3 Strategi Kemenkes Mengatasi Tingginya Kasus Tuberkulosis di Indonesia
12 November 2024 |
14:28 WIB
Penyakit tuberkulosis (TBC) diharapkan bisa segera diatasi melalui pencegahan, diagnosis, dan pengobatan yang tepat. Ini merupakan salah satu tugas dari Presiden Prabowo Subianto untuk direalisasikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk memajukan sektor kesehatan Indonesia.
Penyakit TBC di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan yang serius. Pada 2022, tercatat lebih dari 724.000 kasus baru. Angka tersebut meningkat menjadi 809.000 kasus pada 2023. Ini merupakan angka tertinggi dalam sejarah pencatatan TBC di Indonesia.
Secara global, negara ini menempati peringkat kedua setelah India dengan total sekitar 969.000 kasus TBC dan 93.000 kematian setiap tahun. Sebagian besar kasus TBC terjadi pada kelompok usia produktif, terutama di usia 45 hingga 54 tahun.
Baca juga: Angka Tuberkulosis di Dunia Capai Rekor Tertinggi, Tembus 8,2 Juta Kasus
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan deteksi 1 juta kasus Tuberkulosis (TB) pada 2025. Penemuan lebih banyak kasus ini diharapkan bisa mengejar target eliminasi TBC pada 2030.
"Target kami tahun depan, kita bisa menemukan sekitar 1 juta kasus. Dari 1.060.000 yang ditemukan, saya ingin 1 jutanya kita diagnosis,” katanya, dikutip dari laman Kemenkes RI.
Sebagai upaya mencapai target ambisius tersebut, pemerintah telah menyusun tiga inovasi guna mendorong pemerataan akses pengobatan, peningkatan kesadaran masyarakat, serta pemanfaatan teknologi untuk diagnosis lebih cepat dan akurat. Simak apa saja inovasi memerangi TBC dari Kemenkes RI.
“Skrining TBC itu susah karena harus diambil dari batuk, sekarang dengan teknologi PCR, lagi kita coba di Jawa Barat di-swab bukan di hidung, tapi di tenggorokan. Jadi, nanti kita swab lalu kita tes PCR sama seperti COVID-19. Itu inovasi yang sedang kita coba,” kata Budi Gunadi.
Selain menggunakan alat PCR, sedang diuji juga teknologi terbaru USG, yang biasanya digunakan untuk memeriksa kondisi janin dan deteksi dini kanker payudara. Teknologi ini akan dicoba untuk mengidentifikasi pneumonia atau TBC.
“Ternyata sekarang dengan dibantu AI, (USG) bisa untuk identifikasi pneumonia atau TBC, ini sekarang sedang kita coba juga karena USG kita udah banyak,” imbuhnya.
Oleh karenanya, Kemenkes RI mendorong penelitian dan pengembangan regimen pengobatan yang mampu mempercepat penyembuhan pasien TBC.
“Untuk obat, saya tertarik (Indonesia) ikut clinical trial yang sekali suntik, sekarang kan minum obatnya harus 6 bulan dan banyak. Kalau bisa diganti dengan sekali suntik atau obatnya diturunin dari 6 bulan ke 1 bulan,” ujar Budi Gunadi.
“Kombinasi vaksin dan pengobatan bila kita lakukan dengan baik bisa menjadi game charger, mari Indonesia ikut berpartisipasi dalam clinical trial di banyak jenis vaksin, jadi kalau gagal satu bisa dicoba yang lainnya,” ucapnya.
Dengan target deteksi 1 juta kasus TBC pada 2025, Indonesia semakin dekat untuk mengatasi salah satu tantangan kesehatan terbesar di dunia.
Lebih lanjut Budi Gunadi mengimbau semua pihak, baik pemerintah, tenaga medis, masyarakat, dan sektor swasta, untuk bersinergi dalam upaya mewujudkan Indonesia bebas TBC pada 2030 mendatang.
Baca juga: 3 Tugas Menkes Budi Gunadi dari Presiden Prabowo, Skrining Kesehatan sampai Atasi TBC
Editor: Syaiful Millah
Penyakit TBC di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan yang serius. Pada 2022, tercatat lebih dari 724.000 kasus baru. Angka tersebut meningkat menjadi 809.000 kasus pada 2023. Ini merupakan angka tertinggi dalam sejarah pencatatan TBC di Indonesia.
Secara global, negara ini menempati peringkat kedua setelah India dengan total sekitar 969.000 kasus TBC dan 93.000 kematian setiap tahun. Sebagian besar kasus TBC terjadi pada kelompok usia produktif, terutama di usia 45 hingga 54 tahun.
Baca juga: Angka Tuberkulosis di Dunia Capai Rekor Tertinggi, Tembus 8,2 Juta Kasus
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan deteksi 1 juta kasus Tuberkulosis (TB) pada 2025. Penemuan lebih banyak kasus ini diharapkan bisa mengejar target eliminasi TBC pada 2030.
"Target kami tahun depan, kita bisa menemukan sekitar 1 juta kasus. Dari 1.060.000 yang ditemukan, saya ingin 1 jutanya kita diagnosis,” katanya, dikutip dari laman Kemenkes RI.
Sebagai upaya mencapai target ambisius tersebut, pemerintah telah menyusun tiga inovasi guna mendorong pemerataan akses pengobatan, peningkatan kesadaran masyarakat, serta pemanfaatan teknologi untuk diagnosis lebih cepat dan akurat. Simak apa saja inovasi memerangi TBC dari Kemenkes RI.
1. Memperluas metode skrining
Kedepannya metode skrining TBC akan diperluas. Tidak hanya menggunakan alat TCM, yang juga digunakan untuk pemeriksaan diabetes, tetapi juga alat PCR yang sebelumnya dipakai untuk tes COVID-19.“Skrining TBC itu susah karena harus diambil dari batuk, sekarang dengan teknologi PCR, lagi kita coba di Jawa Barat di-swab bukan di hidung, tapi di tenggorokan. Jadi, nanti kita swab lalu kita tes PCR sama seperti COVID-19. Itu inovasi yang sedang kita coba,” kata Budi Gunadi.
Selain menggunakan alat PCR, sedang diuji juga teknologi terbaru USG, yang biasanya digunakan untuk memeriksa kondisi janin dan deteksi dini kanker payudara. Teknologi ini akan dicoba untuk mengidentifikasi pneumonia atau TBC.
“Ternyata sekarang dengan dibantu AI, (USG) bisa untuk identifikasi pneumonia atau TBC, ini sekarang sedang kita coba juga karena USG kita udah banyak,” imbuhnya.
2. Mempermudah metode dan durasi pengobatan
Masalah pengobatan TBC di Indonesia adalah banyaknya pasien yang tidak melakukan pengobatan dan tidak menyelesaikan pengobatan. Rupanya hal ini disebabkan karena durasi pengobatan TBC yang cukup lama, yakni sekitar 6 bulan.Oleh karenanya, Kemenkes RI mendorong penelitian dan pengembangan regimen pengobatan yang mampu mempercepat penyembuhan pasien TBC.
“Untuk obat, saya tertarik (Indonesia) ikut clinical trial yang sekali suntik, sekarang kan minum obatnya harus 6 bulan dan banyak. Kalau bisa diganti dengan sekali suntik atau obatnya diturunin dari 6 bulan ke 1 bulan,” ujar Budi Gunadi.
3. Pengembangan vaksin TBC
Indonesia telah terlibat dalam clinical trial (uji coba) vaksin TBC M72, tetapi tingkat keberhasilannya sangat rendah. Ke depannya, negara kita selalu mencoba untuk mengikuti clinical trial berbagai jenis vaksin TBC lainnya.“Kombinasi vaksin dan pengobatan bila kita lakukan dengan baik bisa menjadi game charger, mari Indonesia ikut berpartisipasi dalam clinical trial di banyak jenis vaksin, jadi kalau gagal satu bisa dicoba yang lainnya,” ucapnya.
Dengan target deteksi 1 juta kasus TBC pada 2025, Indonesia semakin dekat untuk mengatasi salah satu tantangan kesehatan terbesar di dunia.
Lebih lanjut Budi Gunadi mengimbau semua pihak, baik pemerintah, tenaga medis, masyarakat, dan sektor swasta, untuk bersinergi dalam upaya mewujudkan Indonesia bebas TBC pada 2030 mendatang.
Baca juga: 3 Tugas Menkes Budi Gunadi dari Presiden Prabowo, Skrining Kesehatan sampai Atasi TBC
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.