Angka Kasus Tuberkulosis Baru di Indonesia Tinggi, Simak Gejala & Penyebab Penyakit TBC
15 January 2024 |
23:23 WIB
Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyebab kematian paling umum secara global. Di negara maju, dampak tuberkulosis memang telah berkurang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, di negara berkembang dan miskin, tuberkulosis masih menjadi tantangan besar hingga saat ini, tak terkecuali di Indonesia.
Di negara berpendapatan tinggi, dampak penyakit tuberkulosis telah berkurang secara signifikan seiring dengan berkembangnya antibiotik dan peningkatan layanan kesehatan serta standar hidup. Namun di negara miskin di dunia, penyakit ini masih sangat umum terjadi, dan menjadikannya salah satu penyebab kematian paling umum akibat penyakit menular secara global.
Tak ayal tuberkulosis masih umum terjadi di banyak negara seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Menurut data WHO tahun 2022, Filipina menjadi negara di Asia Tenggara dengan angka kasus tuberkulosis baru tertinggi, yakni 638 kasus per 100.000 orang. Posisinya disusul oleh Timor Leste dengan 498 kasus, Myanmar dengan 475 kasus, dan Indonesia dengan 385 kasus.
Baca juga: Ini Penanganan Saat Anggota Keluarga Terkena Tuberkulosis
Jumlah angka kasus tuberkulosis di Tanah Air terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Kamboja dengan 320 kasus, 176 kasus di Vietnam, 155 kasus di Thailand, 113 kasus di Malaysia, dan 51 di kasus Singapura. Angka itu juga terpantau meningkat dari 2021 yang tercatat 339 kasus per 100.000 orang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan angka kasus tuberkulosis baru masih tinggi di banyak negara, utamanya adalah kurangnya alat diagnostik dan pengobatan yang efektif, sehingga banyak penderita penyakit tersebut yang tidak terdiagnosis. Hal ini menjadi tantangan yang lebih besar seiring dengan meningkatnya resistensi antibiotik.
Selain itu, peningkatan risiko kasus tuberkulosis baru juga disebabkan oleh beberapa dampak yang muncul akibat malnutrisi, kebiasaan merokok, risiko pekerjaan, dan kepadatan penduduk serta HIV/AIDS.
TBC dapat menyebar ketika penderitanya batuk, bersin atau bernyanyi, dan menyebarkan tetesan kecil kuman ke udara. Orang lain kemudian dapat menghirup tetesan dan kuman tersebut masuk ke paru-paru. Hal inilah yang membuat TBC menyebar dengan mudah di kerumunan atau tempat orang tinggal dalam kondisi ramai.
Adapun, orang yang mengidap HIV/AIDS dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah, memiliki risiko lebih tinggi tertular TBC dibandingkan orang dengan sistem kekebalan tubuh normal.
Menukil dari laman WebMD, penderita TBC umumnya tidak menunjukkan gejala, sehingga dibutuhkan tes kulit atau darah untuk mendeteksinya. Namun, ada sejumlah gejala TBC aktif pada paru yang biasanya diidap oleh pasien, yakni batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu, nyeri dada, dan batuk darah.
Baca juga: Waspadai Risiko Penyakit Pasca-Tuberkulosis
Selain itu, gejela lainnya termasuk merasa lelah sepanjang waktu, berkeringat pada malam hari, panas dingin, demam, kehilangan selera makan, dan penurunan berat badan. Sementara itu, ketika TBC menyerang organ di luar paru-paru, penderitanya mungkin akan mengalami gejala yang sama disertai rasa sakit di dekat area yang terinfeksi.
Gejala TBC juga mungkin akan terlihat berbeda pada remaja, anak-anak dan bayi. Gejala pada remaja mirip dengan orang dewasa, sementara pasien anak usia 1-12 tahun mungkin mengalami penurunan berat badan dan demam yang tidak kunjung hilang. Adapun, pada bayi, biasanya ditandai dengan kurang aktif, adanya benjolan di kepala, menjadi sangat cerewet, dan muntah atau kesulitan makan.
Jika menghirup kuman ini, seseorang bisa tertular penyakit. Inilah sebabnya mengapa orang yang mengidap TBC aktif di paru-paru atau tenggorokannya lebih besar kemungkinannya untuk menulari orang lain. Sebaliknya, jika mengidapnya di organ selain paru-paru, seseorang mungkin saja tidak menularkan TBC.
Meski demikian, TBC sebenarnya tidak mudah menular. Kemungkinan seseorang akan tertular dari rekan kerja, teman, atau anggota keluarga yang mengidap TBC, dan sering menghabiskan waktu bersama di dalam ruangan.
Selain itu, kuman tuberkulosis juga tidak tumbuh subur di permukaan benda seperti seprai, handuk, kursi toilet atau sikat gigi, termasuk tidak akan menempel ketika berjabat tangan, berciuman dan berbagi makanan atau minuman.
Baca juga: Begini Cara Madu Atasi Penyakit Tuberkulosis
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Di negara berpendapatan tinggi, dampak penyakit tuberkulosis telah berkurang secara signifikan seiring dengan berkembangnya antibiotik dan peningkatan layanan kesehatan serta standar hidup. Namun di negara miskin di dunia, penyakit ini masih sangat umum terjadi, dan menjadikannya salah satu penyebab kematian paling umum akibat penyakit menular secara global.
Tak ayal tuberkulosis masih umum terjadi di banyak negara seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Menurut data WHO tahun 2022, Filipina menjadi negara di Asia Tenggara dengan angka kasus tuberkulosis baru tertinggi, yakni 638 kasus per 100.000 orang. Posisinya disusul oleh Timor Leste dengan 498 kasus, Myanmar dengan 475 kasus, dan Indonesia dengan 385 kasus.
Baca juga: Ini Penanganan Saat Anggota Keluarga Terkena Tuberkulosis
Jumlah angka kasus tuberkulosis di Tanah Air terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Kamboja dengan 320 kasus, 176 kasus di Vietnam, 155 kasus di Thailand, 113 kasus di Malaysia, dan 51 di kasus Singapura. Angka itu juga terpantau meningkat dari 2021 yang tercatat 339 kasus per 100.000 orang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan angka kasus tuberkulosis baru masih tinggi di banyak negara, utamanya adalah kurangnya alat diagnostik dan pengobatan yang efektif, sehingga banyak penderita penyakit tersebut yang tidak terdiagnosis. Hal ini menjadi tantangan yang lebih besar seiring dengan meningkatnya resistensi antibiotik.
Selain itu, peningkatan risiko kasus tuberkulosis baru juga disebabkan oleh beberapa dampak yang muncul akibat malnutrisi, kebiasaan merokok, risiko pekerjaan, dan kepadatan penduduk serta HIV/AIDS.
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit menular. (Sumber gambar: David K/Unsplash)
Tuberkulosis & Gejalanya
Mengutip situs Kementerian Kesehatan RI, Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan adanya bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan. TBC merupakan penyakit menular yang umumnya menyerang paru-paru. Namun, penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian lain tubuh seperti otak dan tulang belakang.TBC dapat menyebar ketika penderitanya batuk, bersin atau bernyanyi, dan menyebarkan tetesan kecil kuman ke udara. Orang lain kemudian dapat menghirup tetesan dan kuman tersebut masuk ke paru-paru. Hal inilah yang membuat TBC menyebar dengan mudah di kerumunan atau tempat orang tinggal dalam kondisi ramai.
Adapun, orang yang mengidap HIV/AIDS dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah, memiliki risiko lebih tinggi tertular TBC dibandingkan orang dengan sistem kekebalan tubuh normal.
Menukil dari laman WebMD, penderita TBC umumnya tidak menunjukkan gejala, sehingga dibutuhkan tes kulit atau darah untuk mendeteksinya. Namun, ada sejumlah gejala TBC aktif pada paru yang biasanya diidap oleh pasien, yakni batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu, nyeri dada, dan batuk darah.
Baca juga: Waspadai Risiko Penyakit Pasca-Tuberkulosis
Selain itu, gejela lainnya termasuk merasa lelah sepanjang waktu, berkeringat pada malam hari, panas dingin, demam, kehilangan selera makan, dan penurunan berat badan. Sementara itu, ketika TBC menyerang organ di luar paru-paru, penderitanya mungkin akan mengalami gejala yang sama disertai rasa sakit di dekat area yang terinfeksi.
Gejala TBC juga mungkin akan terlihat berbeda pada remaja, anak-anak dan bayi. Gejala pada remaja mirip dengan orang dewasa, sementara pasien anak usia 1-12 tahun mungkin mengalami penurunan berat badan dan demam yang tidak kunjung hilang. Adapun, pada bayi, biasanya ditandai dengan kurang aktif, adanya benjolan di kepala, menjadi sangat cerewet, dan muntah atau kesulitan makan.
Penyebab Tuberkulosis
Bakteri tuberkulosis menyebar melalui udara, seperti halnya pilek atau flu. Seseorang bisa tertular TBC jika melakukan kontak dengan orang yang mengidapnya. Sebab, ketika seseorang yang mengidap TBC batuk, bersin, berbicara, tertawa, atau bernyanyi, mereka mengeluarkan tetesan kecil yang mengandung kuman tersebut.Jika menghirup kuman ini, seseorang bisa tertular penyakit. Inilah sebabnya mengapa orang yang mengidap TBC aktif di paru-paru atau tenggorokannya lebih besar kemungkinannya untuk menulari orang lain. Sebaliknya, jika mengidapnya di organ selain paru-paru, seseorang mungkin saja tidak menularkan TBC.
Meski demikian, TBC sebenarnya tidak mudah menular. Kemungkinan seseorang akan tertular dari rekan kerja, teman, atau anggota keluarga yang mengidap TBC, dan sering menghabiskan waktu bersama di dalam ruangan.
Selain itu, kuman tuberkulosis juga tidak tumbuh subur di permukaan benda seperti seprai, handuk, kursi toilet atau sikat gigi, termasuk tidak akan menempel ketika berjabat tangan, berciuman dan berbagi makanan atau minuman.
Baca juga: Begini Cara Madu Atasi Penyakit Tuberkulosis
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.