koleksi busana Hannie HAnanto yang terinspirasi budaya Afrika (Sumber Foto: IFC)

Koleksi busana Hannie Hananto yang terinspirasi budaya Afrika (Sumber Foto: IFC)


Sebagai upaya menyasar pasar negara-negara Afrika, Hannie Hananto menampilkan koleksi busana yang terinspirasi dari budaya Afrika bertajuk Imaginology. Berkolaborasi dengan Batik Huza asal Pekalongan, menghadirkan potongan gaun-gaun oversize, outer, tunik, dan celana komprang dengan motif-motif geometris dari batik cap Pekalongan. 

"Saya terinspirasi dari motif tradisional suku Afrika, seperti Kabyle, Bogolan, Samakaka, Lateisi, Lamba, Khan Ga, dan Kikoi, seperti bentuk gelombang dan garis-garis," katanya.

Motif-motif yang dihadirkan seperti pola-pola gelombang yang melambangkan dinamika kehidupan serta garis-garis yang menggambarkan kekayaan alam. Koleksi ini juga mencerminkan interpretasi pribadi Hannie Hananto terhadap kesan eksotik dan vibran dari Afrika dan dipadukan dengan budaya Indonesia.

Tantangan dalam pembuatan koleksi busana yang terinspirasi dari budaya Afrika ini terletak pada pembuatan motifnya. Dibutuhkan waktu cukup lama sekitar 3-4 bulan, termasuk untuk mencelup, mengecap, dan menyesuaikan warnanya. 

"Dalam koleksi ini juga ada topi tradisional masyarakat Kongo, saya pakainya kombinasi warna hitam putih, merah," terang dia.

Sebagai upaya mewujudkan resolusinya menembus pasar Afrika, Hannie Hananto berharap para desainer seperti dirinya bisa mendapatkan berbagai dukungan dari Pemerintah Indonesia. Dengan begitu, suatu hari nanti dia bisa membawa koleksinya ke negara-negara Afrika dan melakukan ekspor dalam jumlah besar.

"Harapannya semoga pemerintah Indonesia mulai menargetkan pasar mode Afrika, misalnya dengan bantuan KBRI menggelar trade show [pameran dagang]," katanya.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Sinopsis Film Horor Nosferatu, Tayang di Bioskop 25 Desember 2025

BERIKUTNYA

Ide Acara Natal yang Unik & Menarik di Kantor

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: