Angka Tuberkulosis di Dunia Capai Rekor Tertinggi, Tembus 8,2 Juta Kasus
04 November 2024 |
11:18 WIB
Angka kasus tuberkulosis (TB) di seluruh dunia terus meningkat. Hal tersebut terungkap dalam laporan Global Tuberculosis Report 2024 yang baru-baru ini dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tercatat, sekitar 8,2 juta orang di penjuru Bumi didiagnosis menderita tuberkulosis pada 2023.
Angka tersebut meningkat dari 2022 yang tercatat sebanyak 7,5 juta kasus baru. Selain itu, angka yang dirilis juga merupakan yang tertinggi sejak pertama kali WHO melakukan pemantauan TB pada 1995. Bahkan, TB kini dianggap sebagai penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia, melampaui Covid-19.
"Fakta bahwa TB masih membunuh dan membuat banyak orang sakit adalah hal yang keterlaluan, padahal kita memiliki alat untuk mencegahnya, mendeteksinya, dan mengobatinya,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus selaku Direktur Jenderal WHO, dikutip dari situs resmi WHO.
Baca juga: Angka Kasus Tuberkulosis Baru di Indonesia Tinggi, Simak Gejala & Penyebab Penyakit TBC
Laporan tersebut menyebutkan bahwa India menjadi negara penyumbang kasus TB terbesar di dunia dengan persentase sebesar 26 persen. Posisinya disusul oleh Indonesia yang menyumbang persentase sebesar 10 persen, China (6,8 persen), Filipina (6,8 persen), dan Pakistan (6,3 persen).
Dari segi demografi penderita TB, WHO melaporkan bahwa 55 persen orang yang terkena penyakit ini adalah laki-laki, lalu 33 persennya merupakan perempuan, dan 12 persen ialah anak-anak dan remaja muda. Sementara jumlah kematian akibat TB tercatat menurun dari 1,32 juta pada 2022, menjadi 1,25 juta pada 2023.
"WHO mendesak semua negara untuk menepati komitmen konkret yang telah mereka buat untuk memperluas penggunaan alat tersebut, dan mengakhiri TB," tegas Ghebreyesus.
Baca juga: Ini Penanganan Saat Anggota Keluarga Terkena Tuberkulosis
Editor: Syaiful Millah
Angka tersebut meningkat dari 2022 yang tercatat sebanyak 7,5 juta kasus baru. Selain itu, angka yang dirilis juga merupakan yang tertinggi sejak pertama kali WHO melakukan pemantauan TB pada 1995. Bahkan, TB kini dianggap sebagai penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia, melampaui Covid-19.
"Fakta bahwa TB masih membunuh dan membuat banyak orang sakit adalah hal yang keterlaluan, padahal kita memiliki alat untuk mencegahnya, mendeteksinya, dan mengobatinya,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus selaku Direktur Jenderal WHO, dikutip dari situs resmi WHO.
Baca juga: Angka Kasus Tuberkulosis Baru di Indonesia Tinggi, Simak Gejala & Penyebab Penyakit TBC
Laporan tersebut menyebutkan bahwa India menjadi negara penyumbang kasus TB terbesar di dunia dengan persentase sebesar 26 persen. Posisinya disusul oleh Indonesia yang menyumbang persentase sebesar 10 persen, China (6,8 persen), Filipina (6,8 persen), dan Pakistan (6,3 persen).
Dari segi demografi penderita TB, WHO melaporkan bahwa 55 persen orang yang terkena penyakit ini adalah laki-laki, lalu 33 persennya merupakan perempuan, dan 12 persen ialah anak-anak dan remaja muda. Sementara jumlah kematian akibat TB tercatat menurun dari 1,32 juta pada 2022, menjadi 1,25 juta pada 2023.
"WHO mendesak semua negara untuk menepati komitmen konkret yang telah mereka buat untuk memperluas penggunaan alat tersebut, dan mengakhiri TB," tegas Ghebreyesus.
Penyebab Utama Tuberkulosis
Mengutip laman Kementerian Kesehatan RI, tuberkulosis ialah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja dan organ tubuh yang diserang biasanya adalah paru-paru, tulang belakang, kulit, otak, kelenjar getah bening, dan jantung.
Penularan atau infeksi terjadi saat kuman TB yang berada dan bertebaran di udara terhirup oleh orang lain. Saat penderita TB batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet.
Sekali batuk dapat mengeluarkan 3.000 percikan dahak yang mengandung sampai 3.500 kuman M. tuberculosis. Sedangkan sekali bersin mengeluarkan 4.500 - 1 juta kuman M. tuberculosis. Nantinya, bakteri masuk ke saluran pernapasan menuju paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya.
WHO menyebutkan bahwa sebagian besar kasus TB disebabkan oleh 5 faktor risiko utama yakni kekurangan gizi, infeksi HIV, gangguan penggunaan alkohol, merokok (terutama di kalangan pria), dan diabetes. Untuk menangani masalah ini, kata WHO, bersama dengan faktor penentu penting seperti kemiskinan dan PDB per kapita, memerlukan tindakan multisektoral yang terkoordinasi.
Dr. Tereza Kasaeva selaku Direktur Program Tuberkulosis Global WHO mengatakan saat ini dunia dihadapkan dengan berbagai tantangan berat, seperti kekurangan dana dan beban keuangan yang sangat besar bagi mereka yang terkena dampak, perubahan iklim, konflik, migrasi dan pengungsian, pandemi, dan tuberkulosis yang resistan terhadap obat, sebagai pendorong utama resistensi antimikroba.
"Sangat penting bagi kita untuk bersatu di semua sektor dan pemangku kepentingan, untuk menghadapi masalah-masalah mendesak ini dan meningkatkan upaya kita," katanya.
WHO pun menerangkan bahwa target global untuk mengurangi beban penyakit TB belum tercapai, dan diperlukan kemajuan yang signifikan untuk mencapai target lain yang ditetapkan tahun 2027 menjelang Pertemuan Tingkat Tinggi PBB kedua.
WHO mengimbau pemerintah, mitra global, dan donor untuk segera menerjemahkan komitmen yang dibuat selama Pertemuan Tingkat Tinggi PBB tentang TB tahun 2023 menjadi tindakan nyata.
"Peningkatan pendanaan untuk penelitian, khususnya untuk vaksin TB baru, sangat penting untuk mempercepat kemajuan dan mencapai target global yang ditetapkan untuk tahun 2027," demikian pernyataan tertulis WHO.
Penularan atau infeksi terjadi saat kuman TB yang berada dan bertebaran di udara terhirup oleh orang lain. Saat penderita TB batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet.
Sekali batuk dapat mengeluarkan 3.000 percikan dahak yang mengandung sampai 3.500 kuman M. tuberculosis. Sedangkan sekali bersin mengeluarkan 4.500 - 1 juta kuman M. tuberculosis. Nantinya, bakteri masuk ke saluran pernapasan menuju paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya.
WHO menyebutkan bahwa sebagian besar kasus TB disebabkan oleh 5 faktor risiko utama yakni kekurangan gizi, infeksi HIV, gangguan penggunaan alkohol, merokok (terutama di kalangan pria), dan diabetes. Untuk menangani masalah ini, kata WHO, bersama dengan faktor penentu penting seperti kemiskinan dan PDB per kapita, memerlukan tindakan multisektoral yang terkoordinasi.
Dr. Tereza Kasaeva selaku Direktur Program Tuberkulosis Global WHO mengatakan saat ini dunia dihadapkan dengan berbagai tantangan berat, seperti kekurangan dana dan beban keuangan yang sangat besar bagi mereka yang terkena dampak, perubahan iklim, konflik, migrasi dan pengungsian, pandemi, dan tuberkulosis yang resistan terhadap obat, sebagai pendorong utama resistensi antimikroba.
"Sangat penting bagi kita untuk bersatu di semua sektor dan pemangku kepentingan, untuk menghadapi masalah-masalah mendesak ini dan meningkatkan upaya kita," katanya.
WHO pun menerangkan bahwa target global untuk mengurangi beban penyakit TB belum tercapai, dan diperlukan kemajuan yang signifikan untuk mencapai target lain yang ditetapkan tahun 2027 menjelang Pertemuan Tingkat Tinggi PBB kedua.
WHO mengimbau pemerintah, mitra global, dan donor untuk segera menerjemahkan komitmen yang dibuat selama Pertemuan Tingkat Tinggi PBB tentang TB tahun 2023 menjadi tindakan nyata.
"Peningkatan pendanaan untuk penelitian, khususnya untuk vaksin TB baru, sangat penting untuk mempercepat kemajuan dan mencapai target global yang ditetapkan untuk tahun 2027," demikian pernyataan tertulis WHO.
Baca juga: Ini Penanganan Saat Anggota Keluarga Terkena Tuberkulosis
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.