Lenny Agustin (Sumber Foto: Instagram/@lennyagustin18)

Eksklusif Desainer Lenny Agustin: Masa Depan Mode Tanah Air dan Indonesian Fashion Chamber

08 November 2024   |   07:00 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Lenny Agustin, desainer kenamaan Tanah Air yang dikenal lewat rancangan kebaya bergaya funky, kini sosoknya memiliki pengaruh besar di industri mode Indonesia. Awal 2024 ini, Lenny dilantik sebagai National Chair Indonesian Fashion Chamber (IFC) periode 2024-2027.

Adapun Lenny menggantikan Ali Charisma yang sebelumnya menjabat dua periode. IFC sendiri dibentuk pada 16 Desember 2015 lalu sebagai wadah bagi para perancang mode dari seluruh Tanah Air untuk tumbuh bersama, serta menjadikan industri fesyen Indonesia semakin kuat.

Menengok kembali perjalanan kariernya, wanita yang identik dengan gaya playful, dengan rambut yang dicat terang dan kerap mengenakan kebaya Kutubaru funky tersebut, berkiprah di kancah mode Indonesia sejak 2001.

Baca juga: Fesyen Keberlanjutan di Indonesia, Tren Green & Trendy dengan Sentuhan Wastra

Lenny menempuh pendidikan S1 Fakultas Seni Rupa desain produk peminatan mode dan busana Institut Kesenian Jakarta (IKJ) 2014. Dilanjutkan ke jenjang S2 Sekolah Pascasarjana IKJ jurusan seni urban dan industri budaya 2018, lalu program doktoral di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Dia juga telah menyelesaikan pendidikan mode di tiga sekolah, mulai dari Akademi Seni Rupa dan Desain Mode Iswi, LaSalle College Jakarta, dan Bunka School of Fashion.

Kiprahnya di kancah mode Tanah Air sangat berani dan menginspirasi. Sejak 2001, Lenny memang sangat tertarik mengeksplorasi busana tradisional seperti kebaya. Tentunya tanpa menyalahi pakem-pakem tradisional, dia menciptakan kebaya funky dari bahan-bahan ringan seperti katun dan poliester dengan warna bertabrakan dan motif-motif ceria. 
 

Sepanjang perjalanannya sebagai desainer, Lenny telah meraih berbagai penghargaan seperti ELLE Style Award in Association with POND’S 2011 sebagai “Woman Designer of The Year”, serta menjadi salah satu dari 25 “Inspiring Woman 2014” versi majalah Marie Claire.

Lenny juga berpartisipasi dalam sejumlah peragaan busana level nasional sampai internasional. Beberapa di antaranya seperti Festival Kebaya Banyuwangi, Surabaya, Jogja, Bali, dan Jakarta Fashion Week, Japan Fashion Week, Who's Next Paris, Mad Mood Fashion Week Milano, Asean Digital Fashion, dan masih banyak lagi.

Nah Genhype, kali ini kita akan berbincang-bincang dengan desainer Lenny Agustin yang kini menjadi wajah baru dari Indonesian Fashion Chamber. Pada kesempatan ini, Lenny membagikan pemikiran-pemikiran inovatif dan kreatifnya mengenai arah industri mode Tanah Air, serta upaya-upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat modest fesyen dunia. 


Bagaimana Anda melihat industri mode Indonesia dalam beberapa tahun ke belakang?

Pertumbuhan industri mode Indonesia bergerak ke arah yang lebih baik. Sekarang sudah banyak desainer yang berpartisipasi di pekan mode dunia, seperti London, New York, Milan, dan Paris Fashion Week, baik dalam bentuk slot peragaan busana atau exhibition.

Kehadiran marketplace juga banyak membantu desainer untuk menjual produknya, karena dulu hanya bisa beli lewat butik saja, itupun pembelinya hanya kalangan tertentu dan itu-itu lagi. Sekarang, baik desainer baru dan lama punya pasar yang sama.


Bagaimana dengan peluang desainer Indonesia untuk melebarkan sayapnya ke kancah internasional?

Dulu sangat sulit sekali desainer Indonesia untuk ikut pekan mode internasional, karena namanya masih timbul dan tenggelam. Sekarang lebih mudah, karena eventnya juga sudah banyak dan terbuka akses menuju kesana.

IFC sendiri menyelenggarakan Indonesia International Modest Fashion Festival (IN2MF) yang sudah digelar di beberapa kota di dunia seperti Kuala Lumpur, Dubai, Istanbul, dan Paris. Ajang ini menampilkan produk-produk busana modest dari desainer Indonesia yang siap merambah pasar global dari segi kualitas, kuantitas, inovasi, dan tren terkini.
 

Apakah karya-karya busana desainer Indonesia punya daya saing di pasar global?  

Indonesia setiap tahunnya selalu mengirimkan desainer-desainer untuk show di luar negeri, karya-karyanya juga tidak kalah bagus dari negara lain, Tapi sayangnya tujuan mereka ke sana semata-mata hanya untuk branding saja, supaya orang-orang tahu kalau brand ini sudah pernah show di fashion week.

Mereka kurang ambisius saat menjual produknya. Produk yang dibawa pun sedikit, padahal setelah show besar sekali peluang untuk mengenalkan produk-produknya ke pembeli mancanegara. Akhirnya mereka jualan di dalam negeri lagi karena memang pasarnya memang besar di negara sendiri, terutama busana modest.

Tapi, bukan berarti desainer yang show di luar negeri pulang dengan tangan kosong. Kita mendapat pemberitaan di media massa internasional, dari sana semoga harapannya bisa menarik pasar yang lebih luas.


Selama ini apa saja tantangan desainer Indonesia untuk menjual produknya di pasar global?

Desainer Indonesia masih meraba-raba selera pasar internasional. Kita memang punya keunikan dari wastra dan desain busana muslim yang kreatif, tapi tetap saja perlu belajar menyesuaikan market internasional, misalnya bagaimana gaya berpakaian orang-orang di negara dengan empat musim.

Kita perlu menyelenggarakan fashion show dan membawa desainer Indonesia ke negara-negara yang membutuhkan busana muslim, misalnya Turki dan kawasan timur tengah lainnya. Tapi sekarang justru produk-produk hijab Turki banyak yang masuk ke Indonesia.

Selain itu, Afrika yang selera fesyennya mirip dengan kita, mereka suka wastra dengan motif-motif ramai dan warna mencolok. Bisa juga negara-negara di kawasan Eropa yang punya banyak penduduk muslim. Pembeli internasional biasanya suka jaket maupun outer-outer serupa karena mereka ada musim dingin.


Apakah Indonesia bisa mencapai target sebagai pusat modest fashion dunia?

Indonesia sebenarnya sudah jadi kiblat modest fashion dunia. Event modest fashion terbesar hanya ada di Indonesia, seperti JMFW, IN2MF, dan Muffest+ tidak ada negara lain yang punya acara sebesar ini. Ajang ini juga berhasil mendatangkan sejumlah buyers internasional dari berbagai negara, bahkan jenama dari negara tetangga seperti Malaysia pun ikut berjualan di Indonesia.

Pekan mode JMFW, mendatangkan buyer internasional dari Jepang, Amerika Serikat, Mesir, Australia, Meksiko, dan lainnya. Ini nantinya akan menjadi tantangan tersendiri bagi desainer, rumah mode, dan industri terkait. Terutama dilihat dari keseriusannya, misalnya apakah sudah siap produksi massal dan menghasilkan pakaian-pakaian berkualitas yang sesuai standar perdagangan internasional.

Buyer internasional umumnya memesan dalam jumlah fantastis. Misalnya departemen store, sekalipun hanya memesan satu item, jumlah pesanannya bisa minimal lima ribu pcs. Oleh karenanya, pelaku industri mode harus siap dan serius dalam memenuhi target.


Kendati optimistis jadi pusat modest fashion dunia, berdasarkan laporan SGIE 2023/2024, Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Turki dan Malaysia, bagaimana tanggapan Anda?

Sebenarnya kurang fair, predikat pusat modest fesyen dunia hanya ditentukan dari penjualan internasional saja, padahal ada aspek lainnya yang bisa dijadikan penilaian, misalnya kapabilitas suatu negara untuk menyelenggarakan event-event modest fesyen. 

Secara transaksi, penjualan B2B memang belum semasif yang kita inginkan. Kita juga berusaha mengundang sejumlah buyers dari negara lain, tapi memang tidak cepat berdampak. Kalau semua orang di dunia belanja baju muslim di Indonesia, barulah kita bisa mendeklarasikan diri sebagai pusat modest fesyen dunia.

Tapi kalau secara penyelenggaraan acara modest fashion, Indonesia sudah bisa mengklaim sebagai pusat modest fashion dunia, karena kita punya tiga event besar, yakni JMFW, IN2MF, dan Muffest+.

 
Seperti apa peran IFC untuk meningkatkan kualitas desainer dan  emajukan industri mode Tanah Air? 

IFC selalu menjadi melting pot untuk seluruh pelaku industri fesyen, para anggotanya tidak hanya aktif di Jakarta tapi seluruh daerah Indonesia. Saat ini anggotanya ada 250 desainer kurang lebih dan komunitasnya berjumlah ribuan.

Kegiatannya mulai dari pelatihan desainer, menyelenggarakan peragaan busana, sampai bussines matching. Kita mempertemukan pelaku industri mode seperti kosmetik, tekstil, aksesori, dengan UMKM, perajin wastra, dan siswa sekolah mode untuk berbagi ilmu dan mempersiapkan generasi baru yang lebih berkualitas.

Melalui pekan mode seperti JMFW, IN2MF, Muffest+, dan lainnya, kita berusaha menggaungkannya sampai ke kancah internasional untuk menarik buyers yang pada akhirnya bisa meningkatkan transaksi. Selain itu juga mengkurasi karya-karya desainer muda yang potensial dan melibatkan siswa-siswi sekolah mode untuk menampilkan karyanya di runway.   

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Dibanderol Rp6,49 Juta, Galaxy Ring Bisa Apa Saja?

BERIKUTNYA

Tema & Logo Hari Pahlawan 2024 yang Diperingati Tiap 10 November

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: