Fangirl Jadi Pengusaha, Kisah Fans K-Pop Bangun Bisnis Merchandise
19 November 2024 |
18:40 WIB
Survei dari GoodStats pada 2021 menunjukan bahwa Indonesia adalah negara dengan basis penggemar K-Pop terbanyak di dunia. Melihat peluang di depan mata tersebut lantas membuat beberapa orang berpikir untuk menjadikannya peluang usaha. Mereka adalah Lutfia Hanifah (27 tahun), Pricillia Candy (31 tahun) dan Theodora Gloria (28 tahun).
Lutfia Hanifah, atau Fia (27) menyapa fangirl lewat brand-nya, Winkle World di Instagram. Dengan basis pengikut sebanyak 22.9000 di akun bisnisnya, dia menyediakan beragam produk menarik mulai dari fesyen hingga aksesories unik.
Winkle World awalnya hanya akun yang digunakan mempublikasikan karya tangan Fia. Siapa sangka, dari sini dia justru melihat peluang dan memulai Winkle Wolrd sebagai bisnis terbuka. Tantangan tidak lepas dari usaha Fia, banyak tools penjualan digital yang sebelumnya tidak pernah dia sentuh mulai harus dikenalnya.
“Saya tertarik memilih bisnis ini karena merasa bahwa merch dan aksesoris dengan niche K-Pop memiliki fans yang militan dan loyal di kalangan muda,” jelas Fia.
Baca juga: Cerita Mahasiswa Rantau Memulai Bisnis di Tengah Kesibukan Kuliah
Menurutnya usaha ini dapat terus hidup selama publik menerima kehadiran budaya populer itu dengan antusias seperti K-pop atau budaya populer lain seperti anime dari Jepang. Selain kecintaannya terhadap hallyu, Fia juga memiliki mimpi untuk menyediakan lapangan pekerjaan kepada orang lain utamanya perempuan.
“Motivasi dan dorongan lainnya, saya ingin bermanfaat dan membantu memberdayakan sesama perempuan,” terang Fia.
Bicara soal insipirasi Fia menjawab bahwa ini berasal dari keresahannya melihat antusiasme generasi muda membeli banyak barang lucu tetapi bukan dari produk lokal.
“Banyak fans yang beli barang fan-merch dari Thailand, maka dari itu saya berfikir kenapa enggak bikin produk yang lucu juga seperti itu juga” tegasnya.
Bukan itu saja, keuletannya untuk hadir di berbagai acara pameran hingga konser turut berpengaruh terhadap kemampuannya memperkaya desain produk. Salah satu yang paling berkesan baginya adalah ketika ia terlibat dalam kegiatan expo yang diadakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) 2023.
Bicara soal promosi, Winkle World hadir menyapa audiens melalui Instagram dan TikTok. Adapun promosi offline turut dilakukan di consignment store di banyak kota besar di Indonesia.
“Khusus di daerah Jatinangor, kami juga memanfaatkan kedekatan dengan kampus-kampus besar,” tambahnya.
Konsumen Winkle World bukan hanya hadir dari Indonesia saja melainkan telah menyebar ke pasar internasional. Seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand bahkan Jepang dan Amerika Serikat. Kerja sama brand sekelas ERHA cosmetics, Emina hinggga Marswillow turut berhasil dilakukan oleh Winkle. World dalam beberapa tahun terakhir.
Walhasil dalam setahun Winkle World dapat menghasilkan setara Rp458 juta dengan rata-rata Rp38 juta per bulan sepanjang 2023.
“Di tahun ini kita telah menjangkau 2x lipat jumlah consignment store dari yang awalnya 8 toko menjadi 18 toko, sehingga omset meningkat di tahun ini hingga 20%,” tuturnya.
Bukan tanpa masalah, Fia bercerita bahwa bisnis yang dirintisnya ini tengah menghadapi tantangan yakni soal cara mempertahankan staf yang terlatih khususnya craft women atau pengrajin karena tingginya tingkat keluar masuk karyawan yang memengaruhi produksi dan efisiensi kerja.
Beberapa momen paling berkesan baginya antara lain Fia melihat produknya terlihat digunakan oleh penonton konser dalam dan mancanegara.
“Saya melihat ada yang menggunakan tas Winkle World dan itu sangat berkesan bahwa produk Winkle sudah sampai keluar negeri,” tutup Fia.
Selanjutnya ada Pricillia Candy yang membangun bisnis serupa bersama suaminya dengan nama brand Puuple.id dengan 10.300 pengikut di Instagram. Sejak akhir Oktober 2020, Icil, sapaan akrab Pricillia, melihat ada tren bahwa banyak orang berlomba menjual merch yang sejalan dengan deretan drama Korea yang sedang populer. Melihat tren yang terus berkembang ini Icil kemudian iseng ikut menjual produk merch kala itu yang naik di pasaran.
Tak menyangka bahwa produknya akan laku keras, Icil mulai menerima banyak masukan untuk menjual beragam produk lain yang sesuai dengan minat konsumen yang terus berubah.
“Waktu BTS Meal booming, kita lihat peluang untuk buat merchandise yang related,” cerita Icil.
Icil melihat perilisan produksnya sangat pas dengan antusiasme penuh fans K-Pop di Indonesia. Hal itu pula yang membuat nama Puuple.id perlahan naik dan dikenal di pasaran. Ketertarikan Icil pada Korean Wave telah dimulai sejak ia kuliah.
“Waktu itu aku sukanya BigBag tapi enggak bisa ikut konser atau beli album karena uangnya terbatas,” cerita Icil soal pengalamannya.
Sejak saat itu kesukannya pada K-Pop tidak luntur sampai hari ini, Icil menyebut bahwa dirinya sepenuhnya akan mendengar K-Pop secara umum saja dan menikmati lagu-lagu artis terbaru yang rilis.
Bicara soal target pasar, Icil menyebut bisnis miliknya ini menyasar dominasi dewasa muda dan perempuan. Puuple.id menyapa konsumen lewat kehadiran mereka sepenuhnya di pasar daring. Icil bercerita bahwa kini produknya sudah berhasil keluar dari wilayah Jabodetabek dengan jangkauan seperti Kalimantan dan Sumatra. Untuk pemesanan dalam jumlah besar dengan skema group order, Puuple telah menjangkau fans K-Pop di Australia, Malaysia dan Filipina.
Salah satu keunikan utama Puuple.id adalah semua produknya yang didesain semi handcraft. Artinya produk mereka tidak dirakit 100% di pabrik melainkan ada campur tangan pengrajin juga di dalamnya.
“Ketika kita order ke vendor itu tuh belum dirakit, masih mentah. Rakitan itu semua baru kita yang handle,” tutur Icil.
Setiap bulannya Puuple.id dapat mengantongi belasan hingga puluhan juta. Adapun momentum terbaik untuk mendulang cuan menurut Icil adalah menjelang konser K-Pop yang akan berlangsung di Indonesia. Bagi Icil, mempertahankan keunikan produk hingga menjaga produknya dari plagiasi di pasar adalah tantangan tersendiri yang ia hadapi.
“Bagi sebagian orang meski dia sama-sama desainer terinspirasi itu wajar. Tapi kita yang dari awal brainstorming itu akan tahu banget detailnya. Jadi kalau ada layoutnya mirip atau idenya mirip pasti ketahuan,” ujar Icil.
Tak kalah menarik dari dua sebelumnya, ada juga Theodora Gloria, dengan panggilan akrab Cherri, yang mendirikan brand Morning Daisy dengan 7.225 pengikut aktif di Instagram. Sebelum memulai bisnis ini pada 2021, dia sempat merasa pekerjaannya di sebuah perusahan di Jakarta sama sekali tidak sesuai dengan minatnya dan membuatnya burn out.
Untuk mengalihkan pikirannya, Cherri memutuskan untuk memulai bisnis yang bisa membuatnya merasa senang, yaitu menjual merchandise K-Pop dan aksesoris lainnya.
“Sejak kecil saya sudah suka barang-barang lucu, terutama stiker. Jadi, produk pertama Morning Daisy adalah sticker sheet,” kata Cherri.
Pada awal peluncuran, Cherri mengaku sempat merasa kewalahan mengurus Morning Daisy. Ia pun akhirnya memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan fokus mempersiapkan diri untuk mendaftar beasiswa S2 ke luar negeri. Namun, rencana untuk melanjutkan studi tersebut tidak terwujud. Di saat itulah, kecintaannya terhadap grup K-Pop Seventeen tumbuh, dan gairah untuk mengembangkan bisnis kembali muncul.
“Saya berpikir untuk menjalankan lagi Morning Daisy tapi dengan arah berbeda yaitu fan made merch, Puji Tuhan belum setahun menjalankan Morning Daisy sudah ada produk yang cukup terkenal,” ungkapnya.
Secara pasar, Morning Daisy bergerak di lingkup yang lebih niche lagi yakni spesifik penggemar grup Seventeen atau Carat (sebutan untuk fans Seventeen).
Kini penjualan Morning Daisy sudah merambah ekspor melalui sistem Group Order (GO) yang sama persis dilakukannya juga oleh Winkle World dan Puuple. Pengiriman produk mencakup Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Filipina, Singapura, Malaysia, India, Meksiko, Kolombia, Australia, Selandia Baru dan Taiwan.
“Selain GO juga saya mendaftarkan toko Shopee untuk program Shopee ekspor, dan surprisingly daily order di Shopee lebih banyak orderan dari luar negeri dibanding lokal,” katanya.
Terkait pendapatan Cherri menjabarkan bahwa ia dapat mengantongi Rp4 juta-Rp10 juta per bulan tidak menentu dari hasil penjualan di e-commerce. Tetapi ketika lagi launch produk baru dan open pre-order biasanya pendapatan saya bisa mencapai sekitar Rp20 juta-Rp35 juta.
Cherri merinci bahwa sekitar 40-50 persen dari pendapatan kotornya itu akan kembali sebagai biaya produksi dan kebutuhan pengemasan. Adapun 20-30 dari pendapatan akan kembali lagi menjadi modal untuk menyiapkan barang produk.
Salah satu momen berkesan baginya adalah ketika ia melihat sendiri ada konsumen yang membeli produknya dengan jumlah cukup banyak dan ternyata bukan untuk dijual kembali. Dia tidak menyangka akan ada customer yang benar-benar mau merogoh kocek cukup dalam untuk membeli produknya dan bukan untuk tujuan dijual kembali.
Dari Fia, Icil dan Cherri kita dapat belajar bahwa bisnis mereka berjalan sekedar dari kecintaan mereka terhadap musik K-Pop pada awalnya. Namun, tajamnya mata melihat peluang dan memetakan pasar berhasil membuat mereka mendulang sukses jutaan hingga puluhan juta setiap bulannya.
Baca juga: Kisah Sukses Anak Muda Cuan dari Jasa Titip Boneka Labubu
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Lutfia Hanifah, atau Fia (27) menyapa fangirl lewat brand-nya, Winkle World di Instagram. Dengan basis pengikut sebanyak 22.9000 di akun bisnisnya, dia menyediakan beragam produk menarik mulai dari fesyen hingga aksesories unik.
Winkle World awalnya hanya akun yang digunakan mempublikasikan karya tangan Fia. Siapa sangka, dari sini dia justru melihat peluang dan memulai Winkle Wolrd sebagai bisnis terbuka. Tantangan tidak lepas dari usaha Fia, banyak tools penjualan digital yang sebelumnya tidak pernah dia sentuh mulai harus dikenalnya.
“Saya tertarik memilih bisnis ini karena merasa bahwa merch dan aksesoris dengan niche K-Pop memiliki fans yang militan dan loyal di kalangan muda,” jelas Fia.
Baca juga: Cerita Mahasiswa Rantau Memulai Bisnis di Tengah Kesibukan Kuliah
Menurutnya usaha ini dapat terus hidup selama publik menerima kehadiran budaya populer itu dengan antusias seperti K-pop atau budaya populer lain seperti anime dari Jepang. Selain kecintaannya terhadap hallyu, Fia juga memiliki mimpi untuk menyediakan lapangan pekerjaan kepada orang lain utamanya perempuan.
“Motivasi dan dorongan lainnya, saya ingin bermanfaat dan membantu memberdayakan sesama perempuan,” terang Fia.
Bicara soal insipirasi Fia menjawab bahwa ini berasal dari keresahannya melihat antusiasme generasi muda membeli banyak barang lucu tetapi bukan dari produk lokal.
“Banyak fans yang beli barang fan-merch dari Thailand, maka dari itu saya berfikir kenapa enggak bikin produk yang lucu juga seperti itu juga” tegasnya.
Bukan itu saja, keuletannya untuk hadir di berbagai acara pameran hingga konser turut berpengaruh terhadap kemampuannya memperkaya desain produk. Salah satu yang paling berkesan baginya adalah ketika ia terlibat dalam kegiatan expo yang diadakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) 2023.
Bicara soal promosi, Winkle World hadir menyapa audiens melalui Instagram dan TikTok. Adapun promosi offline turut dilakukan di consignment store di banyak kota besar di Indonesia.
“Khusus di daerah Jatinangor, kami juga memanfaatkan kedekatan dengan kampus-kampus besar,” tambahnya.
Konsumen Winkle World bukan hanya hadir dari Indonesia saja melainkan telah menyebar ke pasar internasional. Seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand bahkan Jepang dan Amerika Serikat. Kerja sama brand sekelas ERHA cosmetics, Emina hinggga Marswillow turut berhasil dilakukan oleh Winkle. World dalam beberapa tahun terakhir.
Walhasil dalam setahun Winkle World dapat menghasilkan setara Rp458 juta dengan rata-rata Rp38 juta per bulan sepanjang 2023.
“Di tahun ini kita telah menjangkau 2x lipat jumlah consignment store dari yang awalnya 8 toko menjadi 18 toko, sehingga omset meningkat di tahun ini hingga 20%,” tuturnya.
Bukan tanpa masalah, Fia bercerita bahwa bisnis yang dirintisnya ini tengah menghadapi tantangan yakni soal cara mempertahankan staf yang terlatih khususnya craft women atau pengrajin karena tingginya tingkat keluar masuk karyawan yang memengaruhi produksi dan efisiensi kerja.
Beberapa momen paling berkesan baginya antara lain Fia melihat produknya terlihat digunakan oleh penonton konser dalam dan mancanegara.
“Saya melihat ada yang menggunakan tas Winkle World dan itu sangat berkesan bahwa produk Winkle sudah sampai keluar negeri,” tutup Fia.
Selanjutnya ada Pricillia Candy yang membangun bisnis serupa bersama suaminya dengan nama brand Puuple.id dengan 10.300 pengikut di Instagram. Sejak akhir Oktober 2020, Icil, sapaan akrab Pricillia, melihat ada tren bahwa banyak orang berlomba menjual merch yang sejalan dengan deretan drama Korea yang sedang populer. Melihat tren yang terus berkembang ini Icil kemudian iseng ikut menjual produk merch kala itu yang naik di pasaran.
Tak menyangka bahwa produknya akan laku keras, Icil mulai menerima banyak masukan untuk menjual beragam produk lain yang sesuai dengan minat konsumen yang terus berubah.
“Waktu BTS Meal booming, kita lihat peluang untuk buat merchandise yang related,” cerita Icil.
Icil melihat perilisan produksnya sangat pas dengan antusiasme penuh fans K-Pop di Indonesia. Hal itu pula yang membuat nama Puuple.id perlahan naik dan dikenal di pasaran. Ketertarikan Icil pada Korean Wave telah dimulai sejak ia kuliah.
“Waktu itu aku sukanya BigBag tapi enggak bisa ikut konser atau beli album karena uangnya terbatas,” cerita Icil soal pengalamannya.
Sejak saat itu kesukannya pada K-Pop tidak luntur sampai hari ini, Icil menyebut bahwa dirinya sepenuhnya akan mendengar K-Pop secara umum saja dan menikmati lagu-lagu artis terbaru yang rilis.
Bicara soal target pasar, Icil menyebut bisnis miliknya ini menyasar dominasi dewasa muda dan perempuan. Puuple.id menyapa konsumen lewat kehadiran mereka sepenuhnya di pasar daring. Icil bercerita bahwa kini produknya sudah berhasil keluar dari wilayah Jabodetabek dengan jangkauan seperti Kalimantan dan Sumatra. Untuk pemesanan dalam jumlah besar dengan skema group order, Puuple telah menjangkau fans K-Pop di Australia, Malaysia dan Filipina.
Salah satu keunikan utama Puuple.id adalah semua produknya yang didesain semi handcraft. Artinya produk mereka tidak dirakit 100% di pabrik melainkan ada campur tangan pengrajin juga di dalamnya.
“Ketika kita order ke vendor itu tuh belum dirakit, masih mentah. Rakitan itu semua baru kita yang handle,” tutur Icil.
Setiap bulannya Puuple.id dapat mengantongi belasan hingga puluhan juta. Adapun momentum terbaik untuk mendulang cuan menurut Icil adalah menjelang konser K-Pop yang akan berlangsung di Indonesia. Bagi Icil, mempertahankan keunikan produk hingga menjaga produknya dari plagiasi di pasar adalah tantangan tersendiri yang ia hadapi.
“Bagi sebagian orang meski dia sama-sama desainer terinspirasi itu wajar. Tapi kita yang dari awal brainstorming itu akan tahu banget detailnya. Jadi kalau ada layoutnya mirip atau idenya mirip pasti ketahuan,” ujar Icil.
Tak kalah menarik dari dua sebelumnya, ada juga Theodora Gloria, dengan panggilan akrab Cherri, yang mendirikan brand Morning Daisy dengan 7.225 pengikut aktif di Instagram. Sebelum memulai bisnis ini pada 2021, dia sempat merasa pekerjaannya di sebuah perusahan di Jakarta sama sekali tidak sesuai dengan minatnya dan membuatnya burn out.
Untuk mengalihkan pikirannya, Cherri memutuskan untuk memulai bisnis yang bisa membuatnya merasa senang, yaitu menjual merchandise K-Pop dan aksesoris lainnya.
“Sejak kecil saya sudah suka barang-barang lucu, terutama stiker. Jadi, produk pertama Morning Daisy adalah sticker sheet,” kata Cherri.
Pada awal peluncuran, Cherri mengaku sempat merasa kewalahan mengurus Morning Daisy. Ia pun akhirnya memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan fokus mempersiapkan diri untuk mendaftar beasiswa S2 ke luar negeri. Namun, rencana untuk melanjutkan studi tersebut tidak terwujud. Di saat itulah, kecintaannya terhadap grup K-Pop Seventeen tumbuh, dan gairah untuk mengembangkan bisnis kembali muncul.
“Saya berpikir untuk menjalankan lagi Morning Daisy tapi dengan arah berbeda yaitu fan made merch, Puji Tuhan belum setahun menjalankan Morning Daisy sudah ada produk yang cukup terkenal,” ungkapnya.
Secara pasar, Morning Daisy bergerak di lingkup yang lebih niche lagi yakni spesifik penggemar grup Seventeen atau Carat (sebutan untuk fans Seventeen).
Kini penjualan Morning Daisy sudah merambah ekspor melalui sistem Group Order (GO) yang sama persis dilakukannya juga oleh Winkle World dan Puuple. Pengiriman produk mencakup Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Filipina, Singapura, Malaysia, India, Meksiko, Kolombia, Australia, Selandia Baru dan Taiwan.
“Selain GO juga saya mendaftarkan toko Shopee untuk program Shopee ekspor, dan surprisingly daily order di Shopee lebih banyak orderan dari luar negeri dibanding lokal,” katanya.
Terkait pendapatan Cherri menjabarkan bahwa ia dapat mengantongi Rp4 juta-Rp10 juta per bulan tidak menentu dari hasil penjualan di e-commerce. Tetapi ketika lagi launch produk baru dan open pre-order biasanya pendapatan saya bisa mencapai sekitar Rp20 juta-Rp35 juta.
Cherri merinci bahwa sekitar 40-50 persen dari pendapatan kotornya itu akan kembali sebagai biaya produksi dan kebutuhan pengemasan. Adapun 20-30 dari pendapatan akan kembali lagi menjadi modal untuk menyiapkan barang produk.
Salah satu momen berkesan baginya adalah ketika ia melihat sendiri ada konsumen yang membeli produknya dengan jumlah cukup banyak dan ternyata bukan untuk dijual kembali. Dia tidak menyangka akan ada customer yang benar-benar mau merogoh kocek cukup dalam untuk membeli produknya dan bukan untuk tujuan dijual kembali.
Dari Fia, Icil dan Cherri kita dapat belajar bahwa bisnis mereka berjalan sekedar dari kecintaan mereka terhadap musik K-Pop pada awalnya. Namun, tajamnya mata melihat peluang dan memetakan pasar berhasil membuat mereka mendulang sukses jutaan hingga puluhan juta setiap bulannya.
Baca juga: Kisah Sukses Anak Muda Cuan dari Jasa Titip Boneka Labubu
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.